Hakim Muda Membantu Penyelesaian Perkara di Pengadilan yang Sibuk: Mungkinkah?

921 Analis Perkara Peradilan/Calon Hakim, kini bersiap mengisi pos Hakim baru di lingkungan peradilan umum. Mereka dikukuhkan, pada 12 Juni 2025 dan akan menyebar di berbagai pengadilan negeri kelas II, di seluruh wilayah Indonesia.
Dokumentasi sampul Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2016
Dokumentasi sampul Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2016

Tulisan ini dimaksudkan untuk menyambung tulisan-tulisan Hakim Sunoto berjudul Krisis Beban Kerja Hakim Tipikor dan Pengadilan Tipikor Jakarta, Antara Beban Kerja vs Efektivitas Penegakan Hukum, yang telah terbit di laman Dandapala.com pada Sabtu, (17/5) dan Selasa, (3/6).

Tulisan ini, tidak menyoroti pentingnya kesejahteraan bagi Hakim Karier dan Ad Hoc Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus, karena hal tersebut, suatu keniscayaan yang sangat layak didapatkan para hakim, dengan beban kerja sangat padat dan melelahkan. 

Dalam sudut pandang lain, tulisan ini menyoroti pernyataan Hakim Sunoto mengenai jumlah hakim yang sangat minim, di tengah penyelesaian perkara di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus yang begitu kompleks.

Dalam tulisannya, Hakim Sunoto menyebutkan, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tengah menghadapi dilema serius, yang mengancam efektivitas penegakan hukum antikorupsi di Indonesia. Dirinya menyebutkan suatu frase baru dalam dunia peradilan, tsunami perkara.

Dengan komposisi 18 hakim yang akan bertambah menjadi 23 hakim, beban kerja per hakim tetap sangat tinggi, mengingat kompleksitas masing-masing perkara yang melibatkan ratusan saksi, ribuan dokumen, dan analisis hukum yang mendalam. Karenanya, beban kerja di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus, membuat persidangan berlangsung hingga larut malam. Rata-rata berakhir, pukul 21.00 WIB hingga 22.00 WIB.

Beban perkara di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus yang sangat tinggi, adalah suatu fakta yang tidak terbantahkan. Tidak hanya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, di luar Jawa misalnya, di Pengadilan Negeri Medan, tercatat sudah lebih dari 2.150 perkara, baik pidana dan perdata yang masuk dalam periode Januari-Juni 2025 dengan komposisi hakim sebanyak 31 orang. Di Pengadilan Negeri Surabaya, juga menunjukkan fakta sama, sejak Januari-Juni 2025, tercatat saat ini sedang ditangani 1.278 perkara pidana, dan 618 perkara perdata gugatan dengan komposisi hakim sedikit lebih banyak dari PN Medan, yakni 41 orang hakim karier. 

Gelombang Besar Hakim Baru

Sekitar 921 Analis Perkara Peradilan/Calon Hakim, kini bersiap mengisi pos hakim baru di lingkungan peradilan umum. Mereka dikukuhkan pada 12 Juni 2025 dan akan menyebar di berbagai pengadilan negeri kelas II, di seluruh wilayah Indonesia. Dalam tata urutan angkatan, mereka disebut sebagai Hakim Angkatan IX Mahkamah Agung.

Tidak hanya itu, disaat sama, kurang lebih 900 orang Hakim Angkatan VIII Mahkamah Agung (hasil seleksi Calon Hakim Tahun 2017 dan kini telah bertugas sebagai hakim selama lebih dari 5 tahun), juga akan mengalami pergeseran, yang menurut SK KMA No. 48/2017 tentang Pola Promosi dan Mutasi Hakim Pada Empat Lingkungan Peradilan, sebagian besarnya dimutasi kembali, menempati jabatan hakim di Pengadilan Negeri Kelas II. 

Pertemuan Hakim Angkatan VIII dan IX Mahkamah Agung, sebagian besar di Pengadilan Negeri Kelas II, mengandung suatu konsekuensi. Di mana, sebagian Pengadilan Negeri Kelas II nantinya, akan penuh sesak dengan hakim dua angkatan tersebut. Padahal, sebagian besar Pengadilan Negeri Kelas II, merupakan pengadilan dengan beban perkara relatif sedikit.

Realitas tersebut, bilamana dihubungkan, pernyataan tersirat Hakim Sunoto dalam tulisannya, bahwa saat ini jumlah hakim yang ada, tidak ideal untuk memenuhi kebutuhan penanganan perkara di Pengadilan Negeri yang sibuk (Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus dan Pengadilan Negeri Kelas IA), menjadi sangat relevan untuk dimitigasi. 

Secara faktual, tidak bisa dipungkiri Pengadilan Negeri yang sibuk tersebut, selain berwenang menangani perkara tipikor dan perkara perdata khusus, juga sering dibanjiri perkara-perkara relatif mudah pembuktiannya dan tidak terlalu kompleks, seperti penganiayaan, pencurian, penadahan, perjudian, dan sejenisnya yang termasuk dalam kategori perkara pidana biasa. 

Dengan kondisi demikian, menjadi salah satu opsi pertimbangan bahwa Hakim Muda dengan masa kerja yang belum memenuhi syarat untuk ditempatkan di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus dan Pengadilan Negeri Kelas IA, dapat diberikan ruang dan kesempatan untuk mengabdi di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus dan Pengadilan Negeri Kelas IA, tanpa harus menunggu pangkat, golongan, dan masa kerja sebagaimana tertuang dalam SK KMA No. 48/2017 yang mensyaratkan masa kerja hakim minimal 16 (enam belas) tahun.

