Ustaz Adi Hidayat: Berpuasa Melatih Seseorang Merasa Selalu Diawasi Allah

Ketika Ramadan tiba untuk berpuasa selama satu bulan penuh, maka tujuannya hanya satu yaitu, melahirkan sikap ihsan.
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Ditjen Badilum) menggelar kegiatan tausiyah dengan mengundang Ustadz Dr. (H.C) Adi Hidayat, Lc., M.A., sebagai penceramah. Foto dokumentasi MA
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Ditjen Badilum) menggelar kegiatan tausiyah dengan mengundang Ustadz Dr. (H.C) Adi Hidayat, Lc., M.A., sebagai penceramah. Foto dokumentasi MA

MARINews, Jakarta-Ramadan adalah bulan yang mengajarkan tentang kesabaran, kejujuran dan pengendalian diri, yang mana semuanya merupakan pondasi dari akhlak mulia. Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, Bambang Myanto, S.H., M.H. pada kegiatan tausiyah yang digelar pada Jumat, 14 Maret 2025.

Kali ini, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Ditjen Badilum) menggelar kegiatan tausiyah dengan mengundang ustaz Dr. (H.C) Adi Hidayat, Lc., M.A., sebagai penceramah.

Kegiatan tausiyah yang bertajuk “Dengan Ramadan sebagai Sarana Peningkatan Ibadah, Integritas dan Profesionalisme” tersebut, diikuti oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, Bambang Myanto, S.H., M.H., dengan didampingi oleh seluruh pejabat dan pegawai Ditjen Badilum. 

Turut hadir secara daring pada kegiatan tersebut yaitu para Ketua, Wakil Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri, para hakim serta seluruh warga peradilan di lingkungan peradilan umum se-Indonesia. Pada kesempatan tersebut, Ditjen Badlilum juga turut mengundang Pusat Pemberdayaan Yatim dan Dhuafa.

Kegiatan tausiyah diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an kemudian dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, Bambang Myanto, S.H., M.H. Dalam sambutannya, Bambang Myanto mengungkapkan, topik pada kegiatan ini dimaksudkan untuk mengingatkan akan pentingnya nilai-nilai Ramadan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam menjalankan tugas sebagai aparatur peradilan.

“Ustaz Adi Hidayat akan menyampaikan mengenai hakikat bulan Ramadan, bagaimana dalam bulan Ramadan ini kita dapat meningkatkan tali silaturahmi, integritas, dan profesionalisme dalam bekerja untuk memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh pencari keadilan,” ucap Bambang Myanto.

Spirit Jumat dalam Bekerja

Ustaz Dr. (H.C) Adi Hidayat, Lc., M.A. membuka tausiyah dengan menyampaikan kebahagiannya, bahwa kegiatan ini terselenggara di waktu Jumat dan bersamaan dengan Ramadan yang memiliki makna berkumpul dengan orang baik, di hari dan bulan yang baik, di tempat yang baik, dan berpotensi dikabulkannya doa-doa yang terbaik.

Ia menjabarkan asal kata Jumat yaitu berasal dari kata Al-jama’ atau Al-jam'u yang memiliki tiga arti, yaitu (a) datang berkumpul, (b) saling mengenal di antara orang yang berkumpul dan (c) saling mengisi, membantu, berintegrasi dalam kebaikan di antara yang berkumpul. Berbeda pada zaman jahiliyah yang mana, orang-orang hanya berangkat, bekerja, pulang, lalu akhir pekannya dihabiskan dengan pesta pora, berkumpul, mencari siapa yang paling tinggi, paling pintar, ataupun yang paling hebat. 

Lebih lanjut, ustaz Adi Hidayat menekankan bahwa Allah tidak melarang orang untuk berkumpul. Tetapi, kumpulnya orang yang beriman itu harus memiliki nilai dan memberikan keteladanan bagi orang-orang di sekitarnya. Agar menjadi pribadi yang lebih baik termasuk dalam hal beraktivitas. Jadi, bukannya berkumpul untuk menampilkan siapa yang paling hebat, siapa yang paling kaya ataupun siapa yang paling pintar.

Kemudian, ustaz kelahiran Pandeglang tersebut melontarkan pertanyaan, sudahkah mengenal dengan baik orang-orang yang berada di lingkungan dan di tempat kerja selama bertugas. Ia turut mempertanyakan, ataukah selama ini, hanya memposisikan diri sesuai dengan posisi/jabatannya masing-masing.

Berangkat dari makna spirit Jumat tersebut, ia menuturkan, hal pertama yang didorong oleh Al-Qur’an jika ingin sukses adalah berkolaborasi di manapun berada dan bekerja. Salah satunya diawali dengan saling mengenal satu dengan yang lainnya. 

Hakikat Berpuasa

Ustaz Adi Hidayat melanjutkan, ketika Ramadan tiba untuk berpuasa selama satu bulan penuh, maka tujuannya hanya satu yaitu, melahirkan sikap ihsan. Sikap ihsan adalah puncak tertinggi seorang hamba dalam berkehidupan. Oleh karena itu, puncak tertinggi dari berpuasa itu adalah melatih supaya manusia merasa memiliki Allah. 

Ia berpendapat hal tersebut jarang dimiliki oleh orang Islam saat ini. Sebab, jika sudah merasa memiliki Allah, maka permasalahan sebesar apapun akan menjadi kecil. Lebih lanjut, ia mencontohkan, jika orang berpuasa maka orang tersebut dapat kapan saja masuk ke ruangan tertutup untuk makan/minum secara sembunyi-sembunyi, tetapi hal itu tidak dilakukannya sebab merasa mempunyai Allah.

Ustaz Adi Hidayat menambahkan, puncak tertinggi seseorang yang disifati memiliki Allah itu adalah, ketika beraktivitas, merasa diawasi oleh Allah. Jika sudah dibawa ke kehidupan sehari-hari, maka tidak akan terpengaruh meski CCTV diletakkan di manapun. Karena sejatinya puasa itu mengantarkan diri pada posisi yang paling terhormat. Tak hanya menyambungkan diri dengan pengawasan Allah, tetapi mengangkat martabat diri dengan menghasilkan kinerja yang terbaik.

“Semua pada akhirnya menjadi pilihan. Kita bekerja yang baik akan diamati. Bekerja buruk pun akan terlihat. Oleh karena itu, orang-orang yang terlatih dengan sifat ihsan, yang merasa dipantau oleh Allah, dia sudah kebal dengan pengawasan manusia karena merasa telah mendapatkan pengawasan dari puncak tertinggi,” jelas ustaz Adi Hidayat.

Selanjutnya, kegiatan tausiyah tersebut ditutup dengan doa yang dipimpin oleh ustaz Adi Hidayat dan diakhiri dengan pemberian santunan dari Ditjen Badilum kepada Pusat Pemberdayaan Yatim dan Dhuafa Rumah Yatim Rawasari Selatan, Jakarta Pusat.


 

Penulis: Nadia Yurisa Adila
Editor: Tim MariNews