Persidangan Live dan Makna Persidangan Terbuka untuk Umum

Pembatasan penyiaran persidangan secara live bukanlah pembatasan terhadap pengunjung ataupun masyarakat untuk mendapatkan akses ke persidangan melainkan lebih kepada menjaga marwah dan ketertiban jalannya persidangan pengadilan itu sendiri.
Ilustrasi-Salah satu media nasional menayangkan poster bakal menyiarkan secara langsung sebuah kasus. Foto kompas.com
Ilustrasi-Salah satu media nasional menayangkan poster bakal menyiarkan secara langsung sebuah kasus. Foto kompas.com

Dalam dunia peradilan, Mahkamah Agung telah mengeluarkan peraturan terkait dengan keterbukaan informasi publik yakni Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik di Pengadilan.

SK tersebut di dalamnya memuat beberapa kategori informasi yakni antara lain informasi yang wajib diumumkan secara berkala, informasi yang wajib tersedia yang setiap saat dapat diakses oleh publik, dan informasi yang dikecualikan/dirahasiakan. Namun peraturan tersebut, tentunya tidak dapat digunakan apabila berkaitan dengan persidangan di dalam ruang sidang pengadilan.

Persidangan tentunya diatur melalui hukum acara sendiri yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti halnya perkara pidana yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana atau lebih dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ini juga bertujuan agar suatu persidangan dapat berjalan secara tertib dan dijaga kesakralan serta marwahnya. 

Pada era saat ini, sidang terbuka untuk umum juga dapat dilakukan peliputan secara langsung, terbukti dengan adanya beberapa perkara yang dilakukan peliputan secara langsung seperti sidang kopi sianida dengan Terdakwa Jessica, sidang pembunuhan dan perintangan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, dan beberapa sidang lainnya terutama dalam perkara tindak pidana korupsi.

Beberapa waktu lalu, kita juga dihebohkan dengan kerusuhan persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan Terdakwa Razman Arif Nasution. Di mana, Razman meminta agar persidangan dapat dilakukan secara terbuka untuk umum. Bahkan, dapat dilaksanakan secara live untuk masyarakat. Padahal, Majelis Hakim telah memberikan alasan dan berketetapan bahwa, perkara tersebut bermuatan asusila dan hal itu sesuai dengan Pasal 153 ayat (3) KUHAP.

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah sidang yang terbuka untuk umum boleh disiarkan secara live atau diliput sebagai informasi? Dan apakah ada permasalahan ketika suatu persidangan terbuka untuk umum disiarkan secara live? Serta, apakah makna sebenarnya dari persidangan yang terbuka untuk umum?.

Pada dasarnya persidangan yang terbuka untuk umum dapat disiarkan secara live atau diliput guna kepentingan informasi. Akan tetapi dengan ketentuan, harus mendapatkan izin dari hakim/Ketua Majelis Hakim sebagaimana dalam Pasal 4 ayat (6) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan yang menyatakan ”Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin hakim/Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan”.

Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa sidang yang terbuka untuk umum senyatanya dapat disiarkan secara live atau diliput demi kepentingan informasi, selama atas izin dari hakim/Ketua Majelis Hakim. Kemudian, izin tersebut juga sebaiknya dapat dimintakan sebelum hari persidangan dilangsungkan. 

Apabila dikaitkan dengan kejadian di PN Jakarta Utara dengan Terdakwa Razman, ketetapan Majelis Hakim sidang pemeriksaan saksi dilakukan tertutup untuk umum karena berkaitan dengan muatan asusila. Maka, sidang tidak dapat disiarkan secara live ataupun diliput untuk kepentingan informasi sebagaimana dalam Pasal 4 ayat (6) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan yang menyatakan ”Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilakukan dalam Persidangan tertutup untuk umum”. 

Sehingga, sudah selayaknya permintaan dari Razman yang menginginkan persidangan dilakukan terbuka dan disiarkan secara live tidak dapat dibenarkan. Ini karena mengandung unsur asusila yang tidak dapat menjadi konsumsi publik terutama anak di bawah umur.

