Hukum acara perdata dalam Pasal 164 HIR & Pasal 186 KUH Perdata mengatur bahwa alat bukti meliputi surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Sementara itu, hukum acara pidana dalam Pasal 184 KUHAP mengatur alat bukti meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Dalam perkembangannya, perkara lingkungan hidup diatur secara khusus terutama hukum acara yang diberlakukan, saat Hakim menangani perkara lingkungan hidup. Hakim pada peradilan umum harus telah mengikuti dan lulus Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup, guna dapat ditunjuk menangani perkara lingkungan hidup.
Alat bukti surat dalam perkara lingkungan hidup, baik perdata maupun pidana diperluas dengan adanya bukti ilmiah (scientific evidence).
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup, mengatur bahwa memeriksa bukti ilmiah yang diajukan dalam proses persidangan perkara lingkungan hidup, Hakim mempertimbangkan ketepatan metode dan validitas prosedur pengambilan sampel, dengan memperhatikan akreditasi laboratorium serta pendapat ahli.
Bukti ilmiah dapat berupa pendapat ahli yang dituangkan dalam bentuk tertulis, hasil uji laboratorium, laporan hasil penelitian, hasil forensik, antara lain forensik lingkungan, hutan, satwa liar dan/atau bukti lainnya, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Dalam memeriksa bukti ilmiah yang diajukan dalam proses persidangan perkara lingkungan hidup, Hakim mempertimbangkan ketepatan metode dan validitas prosedur pengambilan sampel, dengan memperhatikan akreditasi laboratorium, serta pendapat ahli dari kedua belah pihak.
Bilamana terjadi perbedaan pendapat antara para ahli, Hakim dapat meminta dihadirkan ahli lain atas biaya para pihak atau menggunakan pendapat ahli yang dianggap benar dengan memberikan alasannya secara hukum. Namun, sebelumnya Hakim wajib merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang relevan mengenai bukti ilmiah yang diajukan.
Selanjutnya Hakim wajib bertanya lebih dahulu kepada ahli yang diajukan tersebut mengenai keterangan para ahli yang berbeda-beda. Salah satu bukti ilmiah, berupa sertifikat hasil analisa laboratorium lalu, ahli menjelaskan hasil analisa air yang dituliskan pada sertifikat tersebut kualitas air limbahnya telah melebihi baku mutu, sehingga terjadi pencemaran air.
Hakim dalam menangani perkara lingkungan hidup, apabila ada keragu-raguan dalam menilai bukti ilmiah dan memutus harus mengedepankan asas in dubio pro natura, di mana keputusan yang diambil harus melindungi lingkungan hidup.
Selain itu, Hakim juga harus menerapkan asas kehati-hatian atau precautionary principle. Prinsip ini mendorong tindakan aktif untuk mencegah ancaman lingkungan meskipun bukti ilmiah masih terbatas.
PERMA Nomor 1 Tahun 2023 mengatur penerapan asas kehati-hatian Hakim wajib mempertimbangankan apakah terdapat ancaman serius yang berpotensi tidak dapat dipulihkan baik ancaman terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan manusia generasi saat ini dan generasi yang akan datang, terdapat ketidakpastian ilmiah dalam menentukan hubungan kausalitas antara kegiatan/usaha dan pengaruhnya pada lingkungan hidup dan upaya pencegahan kerusakan lingkungan lebih diutamakan meskipun upaya pencegahan tersebut membutuhkan biaya yang lebih besar daripada biaya awal rencana kegiatan/usaha.
Prinsip kehati-hatian terdapat di berbagai perjanjian internasional seperti Convention on Biological Diversity dan Rio Declaration 1992, sehingga Hakim dalam menafsirkan bukti ilmiah wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, agar putusan yang dijatuhkan berpihak melindungi lingkungan.