MARINews, Semarang-Pengadilan Tinggi Jawa Tengah resmi menjatuhkan putusan banding dalam perkara praperadilan terkait tidak sahnya penetapan tersangka dan penghentian penyidikan. Putusan tersebut tertuang dalam Putusan Nomor 1/Pid.Pra/2025/PT SMG.
Perkara ini bermula dari upaya hukum banding yang diajukan pemohon terhadap putusan praperadilan tingkat pertama, yang sebelumnya menolak permohonannya.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Tinggi Praperadilan mengacu pada Pasal 83 ayat (1) KUHAP, yang menyebut bahwa tersangka, pihak ketiga yang berkepentingan, penyidik, maupun penuntut umum diperlakukan sama dalam proses hukum. Namun, pasal tersebut tidak memberikan hak untuk mengajukan banding atas putusan praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81 KUHAP.
Sementara itu, Pasal 83 ayat (2) KUHAP hanya memberikan pengecualian dalam hal penghentian penyidikan atau penuntutan yang dinyatakan tidak sah-di mana penyidik atau penuntut umum boleh mengajukan banding. Dengan demikian, menurut hakim, pasal ini tidak memberikan hak banding atas putusan praperadilan terkait penangkapan, penahanan, permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi yang dianggap tidak sah.
Pengadilan tingkat banding juga merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-IX/2011, yang menyatakan bahwa Pasal 83 ayat (2) KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mahkamah Konstitusi menilai pasal tersebut menciptakan perlakuan yang tidak setara antara tersangka/terdakwa dan aparat penegak hukum dalam hal upaya hukum banding atas putusan praperadilan.
Selain itu, hakim juga mempertimbangkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan. Dalam konsideran huruf c Perma tersebut disebutkan bahwa Putusan MK Nomor 65/PUU-IX/2011 menghapus hak banding bagi penyidik dan penuntut umum terhadap putusan praperadilan.
Putusan yang dibacakan pada Rabu, 23 Juli 2025 itu mempertegas bahwa praperadilan adalah kewenangan Pengadilan Negeri dan tidak dapat diajukan banding.
"Permintaan banding terhadap putusan praperadilan tingkat pertama yang diajukan oleh pembanding (pemohon), harus dinyatakan tidak dapat diterima," tegas Hakim Tinggi dalam putusannya.