I. Pendahuluan: Memaknai Visi Keadilan Publik Ketua Mahkamah Agung
1.1. Konteks Historis dan Analisis Filosofis “Pesan” Ketua MA
Pernyataan fundamental yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Prof. Dr. H. Sunarto, SH, MH, pada Rapat Pleno Kamar MA RI tahun 2025, bahwa, "Keadilan tidak lagi cukup hanya tertulis dalam lembar putusan, melainkan harus bergema di ruang publik sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas lembaga peradilan”, merupakan penegasan kembali komitmen institusional terhadap reformasi yudisial.
Pernyataan ini menandai pergeseran penekanan dari transparansi yang bersifat kuantitatif menuju akuntabilitas yang bersifat kualitatif.
Visi ini mengharuskan lembaga peradilan mengukur keberhasilannya berdasarkan resonansi dan pemahaman yang dihasilkan di tengah masyarakat, bukan semata-mata pada ketersediaan dokumen hukum.
Secara filosofis, pesan ini menggarisbawahi tantangan evolusi pemikiran hukum di Indonesia.
Dalam tradisi civil law yang dianut, Hakim secara historis dianggap sebagai corong undang-undang (la bouche de la loi), dengan tugas utama menerapkan hukum tertulis secara formalistik.
Namun, tuntutan agar keadilan "bergema" merefleksikan kesadaran bahwa hukum tidak boleh berada di ruang kedap air.
Perubahan dalam hukum seringkali merupakan respons terhadap perubahan realitas sosial. Jika hukum teratih-tatih mengikuti perkembangan masyarakat, akan timbul "jurang" antara masyarakat dan hukum.
Oleh karena itu, kegagalan putusan untuk bergema di ruang publik mengindikasikan kegagalan Hakim dalam memainkan peran adaptifnya untuk menyesuaikan hukum dengan perkembangan masyarakat (ius), yang pada gilirannya berpotensi merusak legitimasi lembaga peradilan.
1.2. Pergeseran Paradigma Keadilan dan Tuntutan Konstitusional
Pesan Ketua MA menuntut Hakim untuk memenuhi dualitas mandat: mandat kepastian hukum formal (putusan tertulis yang sah) dan mandat legitimasi sosial (diterima dan dipahami publik).
Hal ini mengharuskan peradilan beralih dari sekadar penegakan lex (hukum tertulis) menuju perwujudan ius (keadilan substantif). Kebutuhan untuk beradaptasi ini memosisikan Hakim sebagai penegak hukum sekaligus agen adaptasi sosial.
Secara konstitusional, keadilan yang bergema adalah manifestasi praktis dari prinsip judicial publicity atau open justice, sebuah tuntutan dasar hukum dan hak asasi dalam negara demokrasi.
Keterbukaan ini adalah fondasi utama kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Tingginya kepercayaan publik secara sistematis menciptakan proses peradilan yang tepercaya dan memperkuat keyakinan terhadap penegakan hukum. Apabila putusan gagal "bergema," ini berarti upaya membangun kepercayaan tersebut telah gagal, karena publik tidak dapat menginternalisasi atau memahami dasar keadilan yang telah diputuskan.
Oleh karena itu, lembaga peradilan yang unggul tidak hanya memberikan layanan yang terjangkau dan mudah diakses (Affordable and Acessible Court Services), tetapi juga secara sistematis harus mengukur tingkat kepercayaan dan keyakinan publik terhadap sistem peradilan secara keseluruhan.
II. Pilar Infrastruktur Digital: Fondasi Kuantitatif Transparansi dan Akuntabilitas
2.1. Digitalisasi Peradilan sebagai Jaminan Aksesibilitas
Mahkamah Agung telah menempatkan fondasi yang kuat untuk transparansi melalui reformasi berbasis teknologi informasi. Penerapan sistem E-Court dan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) merupakan instrumen vital yang melayani dua tujuan utama: efisiensi dan akuntabilitas.
Dari sisi efisiensi dan aksesibilitas, sistem elektronik ini memangkas proses pendaftaran, pengajuan dokumen, dan pelaksanaan sidang, yang menjadikan proses berperkara lebih cepat dan murah.
Ini adalah langkah penting untuk menjamin bahwa layanan peradilan mudah diakses, terutama bagi masyarakat di daerah terpencil, yang kini dapat mengakses informasi perkara secara real-time tanpa harus melakukan perjalanan jauh.
Dari sisi akuntabilitas, semua proses peradilan, mulai dari bukti-bukti hingga salinan putusan, diunggah dan disimpan dalam sistem yang terintegrasi.
