Pengaruh Media Sosial terhadap Reputasi Pemerintah dan Urgensi Media Monitoring

Media sosial telah menjadi bagian integral dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dengan pemanfaatan sebagai sarana komunikasi, hiburan, mendapatkan berita, dan aktivitas komersial.
Ilustrasi anak-anak bermain media sosial. Foto : Freepik
Ilustrasi anak-anak bermain media sosial. Foto : Freepik

Pada akhir Agustus 2025 terjadi kerusuhan yang menyebabkan sejumlah gedung pemerintah dibakar dan penjarahan pada kediaman sejumlah anggota DPR dan Menteri Keuangan saat itu, Sri Mulyani. 

Kerusuhan dan penjarahan terjadi akibat kekecewaan masyarakat atas pernyataan-pernyataan para tokoh tersebut yang dianggap kurang sensitif terhadap kondisi yang dialami masyarakat, seperti meningkatnya jumlah pengangguran dan daya beli masyarakat yang semakin menurun. 

Pernyataan para tokoh tersebut banyak disebarluaskan oleh akun-akun di media sosial yang kerap dipelintir atau dimodifikasi sehingga melenceng dari makna sebenarnya dan lebih terasa provokatif daripada kritik. 

Kasus ini menunjukkan betapa besarnya peran media sosial dalam membentuk persepsi publik terhadap institusi pemerintah, sehingga diperlukan langkah strategis dalam memantau dan mengelola isu.

Mengutip berita detik.com tanggal 4 September 2025 “Polisi dan Komdigi Blokir 592 Akun Medsos Sebarkan Provokasi” (https://news.detik.com/berita/d-8095376/polisi-dan-komdigi-blokir-592-akun-medsos-sebarkan-provokasi) karena dinilai menyampaikan provokasi dan menghasut massa untuk bertindak anarkis. 

"Pemblokiran akun dan konten yang sampai dengan hari ini tercatat sejumlah 592 akun dan konten. Di mana akun-akun media sosial tersebut menyebarkan provokasi, mengajak dan menghasut masyarakat melalui media sosial untuk melakukan tindakan melanggar hukum pada saat kegiatan unjuk rasa," ujar Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji dalam konferensi pers di Mabes Polri, Rabu (3/9/2025). 

Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh media sosial terhadap isu publik, reputasi institusi pemerintah, maupun citra para pejabatnya.

Media sosial telah menjadi bagian integral dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dengan pemanfaatan sebagai sarana komunikasi, hiburan, mendapatkan berita, dan aktivitas komersial. 

Masyarakat diberikan berbagai pilihan untuk memilih media sosial yang ingin digunakan, menyesuaikan dengan kebutuhannya.

Ragam media sosial tebagi pada jenia situs jejaring sosial (misalnya, Facebook, LinkedIn), media berbagi (misalnya, Instagram, YouTube, Pinterest), microblogging (misalnya, X/Twitter), forum diskusi online (misalnya, Reddit, Kaskus), aplikasi pesan instan (misalnya, WhatsApp, Telegram), dunia sosial virtual (misalnya, Minecraft, VRChat), situs kolaborasi (misalnya, Wikipedia), serta live streaming dan jejaring suara (misalnya, Clubhouse, Twitch). 

Sering kali sebuah isu muncul dimulai dari media sosial. Media sosial acapkali digunakan sebagai media “pengaduan” seseorang atau kelompok terhadap sebuah situasi atau kejadian yang dialami untuk mendapatkan perhatian publik dan media massa. 

Diharapkan, dengan mendapatkan perhatian publik, isu tersebut akan mendapatkan respon dari pemangku kepentingan yang terkait dan dapat segera ditangani serta mendapatkan solusi .

Diketahui jumlah penduduk Indonesia yang menggunakan media sosial sangat besar, mengutip data dari DataReportal (https://datareportal.com/reports/digital-2025-indonesia) yang menunjukkan terdapat 143 juta identitas pengguna media sosial aktif di Indonesia pada Januari 2025. A

ngka ini setara dengan 50,2 % dari total penduduk Indonesia. Berdasarkan sumber data yang sama, waktu yang dihabiskan masyarakat Indonesia mengakses media sosial rata-rata selama 3 jam 8 menit per hari. 

Angka ini menunjukkan separuh penduduk Indonesia aktif di media sosial, sehingga setiap isu yang beredar memiliki potensi menjangkau khalayak luas dan membentuk opini publik dalam waktu singkat.

Kekuatan media sosial dalam membentuk cara pandang dan pemahaman masyarakat terhadap sebuah isu sangatlah besar. 

Menurut Clay Shirky, media sosial dan perangkat lunak sosial adalah alat yang meningkatkan kemampuan pengguna untuk berbagi (to share), bekerja sama (to co-operate) di antara pengguna, dan melakukan tindakan secara kolektif yang semuanya berada di luar kerangka kelembagaan atau organisasi. 

Sedangkan menurut Van Dijk, media sosial adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi  pengguna  yang  memfasilitasi mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi. 

Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai fasilitator online yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial. 

Kedua pandangan ini menegaskan bahwa media sosial bukan hanya sarana komunikasi, melainkan juga ruang sosial yang berpengaruh pada pembentukan persepsi publik.

