Keterbukaan informasi saat ini bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keniscayaan yang menjadi tuntutan publik. Di era kemajuan teknologi informasi dan media sosial, informasi ibarat hidangan yang tersaji di atas meja dan siap untuk dikonsumsi kapan saja.
Namun, layaknya dalam memilih makanan yang sehat dan bergizi agar tidak berdampak buruk ke tubuh, masyarakat juga harus cermat dalam menyaring serta memilih informasi agar tidak terjebak dalam informasi menyesatkan, yang dapat memberikan dampak negatif secara mental dan sosial.
McLeod (2007) mengidentifikasi empat karakteristik utama dari informasi berkualitas: akurat, tepat waktu, relevan, dan lengkap. Artinya, informasi harus bebas dari kesalahan (akurat), tersedia saat dibutuhkan (tepat waktu), sesuai dengan kebutuhan pengguna (relevan), serta mencakup seluruh aspek penting (lengkap).
Transparansi peradilan tidak dapat lepas dari adanya keterbukaan informasi dan proses dalam sistem peradilan. Transparansi peradilan memungkinkan masyarakat untuk mengakses informasi terkait jalannya persidangan, putusan, kinerja lembaga peradilan, berpartisipasi dalam mengawasi proses hukum, serta meningkatkan akuntabilitas dan kepercayaan publik. Proses yang transparan memberikan kepastian bagi masyarakat dan para pihak yang berperkara untuk dapat memahami semua tahapan proses peradilan, serta mendapatkan perlakuan yang adil dan sejajar.
Sebagai lembaga tertinggi tempat masyarakat mencari keadilan, Mahkamah Agung (MA) bersama empat badan peradilan di bawahnya senantiasa menjadi sorotan, baik dari segi kebijakan maupun putusan. Publik menuntut adanya transparansi peradilan, yaitu keterbukaan dalam pelaksanaan proses hukum, termasuk penyediaan informasi yang mudah diakses mengenai prosedur, tahapan, dan putusan pengadilan.
Sejak 2007, Mahkamah Agung telah menunjukkan komitmennya terhadap keterbukaan informasi publik dan transparansi peradilan. Titik awal transparansi peradilan di Mahkamah Agung ditandai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Ketua MA RI Nomor 144/KMA/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan, yang mewajibkan setiap pengadilan menunjuk penanggung jawab dan petugas layanan informasi untuk melayani permintaan informasi dari publik.
Seiring dengan perkembangan regulasi, Mahkamah Agung menyesuaikan kebijakan melalui penerbitan peraturan baru yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Pembaruan terakhir dituangkan dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik di Pengadilan.
Pemanfaatan Teknologi Digital pada Sistem Peradilan di Banyak Negara
Kemajuan teknologi digital telah dimanfaatkan dalam sistem peradilan di berbagai negara termasuk Indonesia. Pemanfaatan teknologi digital pada sistem peradilan dibangun bertujuan untuk mengurangi jalur birokrasi yang panjang, serta memberikan kemudahan akses terkait layanan hukum.
Kolaneci dan Pejo (2023) menegaskan, teknologi digital berperan penting dalam optimalisasi sistem peradilan. Penerapan sistem manajemen dokumen elektronik dan layanan daring, seperti e-Court, dapat menyederhanakan prosedur hukum, menghemat waktu, dan memangkas biaya. Selain itu, sidang virtual memungkinkan proses hukum tetap berjalan efisien, meskipun melibatkan pihak dari lokasi berbeda.
Beberapa negara yang telah memanfaatkan teknologi digital di sistem peradilannya antara lain:
- Prancis, pengadilan Prancis telah menerapkan transparasi dengan menyediakan portal repositori putusan pengadilan dengan menampilkan prosedur yang jelas serta mudah dipahami dan dapat diakses oleh publik. Sistem peradilan menyediakan akses yang terarah bagi penasihat hukum dengan pengadilan.
- Jerman, sistem peradilan di Jerman telah mengadopsi teknologi digital, yaitu dengan menggunakan portal pengadilan elektronik yang dapat memberikan kemudahan dalam proses pendaftaran dan pengajuan dokumen. Manfaat dari penggunaan teknologi di sistem peradilan antara lain meningkatkan efisiensi dan percepatan penanganan perkara. Penggunaan teknologi digital dapat memastikan bahwa proses peradilan bisa berjalan dengan baik karena tidak adanya hambatan yang disebabkan keterbatasan akses secara fisik.
