Bandung — Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menegaskan komitmennya dalam melindungi penegakan hukum lingkungan hidup dengan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Cibinong dalam perkara gugatan perdata yang diajukan PT Kalimantan Lestari Mandiri. Putusan tingkat banding tersebut dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum Kamis, (18/12/2025).
Perkara ini tercatat dengan Nomor 785/PDT/2025/PT BDG, dan diperiksa serta diputus oleh Majelis Hakim yang diketuai Marisi Siregar, S.H., M.H., dengan anggota Iman Gultom, S.H., M.H. dan Setia Rina, S.H., M.H..
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Tingkat Banding menerima permohonan banding secara formal, namun menguatkan sepenuhnya Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 212/Pdt.G/2025/PN Cbi tanggal 8 Oktober 2025, serta menghukum pembanding untuk membayar biaya perkara di kedua tingkat peradilan
Perkara ini bermula dari gugatan PT Kalimantan Lestari Mandiri (PT KLM) terhadap dua akademisi kehutanan, yakni Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr. dan Prof. Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si., yang sebelumnya memberikan analisa, pendapat, dan/atau keterangan ahli terkait kebakaran lahan gambut di areal perkebunan kelapa sawit PT KLM di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
Keterangan para ahli tersebut digunakan sebagai alat bukti dalam perkara lingkungan hidup yang diajukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (kini Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup) terhadap PT KLM, yang telah diputus dan berkekuatan hukum tetap hingga tingkat peninjauan kembali.
Merasa dirugikan, PT KLM kemudian mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Cibinong dengan dalil perbuatan melawan hukum. Namun pada tingkat pertama, PN Cibinong mengabulkan eksepsi para tergugat dan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
Tidak puas, PT KLM mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim PT Bandung menilai bahwa putusan PN Cibinong telah tepat dan sesuai hukum. Para hakim menegaskan bahwa tindakan para tergugat sebagai ahli dilakukan dalam rangka memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat/Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP).
Majelis Hakim secara eksplisit merujuk Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang memberikan imunitas hukum bagi setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup.
Pada pokoknya Hakim Ketua menyatakan dalam pertimbangannya bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata, dan apa yang dilakukan para Tergugat adalah tindakan yang benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Majelis Hakim menilai bahwa alasan-alasan banding yang diajukan pembanding tidak mengandung hal baru yang dapat membatalkan putusan tingkat pertama. Oleh karena itu, memori banding dinyatakan patut untuk dikesampingkan.
Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut, Pengadilan Tinggi Bandung pada pokoknya menguatkan putusan PN Cibinong dan menghukum PT Kalimantan Lestari Mandiri untuk membayar biaya perkara pada tingkat banding sebesar Rp150.000.
Putusan tersebut sekaligus menegaskan posisi pengadilan sebagai benteng terakhir perlindungan bagi para akademisi, ahli, dan pejuang lingkungan hidup dari tuntutan pidana maupun gugatan perdata yang berpotensi membungkam suara kritis dalam penegakan hukum lingkungan.
Putusan ini menjadi pesan kuat bahwa peradilan tidak boleh tunduk pada tekanan kepentingan ekonomi yang mengorbankan keberlanjutan dan kelangsungan lingkungan hidup. Hakim dituntut tidak hanya profesional dan independen, tetapi juga memiliki keberanian moral untuk menjunjung asas pro natura yang bermakna bahwa dalam setiap perkara lingkungan hidup, keberpihakan pada kelestarian alam dan generasi mendatang harus menjadi pertimbangan utama.
Melalui putusan ini, Pengadilan Tinggi Bandung menegaskan bahwa hukum lingkungan bukan sekadar instrumen normatif, melainkan wujud nyata komitmen peradilan dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan, keadilan, dan keberlanjutan hidup manusia beserta lingkungan.
