Di tengah kehidupan modern yang dipenuhi tekanan dan kegelisahan jiwa, banyak orang mendambakan kedamaian dalam hati. Untuk mencapainya, manusia pun menempuh berbagai jalan dan mencoba beragam cara demi menemukan ketenangan pikiran dan kestabilan jiwa.
Kita kerap terjebak dalam pusaran keinginan yang tak kunjung usai. Entah itu keinginan akan materi, pangkat, jabatan, status sosial, sekedar validasi dari orang lain, atau bahkan kebahagiaan yang bukan berasal dari diri sendiri-semuanya menumpuk, hingga tanpa sadar membuat batin terasa sesak.
Pierre Hadot mengatakan, "Filsafat mengajarkan kita hidup bersahaja, agar jiwa tak tenggelam dalam nafsu yang tak terbatas." Banyak penderitaan manusia modern tidak berasal dari kekurangan nyata, melainkan dari keinginan yang berlebihan. Ia tidak menyalahkan keinginan itu sendiri, namun mengingatkan, bila keinginan tumbuh tanpa kendali, jiwa kita bisa limbung, seperti kapal sarat muatan yang terancam karam.
Dalam pandangannya, kesederhanaan bukanlah sinonim dari kemiskinan atau ketiadaan hasrat. Kesederhanaan adalah kesiapan batin untuk merasa cukup, dibarengi dengan kemampuan untuk bersyukur atas apa yang telah dimiliki. Kesederhanaan memberi ruang bagi jiwa untuk bernapas, memberi tempat bagi ketenangan dan kehadiran utuh dalam momen yang sedang kita jalani.
Tujuan utama filsafat adalah mencapai kebijaksanaan dan ketenteraman batin. Dan untuk mencapainya, manusia perlu membebaskan diri dari hasrat yang terus membara. Dengan terus menerus melatih jiwa kita untuk membersihkan diri dari kebisingan dan godaan dunia yang melelahkan.
Dalam Islam, konsep ketenangan jiwa atau "sakinah" merupakan hal yang sangat penting. Sakinah berarti ketenangan, ketentraman, dan kedamaian yang bersumber dari dalam diri. Ketenangan jiwa ini tidak hanya terkait dengan kondisi emosional, tetapi juga spiritual dan mental.
Dalam agama Hindu, kebijaksanaan (prajna) dan ketenangan batin (shanti) merupakan konsep yang saling terkait dan sangat penting dalam mencapai keselamatan (moksa). Kebijaksanaan membantu individu untuk memahami kebenaran, sementara ketenangan batin diperoleh melalui pengendalian diri dan pengabdian kepada Tuhan, serta dengan menjauhi keinginan dan kebencian.
Keinginan yang tak terkendali sering kali membelenggu kita. Ketika selalu ingin lebih, lebih kaya, lebih diakui, lebih sempurna, kita akan cenderung menjadi budak dari pencapaian yang tidak pernah selesai. Lalu filsafat mengajak kita untuk merenung: “Untuk apa semua ini jika ujung-ujungnya hanya membuat kita cemas dan lelah?”
Dengan memilih hidup sederhana, kita mulai belajar membebaskan diri dari tekanan dan ekspektasi. Tentunya kita memahami, tidak semua keinginan harus dipenuhi, namun hanya memiliki yang benar-benar kita butuhkan, selebihnya belajar melepaskan. Di sanalah letak kebebasan sejati itu berada.
Hadot mengajarkan, filsafat seharusnya menjadi cara hidup bagi siapa pun yang ingin hidup lebih bermakna. Dengan melatih kesadaran diri, mengendalikan keinginan, dan menjalani hidup berdasarkan nilai-nilai yang mendalam. Dalam praktik sehari-hari, kita bisa praktikan dengan bersyukur atas hal-hal kecil yang sering kali kita lupakan, mensyukuri nikmat makanan yang tersedia di hadapan kita, mensyukuri nikmat sehat, mensyukuri damainya negeri, tidak berlebihan dalam konsumsi, serta mampu menerima kenyataan dengan lapang dada. Filsafat hadir dalam tindakan sederhana, namun maknanya mendalam.
Bagi Hadot sendiri, kesederhanaan bukan tanda kelemahan, tetapi lambang kekuatan. Ketika seseorang bisa berkata, "Aku cukup," itu menunjukkan bahwa ia telah menguasai dirinya, bukan menyerah pada keadaan. Ini adalah kemenangan yang paling hakiki—kemenangan atas diri sendiri.
Seringkali kita memaknai bahwa keberhasilan adalah tentang memiliki lebih banyak. Namun Hadot justru membalik pandangan itu, keberhasilan sejati terletak pada kemampuan menjalani hidup dengan ringan, tanpa terbebani oleh keinginan yang tak bertepi. Justru dari sinilah muncul rasa damai dan kebahagiaan yang mendalam.
Ketika kita menerapkan prinsip kesederhanaan dalam hidup, kita jadi lebih mampu memusatkan perhatian pada hal-hal yang benar-benar penting: hubungan dengan sesama, koneksi dengan alam, pertumbuhan pribadi, serta kehadiran penuh dalam setiap momen. Hadot mengingatkan bahwa kita tidak perlu memiliki segalanya untuk merasa cukup. Bahagia sejati telah ada dalam diri, tinggal menunggu untuk disadari.
Yang perlu kita lakukan hanyalah menyelami ke dalam diri sendiri dan memahami bahwa hidup sederhana bukanlah bentuk kehilangan, melainkan sebuah pembebasan. Dan dari situlah makna dan ketenangan sejati akan muncul.