Landmark Decision: Penempatan Limbah B3 yang Sudah Diperbaiki Saat Sebelum Pemeriksaan Setempat Tidak Menghilangkan Pertanggungjawaban Pidana?

Kondisi yang sudah diperbaiki tersebut, tidak dapat menghilangkan pertanggungjawaban pidana terdakwa atas tindak pidana lingkungan hidup yang terjadi. Namun, hanya menjadi pertimbangan untuk meringankan perbuatan terdakwa.
Gedung Mahkamah Agung (MA). Foto dokumentasi MA
Gedung Mahkamah Agung (MA). Foto dokumentasi MA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup (UU PLH) telah menjamin hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Tak hanya dalam hukum positif saja, hal tersebut juga tercermin dalam Putusan Kasasi Nomor 3700 K/Pid.Sus-LH/2022 tanggal 2 Agustus 2022 yang telah menjadi putusan penting (landmark decision) sebagaimana termuat dalam Laporan Tahunan (Laptah) Mahkamah Agung 2023.

Landmark decision merupakan putusan badan peradilan berkekuatan hukum tetap yang berisikan kaidah hukum yang penting yang belum ada aturan hukumnya dan bertujuan memberikan kepastian hukum.

Adapun kaidah hukum dalam Putusan Kasasi Nomor 3700 K/Pid.Sus-LH/2022 yaitu, kondisi penempatan limbah B3 yang sudah diperbaiki saat sebelum pemeriksaan setempat tidak dapat menghilangkan pertanggungjawaban pidana, namun hanya menjadi pertimbangan untuk meringankan perbuatan terdakwa.

Perkara tersebut bermula dengan perbuatan terdakwa PT. Nickcrome Indojaya diwakili oleh Bambang Trinanto Setiawan alias Bambang TS yang didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu, kesatu melanggar Pasal 104 juncto Pasal 116 ayat (1) huruf a juncto Pasal 118 juncto Pasal 119 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) atau, kedua melanggar Pasal 102 juncto Pasal 116 ayat (1) huruf a juncto Pasal 118 juncto Pasal 119 UU PPLH.

Penuntut umum menuntut terdakwa sebagaimana dakwaan kesatu yang bersalah melakukan dumping limbah dengan pidana denda sejumlah Rp700 juta. Dengan ketentuan, apabila dalam satu bulan tidak dapat membayar denda, diganti dengan perampasan harta/aset milik PT. Nickcrome Indojaya untuk dijual/lelang.

Selain itu, pidana tambahan berupa pembersihan (clean-up) area PT. Nickcrome Indojaya dari limbah B3 dan menyerahkan kepada pihak ketiga yang berizin, turut menjadi bagian tuntutan penuntut umum dalam surat tuntutannya.

Pada 27 Mei 2021 Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan putusan Nomor 939/Pid.B/LH/2020/PN Bdg yang membebaskan terdakwa PT. Nickcrome Indojaya dari dakwaan penuntut umum, karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan. Majelis Hakim judex facti dalam amar putusannya menyatakan, untuk memulihkan hak-hak terdakwa dalam kedudukan, harkat dan martabatnya.

Namun pada tingkat kasasi, judex juris memiliki pandangan yang berbeda terhadap pertimbangan judex facti tersebut, dengan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 939/Pid.B/LH/2020/PN Bdg yang mengadili sendiri perkara tindak pidana di bidang lingkungan hidup tersebut. Duduk sebagai Hakim Ketua yaitu Dr. Suhadi, S.H.,M.H., dengan hakim anggota Soesilo, S.H.,M.H. dan Suharto, S.H.,M.H. 

Judex juris berpendapat, terdakwa PT. Nickcrome Indojaya yang diwakili oleh Bambang Trinanto Setiawan alias Bambang TS, usahanya bergerak di jasa plating (penyepuhan) atau pelapisan zink plating logam dalam melakukan produksinya menghasilkan limbah B3 (bahan berbahaya beracun), terbukti melakukan dumping limbah B3 ke media lingkungan berupa sludge/lumpur, dari hasil sisa endapan IPAL kurang lebih sebanyak lima puluh karung berwama putih masing-masing seberat 20 sampai dengan 25 kg. 

