Menegakkan Lex Specialis di Laut, Menyelamatkan Kedaulatan dan Aset Ekonomi Bangsa

Di atas ombaknya yang tenang, tersimpan dinamika hukum yang dalam: tentang pencurian ikan, pelanggaran batas, dan kerusakan ekosistem
Refleksi atas keberhasilan penegakan hukum laut Indonesia melalui asas lex specialis dan dedikasi aparat penegak hukum perikanan dalam menjaga kedaulatan serta ekonomi maritim nasional. Foto: Humas Ditjen PSDKP – KKP
Refleksi atas keberhasilan penegakan hukum laut Indonesia melalui asas lex specialis dan dedikasi aparat penegak hukum perikanan dalam menjaga kedaulatan serta ekonomi maritim nasional. Foto: Humas Ditjen PSDKP – KKP

Laut sebagai Ruang Hukum dan Nurani

Laut Indonesia, adalah anugerah sekaligus amanah. Ia bukan hanya ruang ekonomi, tetapi juga ruang kehidupan, tempat manusia dan alam berinteraksi dalam keseimbangan yang rapuh.

Di atas ombaknya yang tenang, tersimpan dinamika hukum yang dalam: tentang pencurian ikan, pelanggaran batas, dan kerusakan ekosistem yang menantang batas kesabaran dan integritas negara.

Namun Dibalik Kerumitan Itu, Hukum Tetap Harus Hidup

Melalui asas lex specialis derogat legi generali, Indonesia menegakkan aturan yang tidak hanya mengatur, tetapi juga melindungi. 

Hukum perikanan hadir bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai penjaga laut hukum yang tumbuh dari kearifan, keberanian, dan tanggung jawab.

Data yang Berbicara tentang Kedaulatan

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, pada Rabu (5/11), Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, data yang menggugah kesadaran nasional: sejak 2020 hingga 2025, sebanyak 1.149 kapal ilegal telah ditangkap dan 104 rumpon ilegal ditertibkan.

Tindakan ini, bukan sekadar angka dalam laporan, melainkan cerita tentang kedaulatan. Hal tersebut, karena dari operasi itu, negara menyelamatkan potensi kerugian sekitar Rp16 Triliun.

Di balik setiap kapal yang disita, ada keberanian aparat yang menghadapi badai; di balik setiap keputusan hukum, ada tekad untuk menjaga ekonomi rakyat kecil dari kejahatan yang terorganisir.

Penegakan hukum perikanan kini berjalan secara terukur dan konstitusional, di bawah naungan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, sebagai lex specialis yang berdiri tegak di antara lautan aturan umum.

Dari Ombak ke Meja Hukum

Keberhasilan ini, tidak berdiri di atas satu lembaga semata. Ia adalah hasil dari sinergi para Aparat Penegak Hukum (APH) pengawas PSDKP, penyidik PPNS, jaksa penuntut umum, hingga hakim ad hoc perikanan.

Mereka bekerja dalam harmoni, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perikanan, yang menegaskan perlunya koordinasi dan sistem pengawasan terpadu di bidang perikanan.

Dari laut hingga pengadilan, hukum berjalan dalam satu garis komando nurani: menjaga keadilan, bukan sekadar menegakkan aturan. 

Inilah wujud nyata dari Integrated Enforcement System, di mana administrasi, penyidikan, dan peradilan berlayar bersama di bawah panji lex specialis yang berpihak pada kepentingan nasional, dan rakyat pesisir dalam kerangka Keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. 

Integritas, Keberanian, dan Risiko di Laut

Penegakan hukum di laut bukan sekadar soal pasal dan prosedur, tetapi tentang keberanian manusia melawan ketidakadilan di tengah samudra.

Para pengawas, penyidik, dan awak kapal pengawasan hidup dalam ketegangan antara ombak dan hukum.

Mereka menghadapi gelombang besar, ancaman kapal asing, dan cuaca ekstrem, tetapi tetap berpegang pada keyakinan bahwa hukum harus hadir di setiap koordinat laut Indonesia.

Pasal Undang-Undang Perikanan itu, hidup dalam diri mereka bukan sekadar aturan, melainkan janji konstitusional untuk menjaga laut dengan kehormatan dan integritas.

Keberanian mereka, adalah wajah sejati hukum laut Indonesia: hukum yang tidak takut badai, dan tidak tergoda kompromi.