Media Monitoring untuk merancang strategi komunikasi

Media monitoring merupakan praktik yang seharusnya dilakukan oleh tenaga humas termasuk humas Kementerian/lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. 

Media monitoring berfungsi sebagai “radar” untuk menangkap isu yang sedang berkembang di masyarakat sehingga dapat membantu humas dalam merancang strategi komunikasi yang tepat dan efektif. 

Mengutip tulisan dari humasindonesia.id tanggal 26 April 2024 “7 Manfaat‘’Media Monitoring’’ bagi Humas Pemerintah” (https://www.humasindonesia.id/berita/7-manfaat-%E2%80%98-media-monitoring--bagi-humas-pemerintah-2043) antara lain :

1. Memahami Respons Masyarakat

Media monitoring dapat membantu pemerintah memahami opini, pandangan, dan respon masyarakat terkait kebijakan, program, maupun tindakan yang diambil oleh institusi. Pemahaman terkait hal-hal tersebut bisa menjadi kunci dalam perumusan strategi komunikasi.

2. Mampu Mendeteksi Krisis

Dengan media monitoring, humas pemerintah dapat mendeteksi potensi risiko krisis melalui respons masyarakat, hoaks yang beredar, maupun berita negatif terkait institusi. Dengan ini, langkah mitigasi pun dapat disusun secara lebih baik.

3. Evaluasi kebijakan

Data hasil monitoring dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak kebijakan dari institusi. Hal ini bisa menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk melakukan penyesuaian atau perubahan terhadap kebijakan.

4. Pemantauan Isu di Daerah

Media monitoring memungkinkan humas untuk mengidentifikasi isu-isu terkini di suatu daerah yang memerlukan perhatian khusus. Hal ini akan sangat membantu ketika pemerintah ingin mengambil tindakan atau memutuskan kebijakan yang tepat.

5. Memantau Citra Pemerintah

Melalui media monitoring, humas dapat mengetahui citra pemerintah atau pejabat lainnya di mata publik. Dengan mengetahui hal tersebut, upaya meningkatkan citra akan lebih mudah dilakukan karena strategi yang diperlukan dapat disesuaikan dengan kondisi.

6. Membantu Merancang Strategi Komunikasi

Data hasil media monitoring bisa menjadi landasan pengambilan keputusan yang valid bagi humas. Lebih dari itu, segala strategi komunikasi yang berbasis data dapat dirancang secara bertanggung jawab.

7. Manajemen Krisis Reputasi

Dalam kondisi krisis, media monitoring dapat membantu humas untuk mengelola dampak terhadap citra dan reputasi institusi. Data-data yang dihimpun dari media monitoring akan memudahkan humas menentukan solusi yang tepat. 

Untuk menghadapi derasnya arus informasi di media sosial, humas pemerintah tidak cukup hanya bersikap reaktif, tetapi juga harus memiliki sistem pemantauan yang berkelanjutan melalui media monitoring. 

Dengan perkembangan teknologi informasi yang pesat, media monitoring tidak hanya dilakukan pada pemberitaan di media massa konvensional (koran, majalah, televisi dan radio) namun juga harus mencakup pemantauan media sosial. 

Mengutip tulisan pada nolimit.id pada 24 April 2025 “Social Media Monitoring: Kunci Memahami Publik di Era Digital” (https://nolimit.id/blog/social-media-monitoring-kunci-memahami-publik-di-era-digital), ,edia sosial monitoring adalah proses pengumpulan, pemantauan, dan analisis percakapan di media sosial untuk memahami sikap, opini, dan kebutuhan audiens yang terus berkembang. 

Selain itu, proses ini juga mencakup respons proaktif terhadap interaksi seperti pertanyaan, ulasan, hingga keluhan yang berkaitan dengan produk atau layanan yang diberikan.

Saat ini terdapat banyak platform dan alat analitik khusus yang dapat digunakan untuk membantu melacak, mengumpulkan dan menganalisis percakapan di berbagai platform media sosial dan online seperti Kazee,  NoLimit, Netray, Hootsuite, Sprout Social, dan Talkwalker.  

Secara sederhana media sosial monitoring dilakukan dengan cara menentukan kata kunci, tagar, serta frasa yang relevan dengan institusi, mengumpulkan data dan melakukan analisis data yang dikumpulkan untuk memahami sentimen (positif, negatif, netral), tren, dan perilaku pengguna media sosial secara keseluruhan.
 
Dalam beberapa kondisi, media sosial monitoring yang dilakukan dapat meredam isu atau permasalahan yang terjadi di masyarakat dan tidak menjadi berkembang sehingga bisa merusak reputasi institusi karena mendapatkan respons yang cepat. 

Institusi pun dapat segera memperbaiki kesalahan yang menjadi isu sehingga reputasi dan kepercayaan masyarakat dapat terjaga dengan baik.

Dengan demikian, tanpa strategi monitoring yang sistematis maka isu-isu kecil berpotensi berkembang menjadi krisis besar. 

Oleh karena itu, media monitoring bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak bagi pemerintah agar mampu menjaga kepercayaan publik, meredam isu sejak dini, serta merancang komunikasi yang responsif dan berbasis data. 

Penulis: Yopi Ananda
Editor: Tim MariNews