MARINews, Piru-Majelis Hakim perkara perdata gugatan Nomor 16/Pdt.G/2024/PN Drh yaitu Dwi Satya Nugroho Aji, S.H., LL.M. selaku Ketua Majelis didampingi oleh Andi Maulana Arif Nur, S.H. selaku Hakim Anggota II, melaksanakan sidang pemeriksaan setempat (descente) pada Jumat (2/5), dalam perkara sengketa lahan tambang nikel seluas kurang lebih 110 hektare di Dusun Taman Jaya, Desa Piru, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat.
Para pihak dalam perkara tersebut adalah beberapa orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai perwakilan Masyarakat Adat Negeri Piru sebagai penggugat, melawan Pemerintah Desa Piru sebagai tergugat I, PT. Manusela Prima Mining (Direktur Jaquelin Sahetapy) sebagai tergugat II dan PT. Bina Sewangi Raya sebagai tergugat III serta PT. Manusela Prima Mining (Direktur Farida Ode Gawu) selaku penggugat intervensi.
Kegiatan pemeriksaan setempat tersebut, dimulai pada pukul 10.00 waktu setempat dengan terlebih dahulu dibuka sidang di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu. Kemudian dilanjutkan dengan mendatangi lokasi objek sengketa.
Kegiatan pemeriksaan setempat tersebut, cukup menyita perhatian masyarakat Piru, selain karena sebagian besar masyarakat piru menjadi pihak dalam perkara yang dikuasakan kepada penggugat, juga karena objek sengketa merupakan salah satu tambang nikel terbesar di Kabupaten Seram Bagian Barat bahkan di Provinsi Maluku.
Oleh sebab itu, karena banyak masyarakat yang hadir mengikuti kegiatan pemeriksaan setempat maka Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu kemudian meminta bantuan aparat kepolisian, untuk melakukan pengamanan agar proses sidang dapat berjalan dengan aman dan tertib.
Yang menarik dalam proses pemeriksaan setempat tersebut, adalah penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar penggugat dapat terlebih dahulu melakukan pelepasan Hukum Adat Sasi yang diberlakukan di dalam objek sengketa.
Hukum Adat Sasi adalah hukum adat yang masih hidup di masyarakat Maluku yang mengatur larangan bagi siapapun untuk memasuki, mengambil, atau memetik sumber daya alam tertentu selama jangka waktu tertentu yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan/atau mengatur pemanfaatan sumber daya alam secara adil.
Bagi yang melanggar Hukum Adat Sasi tersebut akan dikenai sanksi adat yang dapat berupa denda, pengusiran dari wilayah adat bahkan hukuman/kutukan dari Tuhan.
Setelah mendengar permohonan penggugat tersebut, Majelis Hakim setelah mendengar tanggapan dari para pihak lain yang berperkara, mengabulkan permohonan pelepasan Hukum Adat Sasi tersebut agar Majelis Hakim dan para pihak dapat memasuki objek sengketa.
Prosesi pelepasan Hukum Adat Sasi dimulai dengan melakukan beberapa ritual adat yaitu membaca kalimat-kalimat adat dilanjutkan dengan mencipratkan air dalam tungku adat ke wilayah sekitar objek sengketa menggunakan tumbuhan jenis tertentu.
Dalam pemeriksaan setempat tersebut disampaikan, alasan Majelis Hakim mengabulkan permohonan pelepasan Hukum Adat Sasi tersebut untuk menghargai dan menghormati hukum adat yang berlaku di masyarakat sekitar sebagaimana negara mengakui dan menghormati keberadaan hukum adat yang diatur di dalam Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945.
Kegiatan pemeriksaan setempat sendiri berjalan dengan lancar meskipun sempat terjadi kericuhan antara masa dari penggugat dengan pihak dari para tergugat. Setelah sidang pemeriksaan setempat dinyatakan selesai, sidang ditunda minggu depan untuk agenda selanjutnya.