Dalam upaya meningkatkan kualitas tenaga teknis, khususnya dalam penguasaan wawasan dan keilmuan di bidang hukum acara maupun materiil, para hakim Pengadilan Agama Tais menggelar diskusi hukum yang dikemas dalam agenda Coffee Morning setiap Kamis pagi.
Agenda ini membahas tema-tema aktual serta berbagai permasalahan hukum yang dihadapi dalam penanganan perkara di Pengadilan Agama Tais.
Coffee Morning perdana yang digelar pada Kamis (11/9) dan diikuti Ketua, Wakil Ketua Pengadilan Agama Tais serta Para Hakim Pengadilan Agama Tais, dengan mengangkat tema Kunci Sukses Mediasi.
Tema ini sengaja diangkat sebagai bahan diskusi perdana setelah beberapa waktu yang lalu, salah seorang hakim Pengadilan Agama Tais Rifqi Qowiyul Iman, Lc., M.Si berhasil memperoleh predikat Mediator dengan Keberhasilan di atas 40% dari Badan Direktorat Peradilan Agama dalam acara Pembinaan Peningkatan integritas, kinerja, dan kualitas SDM untuk Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama se-wilayah PTA Palembang, PTA Bandar Lampung, PTA Jambi, PTA Bengkulu, dan PTA Bangka Belitung.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Pengadilan Agama Tais, Erni Melita Kurnia Lestari, S.H.I., M.H., menyampaikan mediasi memiliki peran penting dalam mempercepat proses penyelesaian perkara di pengadilan.
Melalui mediasi, para pihak didorong untuk menemukan solusi damai, yang tidak hanya mengakhiri sengketa, tetapi juga menjaga hubungan baik di antara mereka.
Hal dimaksud, sekaligus menjadi wujud nyata penerapan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Lebih lanjut, Ketua PA Tais menekankan keberhasilan mediasi tidak hanya mengurangi beban perkara yang harus diputus melalui sidang, tetapi juga meningkatkan kepuasan para pencari keadilan.
Dengan demikian, mediasi dipandang sebagai instrumen strategis dalam menciptakan iklim peradilan yang lebih humanis, efisien, dan berorientasi pada keadilan substansial.
Setelah penyampaian pengantar oleh Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Agama Tais selaku moderator, kemudian menyampaikan sejumlah isu dan kendala yang selama ini dihadapi para mediator di Pengadilan Agama Tais.
Hal tersebut, disajikan sebagai bahan diskusi guna merumuskan alternatif solusi yang lebih efektif dalam pelaksanaan mediasi, di antaranya:
- Strategi mengantisipasi pihak yang mengingkari atau kabur setelah mencapai kesepakatan secara lisan.
- Strategi menghadapi pihak yang tidak hadir kembali pada sesi mediasi lanjutan.
- Masih terdapat hakim yang belum pernah mendapatkan penugasan sebagai mediator.
- Berbagi tips dan trik praktis dalam mengupayakan keberhasilan mediasi.
A. Strategi Mengantisipasi Pihak yang Kabur setelah Mencapai Kesepakatan secara Lisan.
Salah satu strategi yang disepakati dalam forum, adalah memaksimalkan proses mediasi pada pertemuan pertama.
Para peserta menilai, peluang tercapainya kesepakatan paling besar justru ada pada sesi awal, ketika semangat para pihak masih tinggi. Oleh karena itu, mediator diharapkan mampu mengarahkan proses diskusi secara optimal hingga menghasilkan kesepakatan.
Lebih lanjut, apabila kesepakatan telah tercapai, penyusunan draft kesepakatan mediasi hendaknya dilakukan langsung di ruang mediasi dan tentunya harus didukung dengan perangkat yang memadai di ruang mediasi, seperti pc dan printer.
Hal ini dimaksudkan agar para pihak tidak diberi kesempatan meninggalkan ruangan sebelum menandatangani dokumen kesepakatan. Dengan demikian, potensi pihak yang kabur atau mengingkari komitmen setelah menyepakati secara lisan dapat diminimalisir.
Langkah tersebyt dipandang efektif, karena selain memperkuat keabsahan kesepakatan, juga memberikan kepastian hukum bagi para pihak serta menghindarkan mediator dari kesulitan administratif di kemudian hari.
B. Strategi menghadapi pihak yang tidak hadir kembali pada sesi mediasi lanjutan.
Salah satu permasalahan yang dibahas adalah seringkali pihak tidak hadir kembali pada sesi mediasi lanjutan setelah pertemuan pertama. Kondisi ini biasanya terjadi apabila mediasi pada pertemuan awal belum berhasil mencapai kesepakatan, sehingga harus ditunda ke hari berikutnya.
Dari hasil identifikasi, terdapat dua penyebab utama. Pertama, adanya pihak yang memang tidak beriktikad baik untuk menyelesaikan perkara melalui mediasi.
Kedua, faktor jarak tempuh yang jauh dari rumah pihak menuju Pengadilan Agama Tais, sehingga menimbulkan kendala kehadiran.
