MARINews, Singapura-ASEAN-IFCE kembali menggelar 12th ASEAN-IFCE Resource Network Roundtable secara daring pada Senin (26/5). Kegiatan tersebut, rutin dilaksanakan sejak 2021 oleh ASEAN-IFCE dengan topik yang berbeda-beda.
Dalam kegiatan roundtable discussion, perwakilan dari berbagai negara ASEAN berkumpul untuk saling mempelajari dan membahas penerapan kerangka kerja internasional untuk peradilan unggul (International Framework for Court Excellence/IFCE). Tak hanya itu, perkembangan terbaru mengenai administrasi pengadilan turut menjadi topik bahasan dalam diskusi.
Hadir mewakili Indonesia yaitu Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Palembang sekaligus sebagai Executive Committee of ICCE, Edward T. H. Simarmata, S.H., L.L.M., M.T.L., Hakim Pengadilan Negeri Tual, Jeffry Pratama, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Fakfak, Ganjar Prima Anggara, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Bobong, Adhlan Fadhila Ahmad, S.H., dan Hakim Pengadilan Negeri Sawahlunto, Nadia Yurisa Adila, S.H., M.H.
Tak hanya Indonesia, pengadilan dari sejumlah negara ASEAN yaitu, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Filipina turut hadir mengikuti kegiatan 12th ASEAN-IFCE Resource Network Roundtable yang digelar mulai pukul 09.00 WIB tersebut.
Kegiatan diskusi dimulai dengan agenda pertama yaitu, Progress of IFCE Implementation. Selanjutnya, diskusi bergulir dengan topik Risk Management (Manajemen Risiko) yang dipresentasikan oleh Hon. Raul B. Villanueva dari Office of The Court Administrator, Supreme Court of the Philippines. Sedangkan pemaparan materi Manajemen Risiko perwakilan Indonesia dipresentasikan oleh Jeffry Pratama, S.H., dan tim.
Kegiatan diskusi kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dari para peserta kepada narasumber lalu diakhiri dengan pembahasan mengenai ICCE Executive Committee Updates.
Sekilas Mengenai ASEAN-IFCE
ASEAN-IFCE Network dibentuk berdasarkan Deklarasi Hanoi pada pertemuan CACJ (Council of Asean Chief Justices Meeting) kedelapan secara daring, dalam rangka membangun pemahaman mengenai peradilan unggul di ASEAN.
Deklarasi Hanoi tersebut, ditandatangani pada 5 November 2020 oleh para pimpinan dari sepuluh Mahkamah Agung se-ASEAN, yaitu Prof. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H., selaku Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Steven Chong Wan Oon selaku Ketua Mahkamah Agung Brunei, H.E. You Ottara selaku Vice-President of The Supreme Court, Perwakilan Mahkamah Agung Kamboja, H.E. Bounkhouang Thavisack selaku Vice-President of the People’s Supreme Court, Perwakilan Mahkamah Agung Laos, Tun Tengku Maimun binti Tuan Mat selaku Ketua Mahkamah Agung Federal Malaysia, Htun Htun Oo selaku Ketua Mahkamah Agung Myanmar, Diosdado Madarang Peralta selaku Ketua Mahkamah Agung Republik Filipina, H.E. Lee Seiu Kin selaku Perwakilan Ketua Mahkamah Agung Republik Singapura, Metinee Chalodhorn selaku Presiden Mahkamah Agung Kerajaan Thailand dan Nguyen Hoa Binh selaku Ketua Mahkamah Agung Vietnam.
CACJ merupakan forum bagi lembaga peradilan ASEAN untuk membangun hubungan yang lebih erat, bertukar pengetahuan, dan membahas isu-isu umum yang menjadi perhatian bersama.
Dilansir dari laman Mahkamah Agung Indonesia, CACJ dibentuk oleh para Ketua Mahkamah Agung se-ASEAN pada 23 Agustus 2013 di Singapura yang kemudian secara resmi terafiliasi dengan Association of South East Asian Nations (ASEAN).
Apa itu IFCE?