Pencatatan digital ini mempermudah pemantauan dan pengawasan, secara efektif mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang atau praktik korupsi di lingkungan peradilan.
2.2. Bukti Kuantitatif Keterbukaan dan Tantangan Implementasi
Komitmen struktural MA terhadap keterbukaan informasi terwujud dalam volume masif putusan yang dipublikasikan melalui direktori putusan. Data menunjukkan komitmen kuantitatif yang jelas.
Pada 2025, total putusan yang diputus dan diunggah mencapai 793.723. Putusan tersebut tersebar di berbagai kamar peradilan, termasuk 566.612 putusan Perdata Agama, 105.583 putusan Perdata, 65.268 putusan Pidana Khusus, dan 61.954 putusan Pidana Umum.
Tabel 1: Rekapitulasi Kuantitas Publikasi Putusan MA

Meskipun volume publikasi ini adalah bukti transparansi kuantitatif, terdapat tantangan yang harus diatasi untuk mencapai resonansi publik yang diamanatkan Ketua MA.
Ketersediaan ratusan ribu dokumen tidak secara otomatis berarti putusan tersebut dipahami oleh masyarakat. Jika putusan disajikan dalam bahasa yuridis yang terlalu teknis, publik akan kesulitan menyaring dan memahami makna keadilan.
Kondisi ini menciptakan paradoks: ketersediaan data tinggi, tetapi pemahaman publik rendah. Keadilan yang "bergema" harus melampaui penyediaan data dan bergerak menuju pemrosesan data menjadi informasi yang bermakna. Hal ini menuntut MA untuk fokus pada lapisan komunikasi (kualitatif) setelah sukses membangun lapisan digital (kuantitatif).
Selain itu, kendala implementasi teknologi juga menghambat pemerataan akses. Keterbatasan infrastruktur dan Sumber Daya Manusia (SDM) di beberapa daerah yang belum memadai untuk mengoperasikan sistem E-Court secara efektif berarti bahwa keadilan yang berbiaya murah dan mudah diakses hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat. Kegagalan mengatasi kendala ini merusak prinsip keadilan yang merata di seluruh wilayah.
III. Strategi Komunikasi Publik Peradilan: Menjembatani Kepastian Hukum dan Nurani Publik
3.1. Kehumasan sebagai Roh Akuntabilitas dan Edukasi Hukum
Untuk mewujudkan keadilan yang "bergema," fungsi kehumasan harus diperkuat dan dianggap sebagai ‘roh keterbukaan’.
Humas pengadilan memegang peran krusial sebagai ‘juru bahasa hukum’ yang bertugas menjembatani narasi hukum yang teknis dengan pemahaman masyarakat yang sederhana.
Melalui Humas, hukum dapat "berbicara" dengan bahasa yang mudah dimengerti, tanpa mengorbankan martabat dan prinsip keadilannya.
Pentingnya fungsi komunikasi publik telah diinstitusionalkan. Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung (SE SEKMA) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Kepatuhan Terhadap Pedoman Komunikasi Informasi Publik menjadi mandat kebijakan resmi yang mengikat seluruh lingkungan MA dan badan peradilan di bawahnya.
Kebijakan ini menegaskan bahwa Hakim dan aparatur peradilan lainnya, yang dituntut untuk responsif dan mendukung kebijakan MA , harus melihat komunikasi sebagai bagian tak terpisahkan dari tugas pokok mereka.
Konsep bahwa Komunikasi adalah Bagian dari Keadilan merupakan penafsiran paling mendalam dari pesan Ketua MA.
Akuntabilitas peradilan tidak lagi berakhir pada penjatuhan sanksi etika terhadap pelanggaran, tetapi mencakup kemampuan untuk menjelaskan dasar pertimbangan putusan secara efektif, menjadikannya sarana pendidikan publik. Dengan menginstitusionalkan komunikasi, lembaga peradilan berupaya proaktif mengelola persepsi publik.
3.2. Strategi Komunikasi Putusan yang Kompleks
Tantangan utama dalam membuat putusan bergema terletak pada rendahnya tingkat literasi hukum masyarakat. Ketika putusan hukum, seperti kasus pidana yang kompleks , bertentangan dengan sentimen moral atau nurani publik , kegagalan komunikasi dapat diartikan sebagai bias atau ketidakadilan.
Untuk mengatasi jurang pemahaman ini, lembaga peradilan direkomendasikan untuk mengadopsi strategi komunikasi yang didasarkan pada penyederhanaan bahasa.