- Korea Selatan, sistem peradilan di Korea Selatan telah memanfaatkan sistem E-Court yang terintegrasi memuat berbagai fitur yang memberikan kemudahan terkait pendaftaran perkara, pengelolaan dokumen digital, sampai dengan penyelenggaraan sidang virtual (virtual trial process). Korea Selatan memiliki fasilitas teknologi dan infrastruktur internet yang sangat baik dan merata di seluruh wilayah, sehingga pelaksanaan e-Court dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
- India, Seluruh proses persidangan di ruang sidang direkam dalam bentuk video dengan menggunakan kamera beresolusi tinggi yang dikendalikan langsung oleh hakim. Siaran langsung persidangan dapat diakses melalui portal web resmi pengadilan. India juga melakukan pengembangan sistem E-Court yang memberikan akses daring terhadap informasi perkara yang ada di seluruh pengadilan. Barang bukti dan dokumen terkait perkara, seperti barang bukti, catatan perkara, surat panggilan, dan salinan putusan, telah dipindai dan didigitalkan dalam bentuk softcopy. Dokumen ini hanya dapat diakses oleh pihak yang berwenang, seperti hakim, pengacara, dan jaksa penuntut umum, untuk keperluan peninjauan. Sistem ini terintegrasi dengan fasilitas konferensi video yang menghubungkan lokasi-lokasi lain melalui jaringan broadband IP atau ISDN, seperti kantor polisi, rumah tahanan, atau rumah sakit. Hal ini memberikan keuntungan besar dalam menghemat waktu dan biaya, serta jauh lebih aman.
Dari contoh praktik-praktik internasional tersebut, jelas bahwa transparansi peradilan tidak lepas dari teknologi digital dan lebih dari sekadar aspek formalitas administratif, karena telah berkembang menjadi bentuk komunikasi hukum yang inklusif dan partisipatif.
Praktik Transparansi Peradilan Mahkamah Agung
Upaya Mahkamah Agung dalam mewujudkan keterbukaan informasi publik dalam rangka transparansi peradilan sejalan dengan praktik yang telah diterapkan di banyak negara. Transparansi peradilan di tingkat global bukan sekadar soal membuka data, tetapi juga mengenai bagaimana lembaga yudikatif membangun komunikasi yang aktif dan kepercayaan publik melalui pemanfaatan teknologi dan penyampaian informasi yang inklusif.
Mahkamah Agung telah menggunakan berbagai teknologi digital untuk mendukung tugas dan fungsinya, seperti situs resminya dan situs resmi empat pengadilan di bawahnya, Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), aplikasi e-Court, info perkara, serta Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH). Semua itu, bertujuan untuk memberikan kemudahan dan memperluas jangkauan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, membantu dalam tertib administrasi, efisiensi, dan transparansi di lingkungan peradilan.
Situs resmi Mahkamah Agung secara berkala memublikasikan berita dan pengumuman untuk publik dan aparatur peradilan. SIPP adalah sebuah aplikasi berbasis web yang digunakan oleh lembaga peradilan untuk memberikan informasi perkara kepada masyarakat dan memonitor kinerja aparatur pengadilan. JDIH Mahkamah Agung menyediakan akses cepat dan mudah terhadap regulasi, kebijakan, serta beberapa putusan pengadilan.
Sebagai wujud dari pelayanan peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan, sistem e-Court merupakan layanan berbasis elektronik yang memungkinkan proses pendaftaran perkara, pembayaran, pemanggilan, dan sidang secara daring.
Selain itu, Mahkamah Agung juga telah mengimplementasikan penyiaran pembacaan amar putusan kasasi dan peninjauan kembali melalui e-Court Live Streaming (https://court-live.mahkamahagung.go.id/). Masyarakat juga dapat mencari informasi perkara melalui laman “info perkara” (https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara/) atau mendatangi PTSP Mahkamah Agung untuk bertanya kepada petugas informasi.
Penutup
Keterbukaan informasi bukan sekadar formalitas administratif, melainkan telah menjadi fondasi utama dalam membangun kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Mahkamah Agung, melalui regulasi, inovasi teknologi, dan penerapan transparansi yang progresif, telah membuktikan komitmennya dalam mewujudkan peradilan yang akuntabel dan responsif.
Komitmen ini, tidak boleh berhenti sampai di situ, tetapi harus terus diperkuat melalui pengawasan, partisipasi publik, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan peradilan. Pemanfaatan teknologi digital dalam sistem peradilan juga harus disertai dengan penguatan keamanan terhadap ancaman serangan siber. Belajar dari praktik internasional, keterbukaan bukan hanya soal membuka akses, melainkan juga tentang bagaimana menyampaikan informasi secara jelas, edukatif, dan bermakna.
Kolaborasi antara lembaga peradilan, media, akademisi, dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam membangun ekosistem hukum yang transparan, modern, dan berpihak pada keadilan. Keterbukaan informasi Mahkamah Agung sebagai penggerak transparansi peradilan menjadi salah satu landasan dalam reformasi peradilan. Karena sebuah negara akan menjadi kuat dan maju apabila lembaga peradilannya dapat dipercaya.