Buah Pikir Fundamentalis Mohammad Hatta dalam Keranjang Hukum

Bagi Hatta, penegakan hukum bukan hanya sekadar formalitas, melainkan harus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar yang kokoh, yang bersumber dari keadilan, moralitas, dan kepentingan rakyat.
Proklamator Bung Hatta. Foto: pustaka.bunghatta.ac.id/
Proklamator Bung Hatta. Foto: pustaka.bunghatta.ac.id/

Mohammad Hatta memiliki ide fundamentalis untuk penegakan hukum di Indonesia. Sebagai proklamator dan Wakil Presiden pertama Indonesia bersama dengan Ir. Soekarno, mereka dikenal sebagai "Dwi Tunggal". Terkenal tidak hanya sebagai bapak koperasi atau ekonom yang handal, tetapi juga sebagai pemikir yang menekankan pentingnya ide fundamentalis dalam konteks penegakan hukum.

Bagi Hatta, penegakan hukum bukan hanya sekadar formalitas, melainkan harus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar yang kokoh, yang bersumber dari keadilan, moralitas, dan kepentingan rakyat.

Fondasi Keadilan dan Moralitas

Bukunya yang berjudul Demokrasi Kita yang ditulis oleh Bung Hatta pada 1960 dan diterbitkan oleh Pustaka Antara P. T. di Jakarta pada 1966, membahas prinsip demokrasi dalam membangun negara hukum dan kesejahteraan. Buku tersebut adalah salah satu karya paling fundamental dari Hatta yang secara langsung membahas pandangannya tentang negara hukum, demokrasi, dan keadilan.

Hatta berpendapat, hukum harus didasarkan pada moral yang tinggi dan keadilan yang sejati. Ia yakin, undang-undang yang tidak bermoral atau tidak adil akan kehilangan dukungan dari rakyat.

Menurut Hatta, penegakan hukum yang ideal harus mempertimbangkan bukan hanya teks undang-undang, tetapi juga semangat keadilan yang terkandung di dalamnya. Hal ini mengharuskan para penegak hukum, termasuk polisi, jaksa, hakim, dan advokat, untuk memiliki integritas moral yang tinggi dan selalu mengutamakan pencarian kebenaran serta keadilan.

Bung Hatta berpandangan, Pancasila memiliki dua fondasi utama. Yang pertama adalah fondasi moral, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Sedangkan yang kedua adalah fondasi politik, yang mencakup Perikemanusiaan, Persatuan Indonesia, Demokrasi, dan Keadilan sosial.

Dengan mendasarkan negara pada nilai-nilai moral tersebut, para pencipta pedoman ini berharap agar negara dan pemerintahnya memiliki landasan yang kuat, yang mendorong penerapan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, serta persaudaraan, baik di dalam maupun di luar.

Sistem pemerintahan yang berlandaskan moral yang tinggi, diharapkan tercapai seperti diungkapkan dalam Pembukaan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Hal ini sejalan dengan tujuan hukum itu sendiri yaitu menuju "Social Welfare" dengan kata lain untuk mewujudkan keadilan sosial, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat (kepentingan rakyat). 

Antikorupsi sebagai Fondasi Utama

Salah satu wujud nyata dari ide fundamentalis Hatta dalam penegakan hukum adalah, sikapnya yang tegas dalam memberantas korupsi. Ia melihat korupsi sebagai penyakit yang merusak struktur negara dan mencederai moral bangsa.

Bagi Hatta, korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah moral dan etika yang harus diatasi dari akarnya. Hatta sering menekankan karakter dan budi pekerti yang menjadi landasan paling utama untuk membentuk lingkungan kerja yang sehat dan bebas dari praktik korupsi.

Hatta juga menekankan untuk adanya "persamaan tujuan" (homogenitas) yang saling mendukung dan harus dimiliki oleh setiap pejabat negara dan aparat penegak hukum agar dapat saling mendukung untuk mewujudkan keadilan sosial, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat, untuk tidak memberikan kesempatan kepada pencari keuntungan belaka yang melakukan perbuatan koruptif yang melemahkan tujuan kepentingan rakyat yang ingin dicapai.

Hatta menekankan bahwa untuk mengatasi praktik korupsi tidak hanya akan selesai dari pembentukan sistem dan pembuatan hukum, namun dari orang-orang yang akan menjalankan dan melaksanakannya, moralitas dan budi pekerti yang melandasi pemahaman terhadap posisi dan jabatan seseorang dalam suatu negara, yang akan menjamin bahwa praktik korupsi itu hilang. 

Artinya, di sini pendidikan menjadi faktor yang sangat penting dan pondasi utama, baik itu pendidikan formal maupun pendidikan karakter. Selain itu, juga sistem rekrutmen dan sistem pemilihan adalah pintu gerbang utama untuk mendudukan orang-orang yang akan menjalankan roda demokrasi dan pemerintahan demi cita-cita bangsa Indonesia. 

Idealisme Hatta juga tercermin dalam gaya hidupnya yang sederhana (simple) meskipun menjabat di posisi tinggi. Kepeduliannya terhadap pemberantasan korupsi menunjukkan bahwa penegakan hukum tidak hanya berkaitan dengan hukuman bagi pelaku, tetapi juga mencakup penciptaan sistem yang transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik tercela. Hatta percaya, tanpa pembasmian korupsi yang efektif, cita-cita negara hukum yang adil dan makmur akan tetap menjadi mimpi belaka.

Kedaulatan Rakyat dan Supremasi Hukum

Hatta sangat mempercayai kalau kedaulatan rakyat merupakan landasan penegakan hukum. Hukum harus dihasilkan dari kehendak rakyat dan berfungsi untuk kepentingan rakyat, bukan hanya bagi segelintir elite. Oleh karena itu, proses legislasi harus bersifat partisipatif, transparan, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat.

Lebih jauh, Hatta menekankan kalau supremasi hukum harus ditegakkan. Di mana, semua warga negara, tanpa terkecuali, harus patuh pada hukum. Tidak ada yang kebal terhadap nya, tidak peduli pangkat atau jabatannya. Prinsip ini sangat penting untuk menciptakan kesetaraan di hadapan hukum dan memastikan hukum berfungsi sebagai lembaga yang adil, bukan alat kekuasaan.

Hukum yang adil adalah dasar dari kedaulatan yang berada dari kehendak rakyatnya yang merupakan perwujudan dari nilai luhur demokrasi. Mulai dari pembuatan, pelaksanaan hingga penegakan hukum harus dikembalikan kepada prinsip-prinsip tujuan hukum tersebut diciptakan. 

Relevansi Hari Ini

Meskipun Indonesia telah merdeka sejak lama, ide-ide fundamentalis Mohammad Hatta tentang penegakan hukum tetap relevan hingga kini. Tantangan seperti korupsi, ketidakadilan, dan penurunan kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum masih menjadi masalah besar. Menghidupkan kembali semangat Hatta mencakup:

- Menguatkan integritas moral para penegak hukum.

- Membangun sistem yang transparan dan akuntabel untuk mencegah korupsi.

- Menjamin keadilan substantif bagi seluruh rakyat Indonesia.

- Menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau kelompok dalam setiap proses perumusan dan penegakan hukum.

Dengan kembali kepada dasar yang ditetapkan oleh Mohammad Hatta, Indonesia dapat mewujudkan aspirasinya sebagai negara hukum yang bermartabat, di mana keadilan dan moralitas menjadi tiang penyangga utama.
 

Copy