IFCE merupakan International Framework for Court Excellence atau Kerangka Kerja Internasional untuk Peradilan Unggul yang lahir dari Konsorsium Internasional untuk Peradilan Unggul (The International Consortium for Court Excellence/ICCE).
IFCE adalah sistem manajemen mutu bagi pengadilan, yang dirancang untuk menilai dan meningkatkan kinerja pengadilan melalui pendekatan holistik dan memberikan panduan bagi pengadilan untuk meningkatkan kinerja secara berkelanjutan.
Dikutip dari Dokumen Kerangka Kerja Internasional untuk Peradilan Unggul (IFCE) Edisi Ketiga, Mei 2020, Konsorsium Internasional atau ICCE dibentuk pada 2007 oleh para pendiri yang mempunyai keahlian di bidang administrasi pengadilan dan peradilan.
Organisasi anggota pendiri tersebut antara lain Australaian Institute of Judicial Administration, The Federal Judicial Center United States, The National Center for State Courts United States dan The State Courts of Singapore.
Konsorsium Internasional bertujuan untuk mengembangkan kerangka kerja dari nilai-nilai, konsep dan alat untuk pengadilan dan quasi pengadilan, dengan tujuan akhir meningkatkan kualitas keadilan dan administrasi peradilan melalui tujuh Areas of Court Excellence yang digunakan dalam implementasi IFCE. IFCE memuat sebuah metodologi untuk membangun kinerja pengadilan berdasarkan nilai-nilai dasar pengadilan dan peerapan nilai terhadap setiap area kegiatan pengadilan.
Adapun tujuh Areas of Court Excellence yang dimaksud yakni, Kepemimpinan Pengadilan (Court Leadership), Manajemen Pengadilan yang Strategis (Strategic Court Management), Sumber Daya Kerja Pengadilan (Court Workforce), Infrastruktur, Persidangan dan Proses Pengadilan (Court Infrastructure, Proceedings, and Processes), Partisipasi Pengguna Pengadilan (Court User Engagement), Layanan Pengadilan yang Terjangkau dan Mudah Diakses (Affordable and Accessible Court Services) dan Keyakinan dan Kepercayaan Publik (Public Trust and Confidence).
Sejumlah pengadilan di Indonesia telah terdaftar sebagai Implementing Member of ICCE.
Suatu pengadilan dapat ditetapkan sebagai anggota Konsorsium Internasional (ICCE) apabila suatu pengadilan telah melakukan penilaian mandiri (self-assessment) yang diukur berdasarkan tujuh area dalam IFCE tersebut. Apabila memenuhi kriteria minimum yang ditentukan, dengan rentang nilai 800-1000, maka pengadilan dapat tergabung ke dalam konsorsium internasional sebagai Implementing Member of ICCE.
Sejumlah pengadilan di Indonesia telah terdaftar sebagai Implementing Member of ICCE yaitu, Pengadilan Negeri Paringin, Pengadilan Negeri Calang, Pengadilan Negeri Kediri, Pengadilan Agama Palu, Pengadilan Negeri Klaten, Pengadilan Negeri Ungaran, dan lain-lain.
Dengan adanya IFCE, pengadilan didorong untuk memedomani IFCE sebagai panduan dalam rangka mengembangkan badan peradilan menjadi suatu pengadilan yang unggul. Mengingat, IFCE dibangun dari seperangkat nilai-nilai dasar yang meliputi keadilan, imparsialitas, independensi, integritas, aksesibilitas, dan ketepatan waktu yang merupakan kunci keberhasilan fungsi pengadilan.
Dalam menerapkan IFCE, nilai-nilai dasar tersebut harus tercermin dalam pendekatan pengadilan untuk masing-masing area IFCE dengan melalui proses penilaian dan perbaikan khusus pada area yang perlu dilakukan peningkatan. Penting bagi pengadilan untuk tidak hanya menerapkan nilai-nilai yang meningkatkan kinerja pengadilan, tetapi juga memastikan agar nilai-nilai peradilan tersebut tercermin dalam proses dan praktik peradilan.