Pengadilan Negeri Poso Jadi “Penjaga Terakhir”: Industri Nikel Kalah Gugatan, Dihukum Pulihkan Lingkungan

Putusan ini bagaikan oase di tengah gurun, yang memperlihatkan bahwa pengadilan menjalankan fungsinya sebagai penjaga terakhir (last guardian)
Ilustrasi putusan pengadilan. Foto  Unsplash
Ilustrasi putusan pengadilan. Foto Unsplash

MARINews, Poso - Gugatan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terhadap Para Tergugat PT Stardust Estate Investment (SEI), PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), dan PT Nadesico Nickel Industry (NNI), serta Para Turut Tergugat Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur Sulawesi Tengah, dan Bupati Morowali Utara memasuki babak akhir dengan pembacaan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Poso pada Rabu (3/12/2025).

Majelis Hakim Andri Natanael Partogi sebagai Hakim Ketua, Achmad Fauzi Tilameo dan Ray Pratama Siadari, masing-masing sebagai Hakim Anggota, mengabulkan gugatan Walhi tersebut dan menyatakan PT SEI, PT GNI, dan PT NNI terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum pencemaran dan pengrusakan lingkungan.

Waktu hampir bersamaan di bagian Indonesia lainnya tengah mengalami bencana longsor dan banjir bandang mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia, dan ribuan lainnya mengungsi. 

Bencana yang diduga karena adanya kerusakan lingkungan akibat deforestasi dan alih fungsi lahan, mengakibatkan hilangnya vegetasi membuat air langsung mengalir ke pemukiman tanpa penahan alami, yang menjadikan warga sebagai korban.

Putusan ini bagaikan oase di tengah gurun, yang memperlihatkan bahwa pengadilan menjalankan fungsinya sebagai penjaga terakhir (last guardian) ketika mekanisme administratif gagal melindungi lingkungan.

Dalam proses pemeriksaan di persidangan Penggugat mampu membuktikan PT SEI, PT GNI dan PT NNI telah melakukan pencemaran di Sungai Laa yang hasilnya pada parameter Warna, Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD), Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD), Klorida (Cl), Fecal Coliform dan Total Coliform seluruh telah melampaui baku mutu yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Fakta di atas coba dibantah oleh Para Tergugat, namun berkat kejelian Majelis Hakim ternyata ditemukan fakta lain yang mendukung bukti Penggugat, bahwa kerusakan lingkungan itu terkonfirmasi dengan temuan-temuan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tengah pada 12 September 2025, yang menemukan adanya kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan di area tersebut.

Akibat dari aktivitas pertambangan tersebut menimbulkan polusi berupa debu di tempat tinggal warga, mengakibatkan banyaknya masyarakat menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan penyakit kulit lainnya.

Aktivitas PT GNI di Sungai Lampi juga membuat terjadinya penyempitan, pendangkalan dan penutupan aliran sungai Lampi sehingga menimbulkan banjir pada area pemukiman warga sekitar.

Berangkat dari fakta tersebut setidaknya telah terjadi beberapa pencemaran terhadap sebagian wilayah Sungai Laa dan daerah laut pada terminal milik Para Tergugat, sehingga Majelis berkesimpulan telah terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup pada air Sungai Laa dan air laut sekitar.

Majelis Hakim dalam pertimbangannya mengedepankan prinsip pencemar membayar (polluter pays principle) sebagaimana diatur pada Pasal 2 huruf j UUPPLH. 

Sehingga setelah PT SEI, PT GNI dan PT NNI dinyatakan terbukti melakukan pencemaran lingkungan, mereka dihukum untuk melakukan pemulihan lingkungan.

Selain itu agar PT SEI, PT GNI dan PT NNI segera melakukan pemulihan, Majelis Hakim menghukum mereka untuk membayar Rp 1 juta setiap harinya apabila mereka lalai melaksanakan isi putusan sejak berkekuatan hukum terap.

Sementara itu Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur Sulawesi Tengah, dan Bupati Morowali Utara diperintahkan untuk melakukan pengawasan terhadap Pemulihan Lingkungan Hidup oleh Para Tergugat sejak putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, sampai putusan dilaksanakan sepenuhnya.

Putusan ini menjadi preseden penting dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia, khususnya terhadap industri ekstraktif. Menunjukkan bahwa pengadilan dapat menjadi penjaga kepentingan ekologis dan hak masyarakat atas lingkungan yang sehat. Serta memberikan dasar hukum bagi masyarakat sipil untuk menuntut tanggung jawab perusahaan atas kerusakan lingkungan.

Implikasi putusan tersebut bagi perusahaan tidak hanya dikenai tanggung jawab hukum, tetapi juga diwajibkan melakukan tindakan nyata berupa pemulihan lingkungan. Bagi masyarakat Putusan ini memperkuat posisi warga dan organisasi lingkungan dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Serta terhadap sistem hukum, menegaskan bahwa pengadilan dapat menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan keberlanjutan ekologis.

Penulis: Kontributor
Editor: Tim MariNews