Lalu, apakah ada permasalahan apabila sidang terbuka untuk umum disiarkan secara live? Jika melihat pengaturan dalam Pasal 159 ayat (1) KUHAP dan Pasal 167 ayat (3) KUHAP, pasal-pasal tersebut mengatur bahwa saksi dilarang untuk saling berhubungan. Baik sebelum memberi keterangan ataupun saat sidang saling bercakap-cakap/berkomunikasi. Hal ini bertujuan agar semua saksi tidak saling bekerja sama untuk memanipulasi keterangan dalam persidangan. 

Dalam persidangan yang disiarkan secara live, saat keterangan saksi diketahui khalayak umum, maka saksi berikutnya yang belum hadir dapat mendengarkan keterangan saksi tersebut secara live melalui video. Hal ini dapat memberikan gambaran kepada saksi yang selanjutnya diperiksa, untuk dapat merangkai keterangan. Sehingga, dapat terhindar dari persangkaan bahwa saksi tersebut juga turut melakukan tindak pidana. 

Sebagai contoh apabila A, B, dan C turut membantu Terdakwa dalam tindak pidana. Akan tetapi, A diperiksa terlebih dahulu dan disiarkan secara live yang dapat didengarkan oleh B dan C. Maka, hal ini dapat memberikan keuntungan bagi B dan C. Hal inilah yang menjadi permasalahan apabila persidangan dengan agenda keterangan saksi disiarkan secara live. Terlebih, sidang yang disiarkan secara live juga bertentangan dengan pasal-pasal yang melarang saksi-saksi saling berkomunikasi/berhubungan satu dan yang lainnya.

Larangan peliputan ataunya penyiaran tersebut, bukan hanya terjadi di peradilan Indonesia, melainkan banyak dari negara lain juga menerapkan hal tersebut. Negara Amerika melakukan pelarangan yang diatur dalam Rule 53. Courtroom Photographing and Broadcasting Prohibited (Federal Rules of Criminal Procedure). Di mana, pengadilan tidak boleh mengizinkan pengambilan foto di ruang sidang selama proses peradilan atau penyiaran proses peradilan dari ruang sidang.

Negara-negara lain seperti Australia juga mengturnya dalam aturan 6.11 dari Peraturan Pengadilan Federal, dan Inggris dalam Pasal 41 Undang-Undang Peradilan Pidana 1925. Pada tanggal 15.7.2013, sub-pasal (1A) dimasukkan ke dalam pasal 41 Undang-Undang Peradilan Pidana 1925 dan sub-pasal (5) dimasukkan ke dalam pasal 9 Undang-Undang Penghinaan terhadap Pengadilan 1981 (Inggris).

Selanjutnya yang menjadi pertanyaan, apa sebenarnya maksud dari persidangan terbuka untuk umum apabila tidak boleh disiarkan atau diliput?

Persidangan adalah benteng terakhir dari proses penegakan hukum dan memiliki marwah serta kesakralan yang harus dijaga. Persidangan terbuka untuk umum bukanlah persidangan yang harus dan wajib disiarkan serta dapat dilihat oleh semua orang melalui media. Akan tetapi sidang terbuka untuk umum, adalah persidangan yang memungkinkan semua orang mengetahui proses dan jalannya persidangan tanpa ada malaproses yang dapat mencederai proses peradilan yang dilakukan aparat penegak hukum.

Maka dari itu, setiap persidangan yang terbuka untuk umum dapat disaksikan oleh siapapun dengan hadir langsung pada ruang persidangan. Tentunya, selama ruang persidangan masih memiliki kapasitas untuk pengunjung persidangan.

Apabila persidangan tetap dilakukan siaran live, maka hakim/Ketua Majelis Hakim dapat memberikan izin sidang disiarkan secara live, yakni dengan agenda sidang selain pemeriksaan saksi, saksi yang diperiksa semua sekaligus dalam satu hari, serta disiapkan satu ruangan khusus bagi saksi-saksi agar tidak bisa melihat dan mendengar keterangan dari saksi sebelumnya yang memberikan keterangan.

Pembatasan penyiaran persidangan secara live bukanlah pembatasan terhadap pengunjung ataupun masyarakat untuk mendapatkan akses ke persidangan melainkan lebih kepada menjaga marwah dan ketertiban jalannya persidangan pengadilan itu sendiri.