Perdebatan mengenai hukuman mati selalu menjadi topik hangat dalam diskursus hukum dan hak asasi manusia. KUHP Nasional yang baru membawa terobosan dengan memperkenalkan konsep hukuman mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.
Artinya, seorang terpidana mati dapat diberi kesempatan menjalani masa percobaan. Jika dalam kurun waktu itu ia menunjukkan perilaku baik, maka eksekusi bisa diubah menjadi pidana penjara seumur hidup. Namun, terobosan ini juga menimbulkan tantangan baru, khususnya terkait pelaksanaan teknis di lapangan.
Hingga kini, belum ada petunjuk teknis yang jelas mengenai bagaimana masa percobaan tersebut dijalankan, siapa yang berwenang melakukan evaluasi, dan indikator apa saja yang digunakan untuk menilai perubahan perilaku terpidana. Kekosongan hukum ini dapat berimplikasi serius, mulai dari potensi penyalahgunaan wewenang hingga inkonsistensi putusan di pengadilan. Padahal, prinsip kepastian hukum mengharuskan adanya aturan yang tegas dan transparan.
Di sinilah peran Mahkamah Agung (MA) menjadi sangat strategis. Sebagai lembaga yudikatif tertinggi, MA dapat mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) sebagai pedoman teknis bagi hakim dalam menilai pelaksanaan pidana mati dengan masa percobaan. Kehadiran Perma akan membantu memastikan keseragaman penerapan hukum di seluruh Indonesia, sekaligus menjaga agar putusan hakim tetap berlandaskan asas keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.
Selain MA, pemerintah bersama kementerian terkait juga dituntut untuk segera menyusun regulasi yang mengatur teknis pengawasan, pelaporan, dan evaluasi terhadap terpidana yang menjalani percobaan pidana mati. Hal ini penting agar proses berjalan transparan, akuntabel, dan tidak menimbulkan polemik baru di tengah masyarakat.
Pada akhirnya, inovasi hukum seperti ini tidak boleh berhenti pada tataran norma, melainkan harus ditopang dengan aturan pelaksanaan yang kuat. Hanya dengan begitu, integritas pelaksanaan putusan dapat terjamin, dan tujuan utama hukum—yaitu melindungi masyarakat sekaligus memberikan kesempatan perbaikan diri bagi pelaku—bisa tercapai.