Dalam satu dekade terakhir, Android sebagai sistem operasi berbasis Linux telah berkembang pesat. Hingga Oktober 2023, Android telah merilis Android 14 sebagai versi terbarunya. Lebih dari 7 miliar aplikasi berbasis Android diunduh di Indonesia pada 2021.
Fakta tersebut menunjukkan, aplikasi Android telah bermanfaat, termasuk potensinya untuk mendukung pelaksanaan tugas yudisial, seperti sidang pemeriksaan setempat (descente) dalam perkara perdata.
Descente adalah persidangan oleh Majelis Hakim di tempat objek sengketa untuk memastikan kondisi objek sengketa di lapangan dengan tujuan memperoleh keyakinan atas fakta-fakta yang relevan dengan pokok perkara.
Dasar hukum descente terdapat dalam Pasal 153 HIR/Pasal 180 RBg, serta diperkuat melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.7 Tahun 2001. Dalam SEMA tersebut, Mahkamah Agung menegaskan pentingnya descente sebagai respons terhadap banyaknya perkara yang putusannya tidak dapat dieksekusi karena objek sengketa tidak sesuai dengan amar putusan. Dalam praktiknya, SEMA tersebut juga mengakomodasi pelibatan pihak ketiga seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan pengukuran dan pembuatan gambar situasi.
Penggunaan aplikasi Android dalam descente dapat mencakup: penentuan koordinat lokasi menggunakan GPS, pemetaan area objek sengketa menggunakan aplikasi seperti Geo Measure atau GPS Fields Area Measure, dan visualisasi lokasi melalui Google Maps atau Google Earth, dokumentasi visual melalui kamera beresolusi tinggi.
Aplikasi-aplikasi ini dapat memperkuat akurasi dan transparansi hasil pengamatan hakim di lapangan, serta mempercepat proses pencatatan objek dalam berita acara descente. Adapun tujuan penggunaan aplikasi tersebut adalah sebagai alat bantu, bukan pembuktian tersendiri.
Penggunaan aplikasi sebagai alat bantu juga tidak bertentangan dengan hukum acara perdata. Seperti penggunaan drone oleh polisi dalam pemantauan, teknologi digunakan sebagai penguatan observasi, bukan sebagai aktor pembuktian.
Secara normatif, belum ada aturan yang mengatur atau melarang penggunaan aplikasi tersebut dalam pelaksanaan descente. Beberapa aturan lain justru mendorong penggunaan teknologi dalam dunia peradilan, misalnya Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.
Menurut Satjipto Rahardjo, hukum tidak boleh tertinggal dari perkembangan zaman. Dalam konteks ini, penggunaan teknologi merupakan wujud dari living law. Dalam praktik sehari-hari, penggunaan teknologi telah dimanfaatkan oleh Mahkamah Agung. Untuk mendorong integrasi pelayanan di peradilan maupun pengawasannya, Mahkamah Agung telah meluncurkan beberapa aplikasi seperti PERKUSI, EIS, SISUPER, dan LENTERA.
Sehubungan dengan rangkaian proses persidangan, telah dikenal dan wajib untuk digunakan sistem E-Court dalam persidangan perkara perdata secara elektronik dan juga proses mediasi secara elektronik apabila disetujui kedua belah pihak yang juga dapat diakses melalui perangkat Android.
Dalam menunjang proses persidangan pidana, juga ada aplikasi E-Berpadu yang dapat diakses melalui perangkat Android. Namun, teknologi sebagai instrumen tetap harus tunduk pada prinsip due process dan akuntabilitas pembuktian.
Apabila ditinjau dari asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman, serta mempertimbangkan kompetensi teknologi para hakim saat ini, maka pemanfaatan aplikasi Android dalam descente akan sangat menunjang pelaksanaan persidangan yang lebih efisien dan akurat.
Agar pemanfaatan aplikasi Android dalam descente tidak bertentangan dengan prinsip hukum acara perdata maka diperlukan langkah-langkah berikut:
1. Penyusunan Aturan Khusus
Mahkamah Agung perlu menyusun peraturan yang secara eksplisit mengatur penggunaan teknologi dalam descente, baik dalam bentuk PERMA maupun pedoman teknis. Regulasi tersebut harus mengatur jenis aplikasi yang diperbolehkan, standar penggunaannya, dan mekanisme evaluasi hasilnya.
2. Pelatihan Teknis Bagi Hakim dan Aparat Pengadilan
Diperlukan pelatihan untuk dapat menerapkan hasil aplikasi dalam putusan dan bagaimana mendapatkan hasil aplikasi yang akurat guna memberikan putusan yang seadil-adilnya. Pelatihan ini juga bertujuan untuk menyamakan persepsi dan meminimalkan risiko kesalahan dalam penggunaan aplikasi.
3. Kerja sama dengan Pengembang Aplikasi
Mahkamah Agung perlu menjalin MoU dengan pengembang untuk menjamin keamanan data, keabsahan hasil pengukuran, serta audit keamanan. Ini penting untuk mencegah risiko manipulasi data atau pelanggaran privasi.
Dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan efisiensi dalam persidangan, penggunaan aplikasi berbasis Android dalam descente merupakan keniscayaan yang perlu segera diakomodasi dalam regulasi dan praktik. Kehati-hatian, penguatan hukum, serta kolaborasi lintas pihak menjadi kunci agar inovasi ini tetap berada dalam koridor hukum dan asas keadilan.
Penuliis: Fikrinur Setyansyah (Hakim PN Rote Ndao) dan Chrisinta Dewi Destiana
(Hakim Pengadilan Negeri Lahat)