Sebagai solusi, forum menyepakati perlunya memanfaatkan fasilitas mediasi elektronik sebagaimana Perma Nomor 3 Tahun 2022 tentang Mediasi di Pengadilan Secara Elektronik.
Dengan pola ini, setelah para pihak diperintahkan hadir secara langsung pada mediasi pertama, maka untuk sesi berikutnya dapat dilaksanakan secara elektronik.
Apabila salah satu pihak tidak hadir, pemanggilan dapat dilakukan melalui sarana elektronik. Namun, jika setelah dipanggil secara elektronik pihak tersebut tetap tidak hadir, maka mediasi dinyatakan tidak dapat dilaksanakan.
C. Masih terdapat hakim yang belum pernah mendapatkan penugasan sebagai mediator.
Hal ini disebabkan adanya hakim yang jadwal sidangnya padat, sehingga tidak memungkinkan untuk memperoleh penugasan mediasi.
Maka, diperlukan penyesuaian jadwal sidang majelis agar seluruh hakim memperoleh kesempatan yang proporsional untuk melaksanakan tugas sebagai mediator.
D. Sharing tips dan trik praktis dalam mengupayakan keberhasilan mediasi.
Sebagai bahan penutup diskusi, seluruh peserta diberikan kesempatan untuk sharing atau berbagi pengalaman tentang tips dan strategi dalam upaya mencapai keberhasilan dalam mediasi para pihak berperkara.
Selanjutnya, beberapa sharing pengalaman para mediator Pengadilan Agama Tais
1. Ketua Pengadilan Agama Tais, Erni Melita Kurnia Lestari menceritakan pengalamannya, bahwa untuk mencapai keberhasilan suatu mediasi yakni hal yang pentin diperhatikan adalah kepentingan sebenarnya para pihak, karena belum tentu alasan perceraian yang dicantumkan oleh penggugat dalam gugatannya itu adalah kepentingan sebenarnya, melainkan terdapat kepentingan lain yang tidak terungkapkan diakibatkan sulitnya menuangkannya yang dalam hati dan pikiran penggugat dalam gugatan, sehingga kepentingan utamanya justru tidak tersampaikan.
Maka, perlu memaksimalkan sesi kaukus guna menggali kepentingan para pihak yang sebenarnya. Wujudnya mengilustrasikan salah satu perkara perceraian yang pernah ditanganinya, sebagaimana contoh penggugat ingin mengajukan gugatan karena tergugat sudah menikah lagi secara siri dengan wanita lain.
Ternyata setelah digali melalui sesi kaukus, kepentingan penggugat adalah tidak terima, bilamana pendapatan dari lahan sawit bersama digunakan untuk menafkahi istri barunya, sehingga setelah tergugat bersedia untuk tidak menggunakan uang hasil dari usaha bersama tersebut, penggugat bersedia berdamai dan mau mencabut gugatannya.
2. Wakil Ketua Pengadilan Agama Tais, Rahmat Raharjo juga menceritakan pengalamannya dalam proses mediasi terutama perkara kebendaan seperti harta bersama, hibah, wakaf dan sengketa waris.
Strategi ini, menurutnya sudah berhasil ia terapkan termasuk pada perkara kebendaan di Pengadilan Agama Tais yang berakhir dengan Putusan Akta Perdamaian.
Lebih lanjut dijelaskan, sengketa perkara kebendaan seringkali timbul karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pengaturan hukum kebendaan yang berlaku seperti adanya asumsi bahwa harta tersebut diperoleh dari hasil usaha suami dan istri hanya di rumah, serta tidak ikut mengelola usahanya sehingga berasumsi istri tidak berhak atas harta tersebut.
Ada juga sebagian masyarakat yang berasumsi harta pemberian orang tua salah satu pihak dapat dituntut sebagai harta bersama. Ada juga masyarakat yang memahami bahwa harta bersama dapat diwariskan kepada anak-anak sementara kedua belah masih hidup dan asumsi-asumsi salah kaprah lainnya.
Maka, selaku mediator kita harus memberikan pemahaman hukum yang meyakinkan kepada para pihak, jika perlu ditunjukkan pasal yang mengaturnya, sehingga timbul kepercayaan para pihak dan mediator dapat membantu menyelesaikan sengketa mereka secara adil sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Di samping itu, diperlukan kreativitas mediator dalam memberikan solusi, semisal dalam hal pembagian hak, baik dalam perkara waris maupun harta bersama, terkadang ada harta yang tidak mungkin dibagi sesuai porsi, sehingga harus mampu memberikan solusi dengan menawarkan konsep kompensasi.
3. Rifqy Qowiyul Iman sebagai penerima penghargaan mediator dengan keberhasilan mediasi di atas 40% menyampaikan poin penting dalam mediasi adalah gaya komunikasi.
