Tegas! MA Kecam Kegaduhan di Sidang PN Jakarta Utara, Tidak Ada Toleransi bagi Pelakunya

MA mengecam keras kericuhan yang terjadi dalam persidangan karena tindakan tersebut dinilai tidak pantas dan tidak tertib.
Jubir MA Prof Yanto (kiri) menanggapi insiden kegaduhan persidangan di PN Jakarta Utara pada 6 Februari 2025. Foto: dokumentasi MA
Jubir MA Prof Yanto (kiri) menanggapi insiden kegaduhan persidangan di PN Jakarta Utara pada 6 Februari 2025. Foto: dokumentasi MA

MARINews, Jakarta-Mahkamah Agung (MA) dalam konferensi pers menanggapi insiden kegaduhan yang terjadi dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pada 6 Februari 2025.

Insiden tersebut mencuat ke publik melalui berbagai pemberitaan di media massa dan rekaman video yang beredar. Menyikapi hal ini, MA menegaskan sejumlah sikap tegas terkait kejadian tersebut.

MA mengecam keras kericuhan yang terjadi dalam persidangan karena tindakan tersebut dinilai tidak pantas dan tidak tertib. Lebih lanjut, MA menyatakan, peristiwa itu dapat dikategorikan sebagai tindakan merendahkan dan melecehkan marwah pengadilan atau contempt of court.

“MA tidak mentoleransi tindakan tersebut, siapa pun pelakunya harus bertanggung jawab sesuai ketentuan hukum yang berlaku, baik secara pidana maupun etik,” demikian pernyataan resmi MA yang disampaikan oleh Prof Yanto selaku Juru Bicara Mahkamah Agung

Melanjuti hal tersebut, MA memerintahkan kepada Ketua PN Jakarta Utara untuk melaporkan kejadian tersebut kepada aparat penegak hukum. Selain itu, oknum advokat yang diduga terlibat juga akan dilaporkan ke organisasi advokat yang menaunginya dengan permintaan untuk menindak tegas pelanggaran etik yang dilakukan.

Dukungan terhadap Otoritas Hakim dalam Persidangan 

Terkait sikap dari majelis hakim PN Jakarta Utara yang menyatakan sidang tertutup untuk umum dalam pemeriksaan saksi, MA menegaskan, keputusan tersebut merupakan otoritas hakim yang dijamin penuh oleh hukum acara pidana.

Dalam hal ini, majelis hakim menilai, materi persidangan bersinggungan dengan kesusilaan, sehingga diputuskan sidang dilakukan secara tertutup berdasarkan Pasal 152 ayat (2) jo. Pasal 218 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk memberikan perlindungan dan penghormatan atas harkat dan martabat kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi dalam perkara tertentu.

Lebih lanjut, MA menegaskan, hakim mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari suatu perkara telah diatur secara limitatif dalam Pasal 17 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 157 KUHAP. Oleh karena itu, apabila tidak terdapat alasan sebagaimana yang disyaratkan dalam ketentuan tersebut, hakim tidak perlu mengundurkan diri dari suatu perkara.

Dalam rangka memastikan ketertiban persidangan, MA mengingatkan bahwa berdasarkan Pasal 3 jo. Pasal 6 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan, Ketua Majelis Hakim memiliki kewenangan untuk memimpin dan mengendalikan jalannya persidangan. Jika ada pihak yang menimbulkan kegaduhan, Ketua Majelis Hakim dapat memerintahkan agar pihak-pihak tersebut dikeluarkan dari ruang sidang.

Demi Menjaga Marwah dan Wibawa Pengadilan

Dalam poin terakhirnya Juru Bicara MA menyatakan bahwa kedepan, MA berharap agar kejadian serupa tidak terulang demi menjaga marwah dan wibawa pengadilan di Indonesia. MA juga menekankan pentingnya menjaga kehormatan dan kewibawaan hakim dalam menjalankan tugas menegakkan hukum dan keadilan yang dijamin oleh konstitusi.