PN Pulau Punjung Ikuti Diskusi Virtual Soal RUU Jabatan Hakim

Sejumlah poin krusial dalam RUU Jabatan Hakim terungkap dalam diskusi tersebut. Antara lain terkait hak keuangan dan fasilitas, mekanisme seleksi calon hakim, dan pengangkatan Hakim Tinggi.
MA RI menggelar diskusi nasional yang dilaksanakan daring melalui Zoom Meeting, Selasa (15/7/2025). Kegiatan ini diikuti ketua dan para Hakim Pengadilan Negeri Pulau Punjung dari Ruang Media Center PN Pulau Punjung. Foto dokumentasi PN Pulau Punjung.
MA RI menggelar diskusi nasional yang dilaksanakan daring melalui Zoom Meeting, Selasa (15/7/2025). Kegiatan ini diikuti ketua dan para Hakim Pengadilan Negeri Pulau Punjung dari Ruang Media Center PN Pulau Punjung. Foto dokumentasi PN Pulau Punjung.

MARINews, Dharmasraya-Dalam rangka menyerap aspirasi terhadap muatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim, Mahkamah Agung Republik Indonesia menggelar diskusi nasional yang dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting, Selasa (15/7). Kegiatan ini diikuti oleh ketua dan para Hakim Pengadilan Negeri Pulau Punjung dari Ruang Media Center PN Pulau Punjung.

Diskusi yang dimoderatori oleh Hakim Yustisial Mahkamah Agung, Dr. Riki Perdana Raya Waruwu, S.H., M.H. itu, menghadirkan Hakim Agung sekaligus Ketua Kelompok Kerja (Pokja) RUU Jabatan Hakim, Prof. Dr. Yanto, S.H., M.H. sebagai pemateri utama.

Dalam pemaparannya, Prof. Yanto menjelaskan sejumlah poin krusial dalam RUU Jabatan Hakim. Antara lain terkait hak keuangan dan fasilitas, mekanisme seleksi calon hakim, pengangkatan Hakim Tinggi, syarat menjadi Hakim Agung, hak imunitas, serta usulan penganggaran jabatan hakim secara mandiri.

“Ketua Mahkamah Agung secara tegas menolak konsep masa jabatan Hakim Agung seumur hidup. Setiap hakim perlu memiliki masa pensiun untuk menikmati kehidupan bersama keluarga serta membuka ruang bagi regenerasi,” tegasnya.

Prof. Yanto juga mengangkat isu status ganda jabatan hakim sebagai Pejabat Negara sekaligus PNS. Ia mengajak peserta berdiskusi untuk menentukan arah kejelasan status tersebut, mengingat konsekuensi hukum yang dapat timbul apabila terjadi pelanggaran, seperti hilangnya status PNS jika hakim telah ditetapkan sebagai pejabat negara.

Diskusi berlanjut ke sesi tanya jawab yang terbagi dalam tiga putaran. Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya saran dan pertanyaan yang diajukan. Beberapa pengadilan seperti PT Ambon dan PT Banten, menyampaikan dukungan agar hakim ditetapkan sebagai pejabat negara dengan berbagai fasilitas penunjang, seperti jaminan keamanan, jaminan kesehatan, rumah dinas, hingga pengelolaan anggaran melalui APBN yang dialokasikan langsung ke Mahkamah Agung.

Wakil Ketua PT Jakarta Albertina Ho, turut menegaskan pentingnya status hakim sebagai pejabat negara. Ia menambahkan, dengan status tersebut, seorang hakim harus siap menerima konsekuensi hukum dan administratif jika melanggar, termasuk pemberhentian dari status PNS.

Sementara itu, PTA Bengkulu memberikan apresiasi kepada Tim Pokja yang telah menyusun rancangan RUU tersebut dengan kerja keras. Sedangkan Dilmilti (Pengadilan Militer Tinggi) menyampaikan keyakinan bahwa IKAHI akan terus mengawal dan memperjuangkan aspirasi para hakim kepada DPR dan presiden.

Menutup sesi, Prof. Yanto mengumumkan bahwa Mahkamah Agung akan memiliki kendaraan dinas khusus dengan pelat nomor tersendiri yang telah diajukan kepada Korlantas Polri dan akan diumumkan saat peringatan HUT Mahkamah Agung mendatang.

Sekitar pukul 10.00 WIB, acara diskusi resmi ditutup. Karena keterbatasan waktu, peserta yang belum sempat menyampaikan pendapat secara langsung diberikan kesempatan untuk mengisi Google Form sebagai saluran tambahan penyampaian aspirasi.
 

Penulis: Sadana
Editor: Tim MariNews