Hukuman Disiplin sebagai Upaya Menjaga Integritas Lembaga Peradilan

Mahkamah Agung terus memperkuat mekanisme pengawasan dan penegakan disiplin internal, agar setiap pelanggaran dapat ditangani secara tepat dan tidak menimbulkan preseden buruk.
Ilustrasi integritas lembaga peradilan. Foto gemini.google.com
Ilustrasi integritas lembaga peradilan. Foto gemini.google.com

Dalam menjaga marwah lembaga peradilan sebagai institusi yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak henti-hentinya menegakkan disiplin dan integritas bagi seluruh aparatur di bawahnya. Salah satu bentuk keseriusan Mahkamah Agung dalam hal ini adalah dengan memberikan hukuman disiplin kepada aparatur-baik hakim maupun pegawai-yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku.

Hukuman disiplin tersebut, terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu hukuman ringan, sedang, dan berat. Setiap jenis pelanggaran akan diberikan sanksi yang sesuai, proporsional, dan melalui proses pemeriksaan yang akuntabel. Mahkamah Agung meyakini, hukuman disiplin bukanlah untuk menjatuhkan atau menghancurkan karier seorang hakim, namun sebagai langkah konkret untuk menjaga integritas institusi dan menjamin tegaknya nilai-nilai etik profesi hakim. Hal ini juga merupakan bagian dari upaya untuk memastikan bahwa aparatur peradilan benar-benar menjunjung tinggi prinsip keadilan, tanpa adanya kompromi terhadap pelanggaran hukum atau perilaku tidak etis.

Melalui penegakan disiplin ini, Mahkamah Agung juga ingin menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam 9 nilai utama Mahkamah Agung, yakni kemandirian, integritas, kejujuran, akuntabilitas, responsibilitas, keterbukaan, keteladanan, perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta profesionalisme. Nilai-nilai tersebut diharapkan menjadi pedoman moral dan etika dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil oleh para hakim dan aparatur pengadilan.

Ke depan, Mahkamah Agung terus memperkuat mekanisme pengawasan dan penegakan disiplin internal, agar setiap pelanggaran dapat ditangani secara tepat dan tidak menimbulkan preseden buruk. Diharapkan langkah ini juga menjadi pengingat bahwa menjadi hakim atau aparatur peradilan bukan hanya tentang jabatan, tetapi tentang tanggung jawab moral dan amanah besar kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews