Yurisprudensi MA RI: Kedudukan Hukum Testimonium De Auditu dalam Perkara Perdata

Keterangan saksi tidak hanya orang yang mengetahui secara langsung terjadinya tindak pidana, melainkan testimonium de auditu diberikan kesempatan juga didengarkan keterangannya di tingkat penyidikan sampai persidangan perkara pidana dan memiliki nilai pembuktian.
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi MA
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi MA

Pembuktian merupakan instrumen utama dalam penyelesaian sengketa, termasuk di bidang hukum keperdataan. Untuk menentukan kebenaran atau tidak dalil yang diajukan para pihak dalam sengketa perdata, hakim wajib bersandar pada pembuktian, setelah sebelumnya memeriksa formalitas gugatan.

Kedudukan alat bukti dalam persidangan perdata, guna menghindari hakim memutus perkara didasarkan pada kesewenang-wenangan, sehingga menciptakan ketidakpastian hukum (rechtonzekerheid). Putusan hakim wajib berdasarkan kepada fakta yang terangkum dari alat bukti para pihak.

Alat bukti yang dapat digunakan dalam persidangan sengketa keperdataan, antara lain bukti dengan surat, saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah, sebagaimana ketentuan Pasal 164 HIR/284 Rbg. Dalam sengketa perdata, kedudukan bukti surat lebih utama dibandingkan alat bukti saksi di perkara pidana, karena sifat penyelesaian perkara perdata berfokus pada upaya membuktikan kebenaran berdasarkan bukti formil seperti surat atau akta. 

Setiap kesaksian yang disampaikan dalam persidangan perdata, wajib mengetahui alasan dari suatu peristiwa yang disampaikannya. Kemudian saksi tidak dapat memberikan keterangan yang sifatnya pendapat atau fikiran yang berasal dari saksi sendiri, sebagaimana ketentuan Pasal 171 Ayat 1 dan 2 HIR/Pasal 308 Ayat 1 dan 2 Rbg.

Keterangan saksi tanpa disertai alat bukti lain dalam perkara perdata, menurut hukum tidak dapat digunakan atau dipercaya, sesuai Pasal 169 HIR/Pasal 306 Rbg. Penggunaan saksi tidak harus disertai alat bukti saksi juga, melainkan bukti lainnya seperti persangkaan atau sumpah.

Hakim dalam menilai suatu keterangan saksi wajib memperhatikan kesesuaian satu saksi dengan saksi lainnya, alasan saksi memberikan keterangan di persidangan, cara hidup, adat istiadat dan kesusilaan saksi, sehingga dapat dinilai apakah keterangan saksi dapat dipercaya atau tidak, sebagaimana ketentuan Pasal 172 HIR/Pasal 309 Rbg. Dengan demikian, keterangan seorang saksi wajib diuji apakah benar sesuai fakta atau disampaikan tidak jujur.

Hukum acara perdata baik di dalam HIR/Rbg dan KUHPerdata, tidak mengatur keterangan testimonium de auditu atau kesaksian yang berdasarkan penjelasan orang lain atau saksi yang menyampaikannya tidak mengalami, mendengar atau melihatnya secara langsung. Terhadap kondisi tersebut, penulis akan menguraikan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI mengenai kedudukan hukum testimonium de auditu dalam perkara perdata.

Kaidah Hukum Yurisprudensi MA RI: Kedudukan Testimonium De Auditu

Saksi wajib melihat, mendengar, dan mengalami sendiri yang disampaikannya di persidangan. Saksi wajib disumpah menurut agamanya atau berjanji sebelum memberikan keterangan di persidangan perdata, sesuai Pasal 1911 KUHPerdata.

Individu yang dilarang memberikan kesaksian di perkara perdata antara lain belum genap berusia 15 (lima belas) tahun dan orang di bawah pengampuan karena dungu, gila atau mata gelap atau orang yang atas perintah hakim telah dimasukkan dalam tahanan selama perkara diperiksa pengadilan, tidak dapat diterima sebagai saksi. Bilamana hakim memeriksa anak di bawah usia 15 tahun dan orang di bawah pengampuan, dimana nilai pembuktiannya hanya sebagai penjelasan, sebagaimana Pasal 1912 KUHPerdata.

Pada 2010, Mahkamah Konstitusi telah memperluas definisi saksi yang keterangannya dapat digunakan proses peradilan pidana. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 65/PUU-VIII/2010, keterangan saksi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 26 dan 27, Pasal 65, Pasal 116 Ayat 3 dan 4, Pasal 184 Ayat 1a KUHAP bertentangan dengan Konstitusi (UUD NRI 1945), sepanjang tidak dimaknai orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri. 

Maka, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, keterangan saksi tidak hanya orang yang mengetahui secara langsung terjadinya tindak pidana, melainkan testimonium de auditu diberikan kesempatan juga didengarkan keterangannya di tingkat penyidikan sampai persidangan perkara pidana dan memiliki nilai pembuktian. Namun, Putusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut, hanya mengatur perluasan keterangan saksi dalam proses peradilan pidana dan tidak termasuk dalam sengketa keperdataan.

Hukum acara perdata juga tidak memberikan penjelasan secara rinci tentang kedudukan hukum saksi yang memperoleh keterangannya dari pihak lain dan tidak melihat, mendengar, atau menyaksikan secara langsung peristiwa perdata (testimonium de auditu). Menjawab problematika dimaksud, penulis menguraikan kaidah hukum Yurisprudensi MA RI mengenai kedudukan testimonium de auditu dalam penyelesaian perkara perdata. 

Kaidah hukum Yurisprudensi MA RI Nomor 803 K/SIP/1970 pada 5 Mei 1971 menerangkan, kesaksian yang didengar dari orang lain atau de auditu, tidak perlu dipertimbangkan hakim. Sehingga, keterangan yang telah diberikan saksi de auditu dalam persidangan, bukan merupakan alat bukti yang sah menurut hukum.

Kaidah hukum testimonium de auditu tersebut, diperkuat dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 547 K/Sip/1971 tanggal 15 Maret 1972. Kedua Yurisprudensi MA RI tersebut, dikodifikasi dalam buku Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung RI, Hukum Acara Perdata Masa Setengah Abad, yang dihimpun oleh M. Ali Boediarto dan diterbitkan Swara Justitia.

Demikianlah kaidah hukum Yurisprudensi MA RI mengenai kedudukan testimonium de auditu dalam penyelesaian sengketa perdata, semoga memberikan manfaat bagi para hakim dalam menghadapi keterangan saksi serupa di persidangan perdata dan menambah pengetahuan bagi akademisi, serta mahasiswa fakultas hukum.
 

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews