MARINews, Sumenep-Sumenep merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur. Letaknya berjarak 165 km atau 3,5 jam perjalanan darat dari Kota Surabaya.
Meskipun jauh dari pusat pemerintahan Provinsi Jawa Timur, namun banyak jejak historis peradaban prakemerdekaan dan warisan budaya yang dapat dipelajari serta diambil hikmahnya bagi generasi penerus bangsa. Oleh karena itulah, bagi para pecinta sejarah dan wisata edukasi, Kabupaten Sumenep salah satu destinasi yang wajib dikunjungi untuk memperkaya pengetahuan.
Akses menuju Kabupaten Sumenep tidaklah sulit, di mana dapat menggunakan transportasi umum yang melimpah dan terjangkau dari Kota Surabaya. Selain itu, pengunjung akan disajikan pemandangan indah selama perjalanan menuju Kabupaten Sumenep karena menyusuri pantai selatan Pulau Madura, sembari melihat aktivitas warga menjadi nelayan, petani tembakau, dan garam.
Salah satu destinasi yang wajib dikunjungi wisatawan saat berada di Kabupaten Sumenep adalah Masjid Jamik Sumenep. Masjid ini, didirikan pada 1779 sampai 1787 Masehi oleh Pangeran Natakusuma I atau bergelar Panembahan Somala yang merupakan Penguasa Negeri Sungenep ke XXXI (nama Kabupaten Sumenep terdahulu). Pangeran Natakusuma I merupakan sosok pemimpin yang dikenal arif, bijaksana dan taat pada ajaran agama.
Roda pemerintahan di wilayah negeri Sungenep pada saat itu, tidak hanya berdasarkan pada nilai-nilai aristokrat, akan tetapi juga memperhatikan norma agama Islam sebagai merupakan kepercayaan yang dianut masyarakat negeri Sungenep.
Sehingga pembangunan Masjid Jamik Sumenep merupakan kesatuan dari Keraton Sumenep. Masjid Jamik Sumenep posisinya tidak jauh dari komplek Keraton Sumenep, hanya berjarak sekitar 600 meter. Selain itu, letaknya berada tepat di depan alun-alun atau pusat aktivitas warga Kabupaten Sumenep. Sehingga, memperteguh keberadaannya sebagai salah satu ikon Kabupaten Sumenep. Masjid Masjid Jamik Sumenep saat ini akan berusia 245 tahun dan merupakan salah satu dari 10 masjid tertua di Nusantara.
Arsitekturnya merupakan perpaduan dari beragam budaya seperti Cina, Arab, Eropa, Jawa dan Madura. Masjid Jamik Sumenep dirancang arsitektur berdarah Tionghoa bernama Lauw Piango.Eksekusi pembangunan berdasarkan kerja sama Keraton Sumenep dengan masyarakat yang tinggal di sekitar areal keraton.
Sebelum memasuki areal Masjid Jamik Sumenep, pengunjung akan disuguhi gapura berornamen Cina dengan perpaduan warna putih, kuning dan sedikit hijau yang memberikan kesan artistik serta megah. Gapura berasal dari kata ghafura yang dalam bahasa Arab artinya tempat pengampunan.
Menariknya, bagian sisi kanan dan kiri gapura Masjid Jamik Sumenep, terdapat wasiat dari Pangeran Natakusuma I, yang pada pokoknya menerangkan bahwa pembangunan Masjid Jamik Sumenep adalah wakaf di jalan Allah SWT (sabilillah) dalam rangka melaksanakan kebaikan dan memelihara ketaatan pada perintah agama.
Itulah sebabnya, seandainya penggunaan masjid disalahgunakan, maka para pemimpin dan masyarakat Sumenep, bakal meluruskannya. Karena sesungguhnya, Masjid Jamik Sumenep merupakan wakaf, tidak diwariskan, dan diperjualbelikan.
Wasiat dari Pangeran Natakusuma I mempertegas keberadaan Masjid Jamik Sumenep sebagai bagian untuk menegakan kebenaran dan kebajikan di wilayah tersebut, selain sebagai tempat peribadatan masyarakat yang beragama Islam.

Perpaduan ragam budaya juga terasa kental pada bagian dalam masjid. Di mana, memiliki atap bertumpuk atau tajug yang merupakan corak dari kebudayaan Jawa atau Madura. Di dalam Masjid Jamik Sumenep memiliki 13 pilar besar yang desainnya bernuansakan Eropa. Demikian juga terdapat ukiran berornamen Cina pada pintu masjid, sehingga memperkaya akulturasi kebudayaan. Selain itu, terdapat dua tempat khotbah yang indah dan salah satunya memiliki pedang dari Irak, Timur Tengah.
Perpaduan keindahan arsitektur dan nilai historis yang melandasi pembangunan Masjid Jamik Sumenep menjadi nilai berharga, khususnya bagi para penikmat sejarah atau wisatawan religi di Indonesia. Kehadiran Masjid Jamik Sumenep memperkokoh makna Kabupaten Sumenep sebagai The Soul Of Madura.