Dalam sengketa keperdataan, tidak sedikit ditemukan pihak yang mengajukan sita, baik kepada benda milik tergugat (conservatoir beslag) atau atas benda penggugat (revindicatoir beslag).
Perspektif penggugat yang mengajukan sita jaminan (conservatoir beslag), diperuntukan agar tergugat tidak menghilangkan atau mengalihkan harta bendanya selama proses persidangan, guna menghindari pelunasan hutangnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata sendiri, segala kebendaan milik pihak berutang, baik benda bergerak atau tidak bergerak, termasuk yang sudah ada atau akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan atas segala perikatan hutangnya.
Sedangkan permohonan sita revindikasi (revindicatoir beslag), diajukan terhadap benda bergerak milik penggugat, yang ada di bawah penguasaan tergugat. Pengajuan sita revindikasi, berkaitan dengan ketentuan hukum yang menjelaskan pihak penguasa benda bergerak, dinilai sebagai pemiliknya, sebagaimana ketentuan Pasal 1977 KUHPerdata.
Adapun permohonan sita jaminan, yang terintegrasi gugatan perdata secara teknis diatur dalam Pasal 227 HIR/Pasal 261 Rbg. Permohonan sita revindaksi, diatur ketentuan Pasal 226 HIR/Pasal 714 Rv.
Ketentuan hukum di atas, awalnya memperuntukkan sita jaminan terbatas utang piutang, namun diperluas sengketa ingkar janji atau perbuatan melawan hukum, yang memberikan hak ganti kerugian (vide Pasal 1243, Pasal 1247 dan Pasal 1365 KUHPerdata).
Peletakan sita jaminan dilarang terhadap benda atau hewan, yang secara nyata diperuntukkan sebagai mata pencarian atau pekerjaan, sebagaimana ketentuan Pasal 197 HIR/Pasal 211 Rbg. Dalam ketentuan dimaksud, penyitaan dapat juga dilakukan terhadap benda pihak tergugat, berupa uang tunai, surat berharga dan benda berwujud.
Sita jaminan benda milik tergugat, yang berada ditangan pihak ketiga dikenal dengan derden beslag. Namun pelaksanaan sita jaminan tersebut, perlu dipastikan secara saksama benda yang disita tersebut, benar milik tergugat didukung dengan bukti kepemilikan berdasarkan akta autentik atau akta di bawah tangan, sesuai Pasal 728 Rv.
Terhadap benda yang diajukan sita jaminan, apakah diperbolehkan telah menjadi jaminan hutang pihak ketiga, terutama bank? Menjawab persoalan dimaksud, penulis akan menguraikan kaidah hukum pertimbangan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 394 K/Pdt/1984, yang diputuskan dalam persidangan terbuka untuk umum pada 5 Juli 1985.
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 394 K/Pdt/1984 yang diperiksa dan diputus Majelis Hakim, A.Soedjadi, S.H. (Ketua Majelis), dengan didampingi oleh R. Soenarto, S.H., dan Drs. I.G.N. Gde Jaksa, S.H. (masing-masing sebagai Hakim Anggota), telah ditetapkan menjadi Yurisprudensi MA RI Tahun 1985, sebagaimana buku Yurisprudensi Indonesia, yang diterbitkan Mahkamah Agung RI pada 1985.
Kaidah hukum pertimbangan Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, menjelaskan benda-benda yang sudah dijadikan jaminan hutang kepada bank dan tidak dapat dikenakan conservatoir beslag (sita jaminan).
Maka dapat ditarik kesimpulan, benda yang sudah dijadikan jaminan hutang kepada bank, tidak didapat dijatuhkan sita jaminan. Semoga artikel ini, dapat menjadi referensi bagi hakim dalam mengadili perkara serupa dan tambahan pengetahuan untuk para pembacanya.