Jawa Timur merupakan salah satu provinsi termaju di Indonesia. Provinsi yang berada di ujung timur Pulau Jawa dimaksud, tercatat sebagai peringkat ke empat dalam indeks pembangunan daerah (IDSD) pada 2024.
Berdasarkan angka indeks pembangunan manusia (IPM), yang diterbitkan Badan Pusat Statistik, Jawa Timur memiliki nilai yang tinggi yakni 75,35 dan berada diatas IPM nasional. Hal ini mempertegas, provinsi yang memiliki tradisi budaya seperti wayang kulit dan ludruk tersebut, memiliki kualitas hidup manusia, kesehatan dan pendidikan yang baik, dibandingkan wilayah Indonesia lainnya.
Meskipun tergolong sebagai daerah maju, Jawa Timur juga memiliki beragam situs peninggalan sejarah, yang dapat menjadi daya tarik wisatawan lokal ataupun mancanegara. Selain itu, dapat menjadi wahana edukatif bagi para pelajar, pemerhati sejarah dan masyarakat umum lainnya.
Beberapa di antaranya adalah Keraton Sumenep, dahulunya pusat pemerintahan dan kediaman resmi raja-raja dari Kerajaan Sumenep, situs Trowulan yang merupakan saksi sejarah kejayaan Kerajaan Majapahit di Nusantara dan Hotel Majapahit (dahulu hotel Yamato), bangunan sejarah tempat dirobeknya bendera Belanda, saat peristiwa mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di Kota Surabaya pada 1945, serta berbagai tempat bersejarah lainnya.
Keraton Sumenep merupakan satu-satunya bangunan keraton yang masih terdapat di Jawa Timur. Didirikan pada zaman pembahan Somala penguasa Sumenep XXXI, sekitar 1781. Adapun rancangan bangunan keraton diarsiteki oleh Lauw Piango, seorang etnis Tionghoa yang berdiam di Sumenep. Ciri khas bangunan keraton Sumenep merupakan akulturasi nuansa Jawa, Tionghoa dan Eropa.
Di dalam keraton terdapat berbagai bangunan bersejarah, yang diperuntukan untuk pelaksanaan tugas pemerintahan dan aktivitas pribadi raja beserta keluarganya. Salah satu bangunan yang terdapat dalam keraton adalah Pancaniti atau gedung pengadilan.
Adapun gedung pengadilan di Keraton Sumenep, terkategorikan mewah dan berwibawa untuk zamannya. Lantai bangunan pengadilan tersebut, memiliki 30 sentimeter dari tanah dan atapnya sudah terbuat dari bahan genteng. Tiang depan bangunan terdiri dari kayu jati. Daun pintu dan jendela, juga terbuat dari bahan yang sama dengan tiang bangunan. Tembok gedung pengadilan, terbuat dari batu bata.
Hakim dalam pengadilan era Keraton Sumenep, adalah seorang raja atau adipati, pelaksanaan fungsi pengadilan dibantu oleh para menteri dan pegawai kerajaan lainnya. Raja akan mengadili sendiri perkara masyarakat yang dihadapkan ke pengadilan. Bilamana melihat benda-benda peninggalan Keraton Sumenep, raja akan duduk di atas kursi dan masyarakat yang dihadapkan ke pengadilan duduk bersila di bawah.
Didasarkan informasi yang diperoleh penulis dari pemandu wisata di Keraton Sumenep, pendirian pengadilan di wilayah hukum Keraton Sumenep, sejak kepemimpinan Raja Bindoro Saud, seorang raja ke-29 dari Kerajaan Sumenep. Selain sebagai seorang hakim, Raja Bindoro Saud dikenal sebagai seorang arif, bijaksana, dan alim.
Adanya pengadilan yang didirikan era kepemimpinannya, merupakan bentuk kebijaksanaan dan keluhuran pribadi Raja Bindoro Saud, agar tidak ada perilaku main hakim sendiri di tengah masyarakat.