MARINews, Sambas — Upaya mediasi yang difasilitasi oleh Pengadilan Negeri (PN) Sambas berhasil menyelesaikan perkara perdata ganti rugi antara para pihak yang bersengketa secara damai.
Melalui proses yang berlangsung dalam suasana musyawarah dan kekeluargaan, kesepakatan telah dicapai dan kemudian dituangkan dalam Akta Perdamaian (Akta Van Dading) pada Kamis (6/11).
Dalam perkara perdata Nomor 58/Pdt.G/2025/PN Sbs, Majelis Hakim dengan Ketua Mukhamad Athfal Rofi Udin, S.H., serta Anggota Lina Dwi Istiqomah, S.H., dan Dhimas Adit Wicaksono, S.H., menunjuk Puti Almas, S.H., sebagai Hakim Mediator untuk menjembatani proses perdamaian antara para pihak.
Keberhasilan mediasi tidak lepas dari iktikad baik dari kedua belah pihak yang bersedia mencari jalan tengah secara terbuka dan saling menghormati pendapat masing-masing.
Upaya damai yang dicapai melalui mediasi mendapat tanggapan positif dari Majelis Hakim yang memeriksa perkara perdata Nomor 58/Pdt.G/2025/PN Sbs.
Keberhasilan tersebut menunjukkan peran penting pengadilan dalam mendukung penyelesaian sengketa, sesuai dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan berbiaya ringan.
“Kami sangat menghargai para pihak yang dengan iktikad baik berupaya mencapai perdamaian dan tidak lupa melalui peran hakim mediator dalam perkara ini untuk mengedepankan agar masing-masing pihak menemukan solusi,” ujar Mukhamad Athfal Rofi Udin, pada Kamis (6/11).
Perkara ganti rugi ini berawal dari adanya perjanjian jual beli antara Penggugat dan Tergugat I.
Pada 19 Maret 2022, Penggugat hendak membeli pupuk kepada Tergugat I senilai Rp28.800.000,00 (dua puluh delapan juta delapan ratus ribu rupiah) dan pada 24 Mei 2024, Penggugat juga membeli semen dengan uang muka sejumlah Rp23.824.000,00 (dua puluh juta delapan ratus dua puluh empat ribu rupiah).
Namun, hingga Juli 2024, Tergugat I tidak dapat menyerahkan pupuk dan semen yang dibeli oleh Penggugat.
Tergugat I kemudian menyerahkan sebidang tanah untuk mengembalikan uang yang telah diterima sebesar Rp56.624.000,00 (lima puluh enam juta enam ratus dua puluh empat ribu rupiah).
Dalam upaya mengembalikan uang tersebut, Tergugat I menjelaskan bahwa nilai jual sebidang tanah yang akan diberikan kepada Penggugat adalah Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah). Karena itu, Penggugat kemudian membayar lagi kepada Tergugat I uang sebesar Rp67.376.000,00 (enam puluh tujuh juta tiga ratus tujuh puluh enam ribu rupiah).
Akan tetapi, sebidang tanah yang diserahkan kepada Penggugat ternyata telah dikuasai oleh Tergugat II. Berdasarkan keterangan Tergugat II, tanah tersebut dijual oleh orang tua Tergugat I dan telah dimanfaatkan sebagai perkebunan.
Melalui beberapa kali pertemuan, Mediator berhasil membantu para pihak, yaitu Penggugat dan Tergugat I mendapatkan titik temu dan mencapai kesepakatan perdamaian.
Penggugat bersama dengan Kuasa Hukum menyatakan apa yang diperlukan adalah agar uang senilai Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta) miliknya dapat kembali dan tidak lagi membutuhkan tanah yang diserahkan oleh Tergugat I sebelumnya.
Tergugat I menyanggupi untuk mengembalikan uang tersebut kepada Penggugat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) bulan dari tanggal kesepakatan damai ditandatangani. Penggugat menyambut baik usulan tersebut, sehingga sengketa ganti rugi ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
“Proses mediasi tentu saja membuktikan bahwa penyelesaian sengketa tidak selalu harus berakhir dengan putusan. Saat para pihak mau berdialog dengan terbuka, jalan damai bisa ditemukan,” jelas Mukhamad Athfal Rofi.
Keberhasilan mediasi menjadi bukti komitmen PN Sambas dalam menyelesaikan sengketa secara damai.
Kesepakatan yang kemudian dikuatkan dalam Akta Van Dading menandai berakhirnya perkara perdata Nomor 58/Pdt.G/2025/PN Sbs, sekaligus menegaskan penyelesaian dalam perkara perdata dapat dilakukan secara efektif dan efisien.


