MARINews, Kandangan - Pengadilan Negeri (PN) Kandangan, yang dikenal sebagai pengadilan tertua di wilayah Hulu Sungai, mencatat capaian penting dalam penerapan keadilan restoratif melalui dua putusan perkara pidana yang diputus pada November 2025.
Kedua perkara tersebut, menunjukkan proses peradilan memprioritaskan pemulihan hubungan sosial antara pelaku dan korban, sesuai semangat PERMA Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif di Pengadilan.
Perkara Penganiayaan: Perdamaian Kekeluargaan Menjadi Pertimbangan Utama
Perkara Nomor 156/Pid.B/2025/PN Kgn melibatkan terdakwa Misnan alias Utuh Muning, yang dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap Miswardani.
Proses persidangan mengungkap bahwa kedua pihak telah mencapai perdamaian secara kekeluargaan pada (29/7/2025), termasuk pemberian ganti rugi.
Meskipun Jaksa Penuntut Umum menuntut pidana 1 tahun 2 bulan penjara, Majelis Hakim yang beranggotakan diketuai oleh Wildan Akbar Istighfar, S.H., M.H., didampingi Hakim Anggota R. Aditayoga Nugraha Bimasakti, S.H., M.H., dan Doni Akbar Alfianda, S.H., M.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota mempertimbangkan perdamaian sebagai alasan yang sangat meringankan dan akhirnya menjatuhkan pidana penjara 7 bulan.
Putusan ini, menegaskan komitmen penyelesaian konflik dan pemulihan relasi sosial antara pelaku dan korban merupakan pertimbangan penting dalam penegakan hukum pidana.
Perkara Pencurian: Faktor Ekonomi dan Sikap Memaafkan Korban
Perkara Nomor 155/Pid.B/2025/PN Kgn menghadirkan terdakwa Ahmadi, yang terbukti melakukan pencurian secara berlanjut dengan cara membongkar dinding toko milik korban.
Terdakwa mengakui perbuatannya didorong kesulitan ekonomi untuk menafkahi istri dan enam anak.
Dalam persidangan, korban Rini Binti Mahnit menyampaikan pernyataan memaafkan dan bersedia menyelesaikan perkara melalui mekanisme keadilan restoratif, tanpa menuntut ganti kerugian.
Majelis Hakim yang diketuai Yuri Adriansyah, S.H., M.H., didampingi Cep Yusup Suparman, S.H. dan R Aditayoga Nugraha Bimasakti, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota menjatuhkan pidana 6 bulan penjara sesuai tuntutan.
Namun secara eksplisit menyatakan perdamaian dan sikap memaafkan korban jadi pertimbangan utama dalam penerapan konsep keadilan restoratif pada perkara ini.
Momentum Pelaksanaan Keadilan Restoratif
Kedua putusan tersebut, menunjukkan penyelesaian perkara di PN Kandangan tidak hanya berorientasi pada penghukuman, tetapi pada keadilan restoratif, yaitu mekanisme peradilan pidana yang menempatkan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban serta pemulihan harmoni sosial sebagai tujuan utama.
Penerapan konsep ini, dalam kedua perkara tercermin dari perdamaian dan keinginan para pihak untuk mencapai penyelesaian damai, tanpa mengesampingkan akuntabilitas pelaku di depan hukum.
Pendekatan peradilan dimaksud, selaras dengan ruh budaya lokal rakat mufakat yang mengedepankan musyawarah dan penyelesaian damai, sekaligus sejalan dengan amanat PERMA Nomor 1 Tahun 2024, yakni keadilan restoratif merupakan paradigma penyelesaian perkara yang lebih manusiawi, proporsional, dan berorientasi pada pemulihan.