Hakim muda yang ditempatkan dan diperbantukan pada Pengadilan Negeri, dengan beban perkara yang tinggi dapat menjadi bagian dari upaya Mahkamah Agung memberikan ruang lebih, bagi hadirnya keadilan lebih substantif, mengurangi beban perkara bagi setiap hakim, dan memberikan kesempatan dan pengalaman yang lebih kepada hakim-hakim muda. 

Tanpa bermaksud membeda-bedakan perkara, kehadiran hakim muda yang diperbantukan tersebut, dapat dioptimalkan menyelesaikan perkara-perkara yang mudah pembuktiannya dan relatif tidak terlalu kompleks. Seperti penganiayaan, pencurian, penadahan, perjudian, dan sejenisnya. Dengan hadirnya hakim muda, maka hakim-hakim senior dapat difokuskan menangani perkara-perkara pidana umum yang kompleks atau perkara khusus seperti tipikor, kepailitan, hubungan industrial, dan lain sebagainya.

Dalam tataran konseptual, kami mengusulkan :

- Hakim dengan masa kerja hakim paling sedikit sembilan tahun, mulai dari Hakim Angkatan VII Mahkamah Agung ke atas, sudah dapat dipertimbangkan untuk mengisi pos-pos hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA dan IA Khusus, tanpa harus menunggu masa kerja 16 tahun sebagaimana dipersyaratkan oleh SK KMA No 48/2017. 

- Hakim Angkatan VIII dengan masa kerja saat ini, selama lima tahun, dapat dipertimbangkan sebagian besar mengisi pos-pos hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IB (baik di Jawa maupun di luar Jawa) atau pada Pengadilan Negeri Kelas II dengan beban perkara diatas 500. Bagi mereka yang berkinerja unggul, bisa saja mulai ditugaskan ke PN Kelas IA, sebagai bagian dari strategi pembinaan dan kaderisasi, tetapi tetap memperhatikan penanganan perkara-perkara yang beban pembuktiannya relatif mudah.

Urgensi Revisi SK KMA No.48/2017

Gagasan konseptual di atas, tidak dapat diwujudkan, tanpa merevisi regulasi induk. SK KMA No. 48/KMA/SK/II/2017, perlu ditinjau ulang agar lebih adaptif terhadap dinamika kebutuhan pengadilan dan pemerataan sumber daya hakim. Revisi tersebut, perlu membuka ruang bagi pengaturan penugasan fungsional atau penempatan khusus, bagi hakim muda yang memiliki kompeten, berintegritas, dan berdedikasi tinggi.

Dengan pola seperti ini, Mahkamah Agung dapat menyelesaikan dua tantangan sekaligus. Pertama, mengurai ketimpangan distribusi hakim dan kedua, mempercepat pembinaan dan kaderisasi di kalangan hakim muda. Kita berharap, promosi dan mutasi hakim ke depan, tidak hanya berbasis masa kerja dan kepangkatan, tetapi lebih mengedepankan kinerja, integritas, dan kebutuhan riil pengadilan.

Hakim Muda: Ruang Pengabdian yang Luas

Frase hakim muda, sebagaimana kami utarakan di atas, bukan hanya merefer kepada Hakim Angkatan VIII Mahkamah Agung saja, sebagai hakim yang paling junior saat ini. Melainkan juga hakim-hakim dengan masa tugas di bawah 16 tahun, yang sekiranya perlu diberikan ruang untuk itu.

Sudah menjadi kodrat profesi hakim, setiap langkah pengabdian ditapaki bukan dengan kemewahan, tetapi dengan kesunyian kerja, keteguhan hati, dan kesiapan menghadapi tekanan. Di tengah medan tugas yang semakin menantang, perlu adanya suatu percepatan dan peningkatan kualitas hakim muda untuk menghadapi tantangan zaman.

Di balik usia pengabdian yang masih belia, para hakim muda telah menyerap banyak pelajaran langsung dari ruang sidang yang tidak pernah sepi perkara. Hakim muda, tentu saja tidak sekadar membaca teori, tetapi sudah merasakan getirnya memutus perkara dengan rasa keadilan yang harus dijaga utuh.

Dengan demikian, ruang pengabdian yang luas bagi para hakim muda adalah suatu keniscayaan, yang harus disambut Mahkamah Agung dengan penuh suka cita. Tentu saja, tidak ada yang lebih membahagiakan bagi hakim muda, selain diberi kepercayaan turut menyumbang tenaga dan pikiran di pengadilan yang membutuhkan.

Kami berharap, angka masa kerja, bukanlah menjadi satu-satunya penentu kualitas dan penempatan kerja sebagai Hakim. Adagium lama yang cukup relevan untuk hal ini yakni Karena tidak semua yang sudah lama otomatis matang, dan tidak semua yang baru otomatis mentah.

Kami percaya profesionalisme, bukan soal usia pengabdian, tetapi soal sikap terhadap tugas. Hakim muda hadir, untuk membuktikan generasi hakim baru juga bisa menjadi pilar keadilan yang tangguh, di tempat yang paling sibuk sekalipun. Tulisan ini, tidak bermaksud untuk menegasikan seluruh upaya Mahkamah Agung dalam mengupayakan solusi terbaik dalam distribusi hakim, yang selama ini telah dijalankan dengan sangat progresif oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum.

Semoga tulisan ini, dapat membuka diskursus baru dalam misi pencarian konsep distribusi hakim yang lebih ideal dan berkeadilan pada masa yang akan datang.

 

Penulis: Iqbal Lazuardi dan Andi Aulia Rahman

Penulis: Iqbal Lazuardi
Editor: Tim MariNews
Copy