Menelisik Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi Pasca Putusan MK dan Penerapannya di Pengadilan Tipikor

Pengadilan Tipikor berada di bawah Mahkamah Agung, dan mempunyai ciri khusus, yaitu keberadaan Hakim Ad Hoc yang berasal dari masyarakat dengan keahlian khusus minimal 15 tahun.
Ilustrasi tindak pidana korupsi. dok. Marinews
Ilustrasi tindak pidana korupsi. dok. Marinews

Dengan berlakunya UU Nomor 46 Tahun 2009, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjadi satu-satunya lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus perkara korupsi di seluruh provinsi.

Pengadilan Tipikor berada di bawah Mahkamah Agung, dan mempunyai ciri khusus, yaitu keberadaan Hakim Ad Hoc yang berasal dari masyarakat dengan keahlian khusus minimal 15 tahun.

Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 menghapus frasa “dapat” dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, sehingga delik korupsi berubah dari delik formal menjadi delik materiil.

Artinya, kerugian negara harus dibuktikan secara nyata. Dalam memutus perkara, Majelis Hakim harus menilai unsur-unsur Tipikor sesuai UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001, termasuk subjek hukum, jenis tindak pidana korupsi, dan tindak pidana lain yang terkait. 

Pertama, unsur terpenting adalah subjek hukum, di mana:

  • Pasal 2 ayat (1) berlaku bagi pelaku korupsi dari kalangan non-pegawai negeri/swasta.
  • Pasal 3 berlaku bagi pelaku dari kalangan pegawai negeri atau pejabat publik.

Dengan demikian, subjek hukum Tipikor mencakup:

  • Setiap Orang/Perseorangan, yaitu siapa saja (naturlijk persoon) yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
  • Pegawai Negeri/Pejabat, yaitu Pegawai negeri adalah warga negara yang diangkat pejabat berwenang, diberi tugas jabatan negeri atau tugas negara, dan digaji sesuai peraturan. Kategori pejabat juga mencakup mereka yang dipilih melalui pemilihan umum atau ditunjuk dalam badan pemerintahan/perwakilan, termasuk hakim, hakim wasit, dan pejabat peradilan agama.

Kedua, unsur jenis perbuatan korupsi yang diatur dalam UU Nomor 31/1999 juncto UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang digunakan untuk mempertimbangkan perkara Tipikor dikelompokkan menjadi tujuh jenis tindak pidana korupsi, yaitu:

1. Kerugian keuangan negara 

Perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang dimiliki. Sehingga unsur tindak pidana kerugian keuangan negara adalah korupsi, dengan unsur-unsur tindak pidana yang berupa:

Pasal 2

Pasal 3

Setiap orang

Setiap orang

Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi

Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

Melawan hukum

Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatan atau kedudukan

Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

2. Suap menyuap

Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri agar melakukan atau tidak melakukan tindakan dalam jabatannya, serta pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji terkait tindakan tersebut. Sehingga unsur tindak pidana suap menyuap adalah korupsi, dengan unsur-unsur tindak pidana yang berupa:

Pasal 5

Pasal 6

Pasal 11

Pasal 12

Pasal 13

Setiap orang, pegawai negeri atau penyelenggara negara

Setiap orang, Hakim atau advokat

Pegawai negeri atau penyelenggara negara

Hakim, Advokat yang hadir di persidangan, pegawai negeri atau penyelenggara negara

Setiap orang

Memberi atau menjanjikan sesuatu, menerima pemberian atau janji

Memberi atau menjanjikan sesuatu, menerima pemberian atau janji

Menerima hadiah atau janji yang diketahui

Menerima hadiah atau janji

Memberi hadiah atau janji

Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk mempengaruhi sesuatu 

Kepada Hakim, advokat yang hadir di persidangan yang berhubungan dengan perkara

Hadiah diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan

Melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban

Kepada pegawai negeri dengan mengigat jabatan atau kedudukan

3. Penggelapan dalam jabatan

Pegawai negeri atau pihak yang menjalankan jabatan umum dengan sengaja menggelapkan, membiarkan penggelapan, atau membantu penggelapan uang/surat berharga terkait jabatannya, serta memalsukan buku atau daftar administrasi. Sehingga unsur tindak pidana penggelapan dalam jabatan adalah korupsi, dengan unsur-unsur tindak pidana yang berupa:

