Landmark decision: Penghimpunan Dana Anggota Koperasi dan Masyarakat Umum Tanpa Izin Bank Indonesia Merupakan Perbuatan Pidana

Mahkamah Agung dalam pertimbangan putusan kasasi menyatakan, perbuatan bertentangan dengan hukum yang dilakukan terdakwa, adalah cara mencari nasabah bersama saksi June Indria dan Suwito Ayub.
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi MA
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi MA

Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan putusan penting atau landmark decision, sebagaimana Putusan Nomor 2113 K/Pid.Sus/2023. Di mana, kaidah hukum landmark decision berkaitan praktik penghimpunan dana, yang bertentangan dengan hukum oleh terdakwa Henry Surya. 

Kaidah Hukum Putusan: 

- Penghimpunan dana yang diperoleh dari anggota koperasi atau masyarakat umum, tanpa izin Bank Indonesia, serta tidak sesuai tujuan koperasi merupakan perbuatan pidana.

- Penyaluran dana koperasi ke badan hukum di luar koperasi, tanpa izin Bank Indonesia dan bukan untuk kesejahteraan segenap anggota koperasi, adalah perbuatan pidana pencucian uang

Posisi Kasus:

Posisi perkara tersebut, bermula terdakwa Henry Surya mendirikan Koperasi Karyawan Indosurya Inti dan berubah nama menjadi Koperasi Simpan Pinjam Indosurya. Di mana, sejak 2012 sampai dengan 2020, menghimpun dana Rp106 triliun dari 23 ribu nasabah, yang dilakukan tanpa seizin Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selaku otoritas berwenang.

Simpanan tersebut, juga dipergunakan terdakwa untuk membayarkan kembali, iming-iming atau janji pemberian keuntungan, bunga dan pelunasan pokok simpangan, yang telah jatuh tempo. Bentuknya berupa siasat skema ponzi dan digunakan seolah-olah sebagai penyaluran kredit, pembelian MTN, serta untuk kepentingan pribadi terdakwa, bersama perusahaan yang terafiliasi Indosurya Grup. Tindakan terdakwa, bertentangan dengan Pasal 16 UU Perbankan

Pertimbangan Hukum:

Mahkamah Agung dalam pertimbangan putusan kasasi menyatakan, perbuatan bertentangan dengan hukum yang dilakukan terdakwa, adalah cara mencari nasabah bersama saksi June Indria dan Suwito Ayub.

Caranya, menjanjikan pemberian keuntungan kepada anggota, berupa bunga sebesar 7% sampai dengan 11%, setiap tahunnya atau di atas rata-rata bunga BI. Selain itu, keuntungannya bukan berdasarkan pembagian SHU. 

Realisasi pengoperasian kegiatan Koperasi Simpan Pinjam lndosurya, tidak melakukan kegiatan usaha simpan pinjam dari anggota oleh anggota dan untuk anggota. Melainkan, dimanfaatkan terdakwa untuk menghimpun dana dari masyarakat/nasabah tanpa izin usaha dari Bank Indonesia dan pengelolaannya tidak melalui persetujuan rapat anggota koperasi.

Lebih lanjut, Mahkamah Agung dalam pertimbangan putusan kasasi menegaskan, Koperasi lndosurya berdasarkan Anggaran Dasar/Akta Pendirian Nomor 84 tanggal 27 September 2012, yakni berbadan hukum koperasi, namun praktik usahanya melakukan kegiatan perbankan dengan menghimpun dana masyarakat atau nasabah, kemudian menyalurkan kembali dana setelah terhimpun ke perusahaan-perusahaan afiliasi Indosurya Grup.

Kemudian ditarik kesimpulan, terdakwa sejak awal mendirikan Koperasi Indosurya telah memiliki niat jahat (mens rea), untuk menghimpun dana dari masyarakat. Kegiatan menghimpun dana masyarakat, adalah bentuk  kesengajaan terdakwa (dolus directus) dengan payung hukum koperasi. 

Selain itu, dana yang terkumpul, bukan dipergunakan untuk kesejahteraan anggota koperasi. Namun, disalurkan ke perusahaan yang berafiliasi dengan Indosurya Grup. Penyaluran dana ke perusahaan-perusahaan itu, patut dipandang sebagai perbuatan pidana penempatan dana dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dan melanggar Pasal 46 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 juncto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.