Implementasi Plain Language Summaries (PLS) atau Ringkasan Eksekutif dalam Bahasa Sederhana, yang terinspirasi dari praktik internasional (misalnya, di Amerika Serikat, di mana pengadilan di Utah mewajibkan penggunaan bahasa sederhana untuk formulir pengadilan) , sangat diperlukan.
PLS untuk putusan kontroversial atau kompleks harus disusun oleh Hakim atau tim Humas, menjelaskan kerangka hukum dan pertimbangan filosofis putusan secara umum, tanpa mengurangi independensi Hakim.
Selain itu, di era media sosial, lembaga peradilan harus menyadari bahwa reputasi dapat terancam instan akibat kritik yang cepat dan luas.
Oleh karena itu, diperlukan integrasi strategi komunikasi litigasi yang profesional untuk melindungi citra institusi, seperti yang diamanatkan agar Humas harus menjadi sumber kebenaran, bukan sekadar sumber berita.
Investasi dalam kemampuan ini krusial untuk memastikan bahwa upaya kehumasan menjadi penjaga citra MA di era keterbukaan informasi.
IV. Mengelola Tensi Keadilan: Dilema Privasi, Etika, dan Kepercayaan Publik
4.1. Keseimbangan Antara Keterbukaan Informasi dan Perlindungan Privasi
Meskipun transparansi adalah inti dari keadilan yang bergema, ia tidak boleh mencederai hak privasi individu. Mahkamah Agung telah mengatur kebijakan anonimisasi untuk menyeimbangkan kepentingan publik dan perlindungan data pribadi.
Kriteria perlindungan ini diterapkan pada perkara sensitif, termasuk perkara bermuatan kesusilaan, lingkup domestik, perlindungan terhadap identitas Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), serta pihak-pihak yang berkaitan dengan tindak pidana luar biasa (misalnya, TPPO, sesuai UU No. 21 Tahun 2007).
Untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap batas-batas keterbukaan ini, proses pengambilan keputusan untuk pengecualian informasi harus dilakukan secara transparan dan terukur.
Direkomendasikan agar MA mengadopsi atau memformalkan kerangka yuridis-objektif, seperti standar Three-Part Test yang digunakan dalam hukum internasional terkait hak atas informasi. Standar ini mensyaratkan bahwa pembatasan informasi harus (1) berkaitan dengan tujuan yang sah, (2) pengungkapan informasi harus mengancam menimbulkan kerugian substansial terhadap tujuan tersebut, dan (3) kerugian terhadap tujuan tersebut harus lebih besar daripada kepentingan publik untuk mendapatkan informasi. Penerapan standar ini akan memberikan dasar akuntabilitas yang jelas untuk setiap tindakan anonimisasi putusan.
4.2. Etika Yudisial dan Pengelolaan Kritik Publik
Akuntabilitas yang bergema juga menuntut Hakim untuk beradaptasi dengan kritik publik. Hakim harus sadar bahwa perubahan hukum seringkali merupakan hasil dari perubahan realitas sosial.
Ketika putusan menimbulkan kontroversi, ini menuntut aparatur peradilan untuk berpegangan pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), yang secara eksplisit membolehkan Hakim berpartisipasi dalam kegiatan pencerahan hukum, sistem hukum, dan administrasi peradilan.
Saat ini, akuntabilitas peradilan telah bergeser dari mekanisme pengawasan internal (seperti Dewan Etik) menjadi pengawasan berbasis eksternal yang instan melalui ruang publik. Oleh karena itu, kemampuan Hakim untuk menjelaskan pertimbangan filosofis putusan—melalui Humas—adalah bentuk akuntabilitas proaktif dan edukasi publik.
Namun demikian, keterbukaan informasi yang semakin luas juga memunculkan risiko baru, terutama ancaman keamanan berupa doxing terhadap aparatur peradilan. Perlindungan terhadap Hakim dan staf harus menjadi prioritas kebijakan agar kemandirian peradilan tetap terjaga di tengah tekanan publik.
V. Penutup dan Rekomendasi Strategis: Memperkuat Ekosistem Keadilan yang Terbuka
Visi "Keadilan yang Bergema" dari Ketua MA RI adalah tantangan bagi lembaga peradilan untuk menyelesaikan reformasi yudisial, bergerak dari fase pembangunan infrastruktur digital menuju fase komunikasi publik yang kualitatif.