Pasal 8

Pasal 9

Pasal 10

Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu

Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu

Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu

Sengaja 

Sengaja 

Sengaja 

Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu dalam melakukan perbuatan 

Memalsu 

Menggelapkan, menghancurkan, merusak atau membuat tidak dapat dipakai

Uang atau surat berharga

Buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi

Barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang

Disimpan karena jabatan

 

Dikuasai karena jabatan

4. Paksaan mengeluarkan uang atau pemerasan

Pegawai negeri atau pejabat yang menyalahgunakan kewenangan untuk memaksa orang memberi sesuatu, membayar, bekerja untuknya, atau meminta pembayaran seolah-olah sebagai utang padahal bukan. Sehingga unsur tindak pidana paksaan mengeluarkan uang atau perampasan adalah korupsi, dengan unsur-unsur tindak pidana yang berupa:

Pasal 12

Pegawai negeri atau penyelenggara negara

Menguntungkan diri sendiri atau orang lain

Melawan hukum

Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya

Menyalahgunakan kekuasaan

5. Perbuatan curang

Pengerjaan bangunan yang diserahkan secara curang dengan mengurangi kualitas, serta pengawas yang sengaja membiarkan kecurangan tersebut. Sehingga unsur tindak pidana perbuatan curang adalah korupsi, dengan unsur-unsur tindak pidana yang berupa:

Pasal 7

Pasal 12

Pemborong, ahli bangunan atau penjual bahan bangunan

Pegawai negeri atau penyelenggara negara

Melakukan perbuatan curang 

Saat menjalankan tugas menggunakan tanah negara yang diatasnya ada hak pakai seolah olah sesuai peraturan perundang-undangan

Saat membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan

Merugikan yang berhak

Membahayaan keamanan orang atau keamanan barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang

Perbuatan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan

Pegawai negeri atau pejabat yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan, termasuk mereka yang diminta mengurus atau mengawasinya. Sehingga unsur tindak pidana benturan kepentingan dalam pengadaan adalah korupsi, dengan unsur-unsur tindak pidana yang berupa:

Pasal 12 huruf i

Pegawai negeri atau penyelenggara negara

Dengan sengaja

Langsung atau tiak langsung turut serta dalam pemborongan pengadaan atau penawaran

Ditugaskan untuk mengurus atau mengawasi

7. Gratifikasi

Gratifikasi adalah pemberian yang berkaitan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban. Gratifikasi terbagi dua, yaitu Gratifikasi positif: pemberian tulus tanpa pamrih dan Gratifikasi negatif: pemberian dengan tujuan kepentingan tertentu dan dipandang sebagai suap. Sehingga unsur tindak pidana gratifikasi adalah korupsi, dengan unsur-unsur tindak pidana yang berupa:

Pasal 12 huruf b

Pegawai negeri atau penyelenggara negara

Menerima hadiah

Diberikan sebagai akibat atau karena telah melakuka atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajiban

Ketiga, unsur tindak pidana lain yang terkait Tipikor mencakup tindakan yang merintangi penyidikan, penuntutan, atau persidangan perkara korupsi. 

Termasuk di dalamnya: tidak memberi keterangan, memberikan keterangan palsu, atau dengan sengaja tidak memberikan informasi yang diperlukan. 

Tersangka wajib mengungkap harta miliknya, pasangan, anak, atau pihak lain yang terkait dengan korupsi.
 
Selain itu, bank juga wajib memberikan informasi rekening tersangka ketika diminta oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim melalui permintaan resmi Bank Indonesia; penolakan atau pemberian keterangan palsu merupakan tindakan yang menghambat proses Tipikor.

Dalam perkara Tipikor, proses persidangan berfokus pada pembuktian, termasuk tindakan saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan, memberikan keterangan palsu, atau sengaja tidak berkata benar.

Setiap orang wajib memberi keterangan kecuali keluarga inti terdakwa dan mereka yang memiliki kewajiban menyimpan rahasia jabatan, kecuali petugas agama. 

Saksi juga dilarang mengungkap identitas pelapor, termasuk informasi yang dapat menuntun pada pengenalannya. Larangan ini harus diberitahukan sebelum pemeriksaan.

Dengan demikian, berdasarkan UU Nomor 31/1999 juncto UU Nomor 20/2001, unsur Tipikor dibandingkan dari setiap tindakan atau perbuatan yang saling berkaitan antara pelaku, pihak lain, dan/atau korporasi yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.

Penulis: Anissa Larasati
Editor: Tim MariNews