Mereka bukan hanya menegakkan hukum, tetapi menyelamatkan kehidupan. memastikan laut tetap menjadi sumber harapan bagi nelayan, bukan ladang kejahatan bagi korporasi yang serakah.

Menegaskan Perlindungan dan Kesejahteraan Aparat Penegak Hukum Laut

Di tengah tugas yang berat dan risiko yang tinggi, muncul satu pertanyaan yang tak boleh diabaikan: siapa yang menjaga para penjaga hukum laut?

Mereka yang berlayar di tengah gelombang, menegakkan hukum di batas kedaulatan, dan mempertaruhkan nyawa demi keadilan di laut, layak mendapat perhatian yang sepadan dari negara.

Dalam hukum administrasi modern, kontribusi terhadap penyelamatan aset negara menimbulkan hak atas kompensasi yang proporsional.

Mereka yang menjaga kedaulatan hukum di laut berhak memperoleh perlindungan hukum, tunjangan khusus, dan jaminan keselamatan kerja sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian mereka bagi negara.

Sudah saatnya pemerintah menegaskan amanat ini melalui Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang mengatur secara komprehensif:

  • Skema kompensasi dan tunjangan khusus bagi aparat penegak hukum tindak pidana perikanan 
  • Insentif berbasis nilai ekonomi dari hasil pengawasan dan penyelamatan aset sumber daya perikanan.

Kesejahteraan mereka bukanlah hadiah, melainkan konsekuensi konstitusional dari tugas mulia menjaga sumber daya publik.

Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Maka, mereka yang menjaga laut, sejatinya adalah pelaksana langsung amanat konstitusi memastikan hukum tidak hanya tegak, tetapi juga hidup di tengah gelombang Nusantara.

Menghidupkan Kembali Semangat Perlindungan APH Perikanan

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perikanan Ttahun 2003–2004, yang disusun oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) bersama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), pernah memuat gagasan visioner tentang kompensasi, perlindungan hukum, dan penghargaan bagi penyidik, jaksa, serta hakim perikanan sebagai bentuk pengakuan negara atas tingginya risiko penegakan hukum di laut. 

Gagasan tersebut, sempat hidup dalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004, yang memberikan dasar hukum bagi pemberian insentif kepada aparat penegak hukum dan pihak-pihak yang berjasa dalam penyelamatan kekayaan negara dari hasil tindak pidana perikanan.

Namun, norma progresif itu dihapus dalam perubahan melalui Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, meskipun semangat penghargaan terhadap aparat penegak hukum masih tersisa dalam Pasal 76C ayat (4), yang menegaskan bahwa: “Aparat penegak hukum di bidang perikanan yang berhasil menjalankan tugasnya dengan baik dan pihak yang berjasa dalam upaya penyelamatan kekayaan negara diberi penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” 

Lebih lanjut, ayat (6) dari pasal yang sama, memberikan amanat, “ketentuan mengenai pemberian penghargaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Sayangnya, Peraturan Pemerintah yang dimaksud belum pernah diterbitkan hingga hari ini.

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah menghidupkan kembali semangat perlindungan dan penghargaan tersebut melalui penerbitan Peraturan Pemerintah atau bahkan Peraturan Presiden tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Aparat Penegak Hukum Perikanan.

Langkah ini, bukan sekadar mengisi kekosongan hukum, melainkan menjadi wujud nyata tanggung jawab konstitusional negara terhadap mereka yang menjaga hukumnya.

Karena pada akhirnya, hukum yang kuat bukan diukur dari seberapa keras ia ditegakkan, melainkan dari seberapa tulus negara melindungi mereka yang menegakkannya.

Laut, Hukum, dan Keadilan Sosial

Pada akhirnya, hukum laut bukan hanya tentang wilayah, tetapi tentang kehidupan. 

Ketika seorang pengawas PSDKP berdiri di tengah badai, ia sesungguhnya sedang menegakkan martabat hukum Indonesia. 

Ketika seorang Hakim Ad Hoc memutus perkara perikanan dengan jujur dan berani, ia sedang menghidupkan keadilan di ruang yang sering dilupakan.

Hukum yang ditegakkan dengan keberanian akan melahirkan keadilan; dan keadilan yang dijalankan dengan nurani akan melahirkan harapan.

Laut bukan hanya biru karena kedalamannya, tetapi karena disanalah refleksi hukum dan kemanusiaan bertemu dalam satu makna: menjaga kehidupan bersama. 

Untuk “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. 

Penulis: Unggul Senoadji
Editor: Tim MariNews