Kemudian, dumping limbah B3 tersebut, ditempatkan di lorong dekat area pengendapan IPAL yang beralaskan tanah dan batu krikil terpapar langsung oleh sinar matahari untuk dikeringkan/ditiriskan. Serta dikemas dengan cara dimasukan ke dalam karung plastik tidak dilakukan penglabelan.

Kemudian, berdasarkan keterangan ahli limbah B3, Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB Ukandar, S.Si, MT.Phd, dalam BAP ahli, poin ketujuh belas menjelaskan “Hasil uji analisa menunjukan, konsentrasi parameter seng melebihi baku mutu TCLP-A berdasarkan lampiran PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pengujian karakteristik beracun melalui Uji TCLP, limbah tersebut teridentifikasi sebagai limbah B3 Kategori 1.”

Pertimbangan dalam Putusan Nomor 3700 K/Pid.Sus-LH/2022 tersebut, menjelaskan, meskipun judex facti telah melakukan pemeriksaan setempat dan memperoleh fakta, bahwa sampel sludge yang diambil oleh pihak Kepolisian Daerah Jawa Barat untuk pemeriksaan laboratorium diambil dari karung berisi sludge yang ditempatkan di lorong tertutup dari sinar matahari dan sludge tersebut, diletakkan di atas lantai yang seluruhnya sudah di semen dengan pengaturan elevasi (kemiringan) agar air tirisan dapat turun ke pipa saluran dengan ujung pipa bermuara pada bak penampungan IPAL. 

Kesemuanya masih merupakan bagian dari area Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan hal tersebut menjadi salah satu dasar judex facti untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum. Ini karena unsur “menempatkan” dalam Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak terbukti.

Selanjutnya judex juris menambahkan, terlepas dari putusan judex facti yang membebaskan terdakwa dari segala dakwaan penuntut umum, pertimbangan judex facti tersebut, didasarkan pada kondisi pada saat judex facti melakukan pemeriksaan setempat pada 19 Januari 2021.

Padahal, jelas diketahui bahwa tim gabungan pada saat melakukan sidak pada 23 Juli 2019 limbah B3 tersebut, ditempatkan di lorong dekat area pengendapan IPAL yang beralaskan tanah dan batu krikil terpapar langsung oleh sinar matahari, sebagaimana keterangan saksi Boby Yulianda Saputra dan saksi Darmawan Sugiarto.

Majelis Kasasi juga menilai, ada selisih waktu terkait kondisi pada saat sidak dan pada saat judex facti melakukan pemeriksaan setempat. Sehingga, mengakibatkan perubahan kondisi tempat untuk menempatkan limbah B3. Kondisi yang sudah diperbaiki tersebut, tidak dapat menghilangkan pertanggungjawaban pidana terdakwa atas tindak pidana lingkungan hidup yang terjadi. Namun, hanya menjadi pertimbangan untuk meringankan perbuatan terdakwa.

Oleh karena atas pertimbangan tersebut, terdakwa PT. Nickcrome Indojaya dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana melakukan dumping limbah B3 ke media lingkungan hidup tanpa izin oleh Majelis Hakim Kasasi.

“Menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp400 juta, jika terpidana tidak membayar denda paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Maka, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar pidana denda tersebut.” tutup Majelis Hakim sebagaimana dalam amar putusannya.

Senada dengan putusan kasasi tersebut, Majelis Hakim pada tingkat peninjauan kembali dalam amar putusannya Nomor 524 PK/Pid.Sus-LH/2023, menolak permohonan peninjauan kembali dari pemohon peninjauan kembali/terpidana PT Nickcrome Indo Jaya dan menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku. 

Penulis: Nadia Yurisa Adila
Editor: Tim MariNews