Keberhasilan dalam implementasi visi ini akan secara langsung menguatkan kepercayaan publik, menegaskan bahwa pengadilan bukan hanya tempat mencari keadilan, tetapi juga cermin keadilan itu sendiri yang terbuka, jujur, dan berintegritas.
5.1. Rekomendasi Penguatan Kelembagaan dan Budaya Yudisial
Penguatan budaya komunikasi yang terinstitusi diperlukan untuk menjamin resonansi putusan:
- Internalisasi Budaya Komunikasi Keadilan: Mengintegrasikan kurikulum legal writing yang berorientasi publik dan judicial communication strategy ke dalam seluruh program pendidikan dan pelatihan bagi Hakim, Panitera, dan Juru Bicara. Hal ini memastikan bahwa aparatur memiliki kemampuan teknis untuk menerjemahkan pertimbangan hukum yang kompleks menjadi narasi yang mudah dipahami.
- Penerapan PLS Secara Menyeluruh: Mewajibkan penyusunan Plain Language Summaries (PLS) untuk semua putusan Pidana dan TUN yang menarik perhatian publik. PLS ini harus menjadi bagian standar dari proses publikasi putusan, memungkinkan masyarakat yang memiliki literasi hukum terbatas untuk memahami dampak putusan.
- Formalisasi Standar Pengecualian Informasi: Menerbitkan pedoman yang secara rinci mengatur penerapan prinsip-prinsip pengecualian informasi (misalnya, Three-Part Test) dalam kebijakan anonimisasi. Transparansi dalam menetapkan batasan hukum keterbukaan sangat penting untuk membangun kepercayaan publik.
5.2. Peningkatan Standar Transparansi Kualitatif
Langkah-langkah berikut merupakan upaya untuk memastikan MA tidak hanya mengunggah data, tetapi menghasilkan dampak sosial yang nyata:

Keberhasilan lembaga peradilan di masa depan akan ditentukan oleh seberapa efektif ia mampu menerjemahkan kepastian hukum yang tertulis menjadi keadilan yang diakui dan dirasakan publik. Dengan memperkuat infrastruktur digital dan menginstitusionalkan komunikasi yang kualitatif, Mahkamah Agung dapat memastikan bahwa putusannya benar-benar bergema sebagai bukti nyata akuntabilitas dan transparansi negara hukum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mengenal Putusan (Peradilan) Perdata - pa-sungguminasa.go.id, https://www.pa-sungguminasa.go.id/pdf/Artikel_Pengadilan/89-%20Tentang%20Putusan1.pdf
2. PROBLEMATIKA HAKIM DALAM RANAH HUKUM, PENGADILAN, DAN MASYARAKAT DI INDONESIA: STUDI SOSIO-LEGAL - Komisi Yudisial, https://www.komisiyudisial.go.id/storage/assets/uploads/files/Problematika-Hakim-dalam-Ranah-Hukum-Pengadilan-Masyarakat-di-Indonesia.pdf
3. Dari Lex ke Ius: Evolusi tentang Hukum dan Keadilan - MariNews - Mahkamah Agung, https://marinews.mahkamahagung.go.id/artikel/dari-lex-ke-ius-evolusi-tentang-hukum-dan-keadilan-0ny
4. Transparency - Oxford Public International Law, https://opil.ouplaw.com/display/10.1093/law-mpeipro/e2226.013.2226/law-mpeipro-e2226?d=%2F10.1093%2Flaw-mpeipro%2Fe2226.013.2226%2Flaw-mpeipro-e2226&p=emailAYDqerZjURgi.
