Ketika sebuah negara berada di ambang kehancuran, seringkali kita melihat kebingungan dan keputusasaan melanda. Institusi-institusi runtuh, hukum menjadi tumpul, dan kekuasaan sering kali dipermainkan oleh kepentingan pribadi dan segelintir oligarki.
Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa di tengah badai tersebut, ada satu pilar yang mampu menyelamatkan dan menegakkan kembali keadilan yaitu hakim yang berintegritas dan mandiri. Integritas seorang hakim adalah benteng terakhir keadilan, dan kemandiriannya adalah perisai yang melindunginya dari campur tangan.
Ketika kewenangan dan kebutuhannya terpenuhi seperti misalnya gaji dan keamanan yang layak, independensi hakim menjadi tak tergoyahkan, memungkinkan mereka untuk menegakkan hukum tanpa rasa takut atau pilih kasih.
Solon, Pilar Keadilan di Athena yang Kacau.
Dalam buku yang ditulis Aristoteles yang diterjemahkan dari bahasa Latin kuno menjadi bahasa Inggris berjudul "Aristotle, Constitution of the Athenians", salah satu contoh paling gamblang dari peran krusial seorang hakim yang mandiri dan berintegritas adalah Solon dari Athena.
Pada awal abad ke-6 SM, Athena berada dalam kondisi yang sangat genting, di ambang perang saudara. Ketimpangan ekonomi dan sosial mencapai puncaknya; banyak petani terpaksa menjadi budak karena utang, sementara aristokrasi memegang kendali penuh atas kekuasaan dan hukum. Hukum-hukum yang berlaku, terutama hukum Drakon yang terkenal kejam, semakin memperparah penderitaan rakyat kecil. Kekacauan dan ketidakadilan ini mengancam untuk menenggelamkan Athena dalam kehancuran total.
Di tengah situasi putus asa ini, pada 594 SM, Solon diangkat sebagai Archon (hakim kepala dan pejabat tertinggi) dengan kekuasaan luar biasa untuk mereformasi seluruh sistem Athena. Meskipun memiliki kekuasaan besar, Solon menggunakan otoritasnya bukan untuk keuntungan pribadi, melainkan untuk menegakkan keadilan dan stabilitas. Kemandiriannya sangat terlihat dari keputusannya untuk tidak memihak satu pun faksi, melainkan berfokus pada kesejahteraan seluruh Athena.
Langkah-langkah reformasi Solon mencerminkan integritas dan kemandiriannya sebagai "hakim" tertinggi, meskipun di tengah tantangan dan perlawanan dari penguasa yang ada sebelumnya melalui Undang-Undang Drakon yang tidak adil, namun dengan penuh Integritas dan Kemandirian, Solon dari Athena melakukan upaya-upaya yang di antaranya adalah,
1. Seisachtheia (Pengentasan Beban)
Solon secara drastis membatalkan semua utang yang telah memperbudak warga Athena, dan yang lebih penting, melarang perbudakan karena utang di masa mendatang.
Keputusan tersebut, meskipun tidak populer di kalangan elite kaya, secara langsung mengatasi akar penyebab konflik sosial dan menyelamatkan ribuan warga dari perbudakan. Ini adalah tindakan keadilan yang berani, menunjukkan bahwa ia tidak terpengaruh oleh tekanan politik atau ekonomi dari pihak berkuasa.
2. Reformasi Hukum yang Humanis
Solon merevisi undang-undang Drakon yang terkenal kejam, menjadikannya lebih manusiawi dan adil. Ini menunjukkan kemampuannya untuk menilai hukum yang ada dan mengubahnya demi kemaslahatan bersama, tanpa terikat pada tradisi yang merugikan.
3. Pembentukan Pengadilan Rakyat (Heliaia)
Solon memperkenalkan pengadilan rakyat yang memungkinkan warga negara biasa untuk bertindak sebagai juri. Ini adalah langkah revolusioner yang memberikan kesempatan bagi rakyat biasa untuk berpartisipasi dalam penegakan hukum dan keadilan, serta berfungsi sebagai mekanisme banding atas keputusan pejabat tinggi.
Dengan memberdayakan rakyat dalam proses peradilan, Solon membangun kepercayaan terhadap sistem hukum dan mengurangi monopoli keadilan oleh kaum bangsawan. Ini juga menunjukkan independensinya dari tekanan aristokrasi yang mungkin tidak senang dengan pembagian kekuasaan ini.
4. Reformasi Konstitusi
Solon membagi warga negara berdasarkan tingkat kekayaan, bukan lagi berdasarkan keturunan bangsawan, yang memungkinkan partisipasi politik yang lebih luas. Hal ini menunjukkan visinya untuk masyarakat yang lebih adil dan merata, di mana hak dan kewajiban ditentukan secara objektif, bukan oleh status kelahiran.
Kesimpulan
Integritas Solon yang tak tergoyahkan, ditambah dengan kemandiriannya dari tekanan kelompok manapun, memungkinkan dia untuk membuat keputusan sulit yang pada akhirnya menyelamatkan Athena dari kehancuran.
Ia tidak mengejar kekuasaan, bahkan menolak tawaran menjadi tiran, memilih untuk tetap pada perannya sebagai pembuat hukum yang adil dan memastikan bahwa reformasinya dapat berjalan tanpa intervensi pribadinya. Ia memahami bahwa untuk membangun kembali negara yang rusak, dibutuhkan sistem hukum yang kuat dan hakim yang tidak dapat diganggu gugat dalam menjalankan tugasnya.
Kisah Solon adalah bukti nyata bahwa ketika seorang hakim diberikan kewenangan yang cukup dan kebutuhannya terpenuhi (yang dalam kasus Solon adalah legitimasi moral dan dukungan untuk reformasinya), independensinya dapat dipertahankan. Ini memungkinkannya untuk bertindak sebagai agen perubahan yang paling efektif dalam menegakkan keadilan dan menstabilkan negara yang sedang kacau.
Keberadaan hakim yang berintegritas dan mandiri adalah fondasi vital bagi stabilitas dan pemulihan, membuktikan bahwa bahkan di tengah kehancuran, harapan untuk keadilan sejati masih bisa menyinari. Untuk itu terpenuhinya kebutuhan hakim merupakan salah satu indikator, seperti misalnya gaji dan keamanan yang layak bagi hakim sangat menentukan.