Arahkan para pihak untuk tidak lagi terlalu fokus, dengan cara masalah itu timbul, karena hanya akan berujung pada para pihak saling menyalahkan satu sama lainnya, melainkan lebih fokus bagaimana mencari solusi kedepannya dengan cara mengonversi kalimat-kalimat yang bersifat negatif yang bersifat provokatif menjadi kalimat positif yang berupa rencana perbaikan ke depan.
Ia mencontohkan, dalam perkara perceraian jika pihak penggugat mengklaim tergugat sering melakukan KDRT, maka sebagai mediator harus mampu mengkonversinya menjadi kalimat positif yang bersifat solutif, semisal: "maksud ibu, ibu bersedia untuk rukun kembali dengan bapak jika ada jaminan bahwa ke depan bapak tidak akan melakukan tindak KDRT".
Selain itu perlunya menyediakan tenggat waktu mediasi yang cukup. Tidak perlu khawatir dengan penilaian SIPP, karena proses mediasi tidak masuk dalam perhitungan lama waktu penyelesaian perkara.
Namun begitu, jika para pihak sudah mendapatkan kesepakatan, tidak perlu menunggu hingga waktu mediasi berakhir untuk penandatanganan hasil kesepakatan mediasi.
Hal ini, untuk menghindari perubahan pendirian para pihak, sehingga menganulir kesepakatan yang belum sempat ditandatanganinya.
4. Muhammad Syahwalan juga menyampaikan strateginya dalam memediasi para pihak, ia menjelaskan bahwa untuk bisa mencapai kata sepakat, para pihak harus diarahkan agar emosinya tetap stabil.
Hindari hal-hal yang dapat memicu adanya perselisihan, sehingga justru akan menjauhkan para pihak dari upaya mencapai kesepakatan damai.
Untuk itu, dirinya menyarankan agar dalam memediasi para pihak, pertama harus bersikap ramah, ceria dan lembut, serta menunjukkan ekspresi optimis kepada para pihak agar dapat menurunkan tensi para pihak pada saat masuk ruang sidang.
Selain itu, perlu dibuat aturan tambahan bagi para pihak untuk tidak memotong pembicaraan orang lain atau agar tidak berbicara, kecuali diberi kesempatan oleh mediator, agar tidak terjadi saling menanggapi secara liar.
Yakinkan para pihak, kita selaku mediator berusaha untuk inparsial atau tidak memihak, kedua belah pihak pasti akan diberi kesempatan guna bicara menyampaikan pendapatnya masing-masing. Hal ini, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Perma No 1 tahun 2016.
5. Indra Wahyudi dalam kesempatan tersebut, berbagi pengalamannya bahwa selaku mediator harus dapat menunjukkan sikap simpati atas persoalan yang dihadapi oleh para pihak.
Posisikan kita, sebagai saudara yang memiliki rasa prihatin dan memiliki niat membantu para pihak dalam menyelesaikan masalahnya.
Dengan demikian para pihak, akan dengan nyaman mengungkapkan segala keluh kesah atau uneg-uneg yang menjadi keresahannya selama ini. Terkadang orang, khususnya perempuan hanya perlu ingin didengarkan, meskipun ia mengetahui bahwa orang yang dicurhati, belum tentu mampu memberikan solusi.
Bilamana tidak mampu menjadi pendengar yang baik tetapi mampu memberikan alternatif solusi, sehingga dapat menjadi salah satu faktor mendukung terarahnya mediasi ke arah perdamaian. Hal ini, sebagaimana Pasal 6 Ayat (1) Perma No 1 tahun 2016.
6. Sedangkan menurut Acep Munawar, mediator harus kreatif dalam memberikan banyak alternatif atau pilihan solusi, agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dan perhitungan untung rugi oleh para pihak.
Maka, dalam perkara tertentu yang menurut tingkat kesulitannya membutuhkan lebih dari 1 mediator, ia mengusulkan agar ditunjuk lebih dari setidaknya 2 (dua) orang mediator, sehingga kedua orang mediator tersebut dapat bertukar pikiran untuk mengumpulkan sebanyak-banyak alternatif solusi bagi para pihak.
Penunjukkan mediator, lebih dari 1 orang juga tidak dilarang oleh Perma No 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Bahkan menu penunjukkan mediator pada aplikasi SIPP, dapat menambahkan mediator lebih dari 1.
Melalui kegiatan Coffee Morning perdana ini, para hakim Pengadilan Agama Tais berhasil merumuskan berbagai strategi praktis dalam pelaksanaan mediasi sekaligus berbagi pengalaman berharga yang dapat menjadi inspirasi bersama.
Diskusi ini tidak hanya memperkaya wawasan teknis para mediator, tetapi juga memperkuat komitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan peradilan yang sederhana, cepat, biaya ringan, serta berorientasi pada perdamaian.
Harapannya, forum rutin ini dapat menjadi wadah strategis dalam membangun budaya kerja yang Sinergis, Optimis, Loyal, Inovatif dan Dinamis (SOLID), demi terwujudnya peradilan agama yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat pencari keadilan