5. Humas Pengadilan Wajah Transparansi dan Akuntabilitas Peradilan Modern - MariNews, https://marinews.mahkamahagung.go.id/artikel/humas-pengadilan-wajah-transparansi-dan-akuntabilitas-05H
6. PENGUATAN AKUNTABILITAS - Mahkamah Konstitusi, https://s.mkri.id/microsite/documents/lkewbk_1655872405_36fbcfcc7c7affec1eab.pdf
7. pdf - Ejournal STEI Tholabul 'Ilmi, https://ejournal.steitholabulilmi.ac.id/index.php/metadata/article/view/559/563
8. 8. Optimalisasi Fungsi SIPP Menuju Pelayanan Peradilan Berbasis E-Service di Pengadilan Agama Purwodadi, https://www.pa-purwodadi.go.id/index.php/26-halaman-depan/artikel/235-optimalisasi-fungsi-sipp-menuju-pelayanan-peradilan-berbasis-e-service-di-pengadilan-agama-purwodadi
9. Direktori Putusan - Mahkamah Agung, https://putusan3.mahkamahagung.go.id/
10. Putusan Putus Tahun 2025 - Direktori Putusan - Mahkamah Agung, https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/index/tahunjenis/putus/tahun/2025.html
11. se sekma nomor 6 tahun 2025 - JDIH PENGADILAN NEGERI IDI, https://jdih.pn-idi.go.id/detil-undang/se-sekma-nomor-6-tahun-2025
12. se sekma nomor 6 tahun 2025 - JDIH Mahkamah Agung RI, https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/se-sekma-nomor-6-tahun-2025/detail
13. sk penunjukan juru bicara (humas) - JDIH Mahkamah Agung RI, https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/sk-penunjukan-juru-bicara-humas/detail
14. “PUTUSAN HAKIM DI ERA DIGITAL” Disusun Oleh - PA Kudus, https://pa-kudus.go.id/images/stories/2023/pdf/Putusan_Hakim_di_Era_Digital.pdf
15. Membangun Kebijakan Publik Melalui Putusan Hakim | Oleh : Abdul Malik (7/3) - Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/membangun-kebijakan-publik-melalui-putusan-hakim-oleh-abdul-malik-10-1
16. 16. Pengaruh Literasi Hukum terhadap Penanganan Kasus Hukum | kumparan.com, https://kumparan.com/irwan-pachrozi/pengaruh-literasi-hukum-terhadap-penanganan-kasus-hukum-201XIH7GHUj
17. Putusan No.454/Pid.B/2024/PN.Sby Tentang Kasus Pembunuhan Berdasarkan Perspektif Prinsip Hak Asasi Manusia, https://jurnal.erapublikasi.id/index.php/PRLJ/article/download/932/707/5977
18. Putusan Hakim vs Hati Nurani Publik: Siapa yang Harus Dipahami? - MariNews, https://marinews.mahkamahagung.go.id/artikel/putusan-hakim-vs-nurani-publik-siapa-yang-harus-dipahami-0oy
19. The Rise of Plain Language Laws, https://repository.law.miami.edu/cgi/viewcontent.cgi?params=/context/umlr/article/4673/&path_info=UMLR_20vol_2076_20no_202_20447_524_Blasie_Plain_20Language.pdf
20. Plain Language: Lawmakers' Preferred Solution - National Association of Attorneys General, https://www.naag.org/attorney-general-journal/plain-language-lawmakers-preferred-solution/
21. Peraturan Bersama MA KY – Kode Etik Hakim - Pengadilan Negeri Pandeglang, https://pn-pandeglang.go.id/main/media/files/2016052508234421915574544f0dd2be_20160526024910_Peraturan+Bersama+MA+KY+Kode+Etik+Hakim+1.pdf
22. Litigation public relations: fighting battles in public - Practical Law, https://uk.practicallaw.thomsonreuters.com/4-525-3896?transitionType=Default&contextData=(sc.Default)
23. Peran Humas Sebagai Penjaga Citra MA di Era Keterbukaan Informasi - Dandapala, https://dandapala.com/article/detail/peran-humas-sebagai-penjaga-citra-ma-di-era-keterbukaan-informasi
24. Peluncuran Hasil Penelitian “Simetri Publik dan Privasi : Menyeimbangkan Perlindungan Data Pribadi dan Keterbukaan Informasi Publik dalam Publikasi Putusan”. - Kepaniteraan Mahkamah Agung, https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/registry-news/2580-peluncuran-hasil-penelitian-simetri-publik-dan-privasi-menyeimbangkan-perlindungan-data-pribadi-dan-keterbukaan-informasi-publik-dalam-publikasi-putusan
25. Menyeimbangkan Kepentingan Privasi dan Publik Melalui Publikasi Putusan - MariNews, https://marinews.mahkamahagung.go.id/artikel/menyeimbangkan-kepentingan-privasi-dan-publik-0h1
26. PENAFSIRAN ATAS PENGECUALIAN DALAM HAK ATAS INFORMASI: Pengalaman di Indonesia dan Negara Lain - Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), https://icel.or.id/media/pdf/BukuPenafsiranatasPengecualiandidalamHakatasInformasi.pdf
27. KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG RI DAN KETUA KOMISI YUDISIAL RI 047/KMA/SKB/IV/2009 02/SKB/P.KY/IV/2009 TENTANG KODE ET, https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/images/artikel/kode%20etik%20dan%20pedoman%20perilaku%20hakim%20ma%20ky.pdf



