MARINews - Pengadilan Agama Bantul dan Kejaksaan Negeri Bantul resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk memperkuat sinergi dalam pemenuhan hak perempuan dan anak pascaperceraian, serta pendampingan dan penegakan hukum di bidang perdata.
Penandatanganan berlangsung pada Kamis (11/12), di Kantor Kejaksaan Negeri Bantul, dan ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama Bantul, Septianah, serta Kepala Kejaksaan Negeri Bantul, Kristanti Yuni Purnawanti.
Ketua Pengadilan Agama Bantul, Septianah, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan langkah strategis untuk memastikan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak, khususnya setelah terjadinya perceraian.
Kolaborasi ini, diharapkan dapat mendukung pelaksanaan eksekusi putusan, pendampingan hukum, serta penanganan perkara yang berkaitan dengan hak-hak perempuan dan anak.
“Kami berharap sinergi ini memberikan manfaat besar bagi masyarakat, terutama dalam memastikan terpenuhinya hak-hak perempuan dan anak,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Bantul, Kristanti Yuni Purnawanti, mengapresiasi terjalinnya kerja sama tersebut dan menegaskan kesiapan Kejaksaan untuk mendukung pendampingan hukum, pertimbangan hukum, dan penegakan hukum sesuai kewenangan.
“Kejaksaan Negeri Bantul siap memberikan kepastian hukum yang adil dan humanis bagi masyarakat,” tegasnya.
Dasar Hukum Pemenuhan Hak Perempuan dan Anak Pascaperceraian
Kerja sama ini memiliki landasan hukum yang kuat, sejalan dengan berbagai regulasi yang mengatur perlindungan perempuan dan anak setelah perceraian. Beberapa dasar hukum utamanya antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, jo. UU Nomor 16 Tahun 2019, yang menegaskan bahwa orang tua tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak demi kepentingan terbaik bagi anak (Pasal 41 huruf c).
2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur secara rinci kewajiban pascaperceraian, termasuk nafkah iddah, mut’ah, hak asuh anak (hadhanah), dan pembagian harta bersama.
3. UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, jo. UU Nomor 35 Tahun 2014, yang menjamin pemenuhan hak anak atas pemeliharaan, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan, meskipun orang tuanya telah bercerai.
4. PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, yang memberikan standar perlindungan khusus bagi perempuan dalam proses hukum.
5. UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang dapat digunakan sebagai dasar penegakan hukum terhadap ayah atau mantan suami yang menelantarkan nafkah anak.
Regulasi-regulasi tersebut, mengatur hak perempuan seperti nafkah iddah, mut’ah, harta bersama, dan perlindungan hukum, serta hak anak berupa hak asuh, nafkah, pendidikan, dan hubungan dengan kedua orang tua. Implementasi dari aturan-aturan ini membutuhkan koordinasi lintas lembaga, termasuk antara pengadilan dan kejaksaan.
Ruang Lingkup Perjanjian Kerja Sama
Perjanjian yang ditandatangani kedua belah pihak ini mencakup beberapa poin penting, antara lain:
1. Edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan hak perempuan dan anak.
2. Penyediaan, integrasi, dan sinkronisasi data perkara perceraian.
3. Pelaksanaan eksekusi putusan dan tindak lanjut administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Pengajuan permohonan tertulis dari Pengadilan Agama Bantul kepada Kejaksaan Negeri Bantul terkait kebutuhan pendampingan atau penegakan hukum.
5. Monitoring dan evaluasi bersama secara berkala.
Perjanjian ini, berlaku selama dua tahun sejak penandatanganan dan dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Melalui kolaborasi dimaksud, diharapkan pelayanan publik di bidang hukum perdata, khususnya terkait hak perempuan dan anak pascaperceraian, dapat terlaksana secara lebih cepat, tepat, dan terkoordinasi.


