MARINews, Denpasar - Pelaksanaan Indonesia Arbitration Week dan Indonesia Mediation Summit 2025 yang berlangsung pada 5–8 November 2025 di Quest Hotel Denpasar, Bali, menjadi momentum penting dalam memperkuat sistem penyelesaian sengketa alternatif (Alternative Dispute Resolution/ADR) di Indonesia.
Acara bergengsi ini dibuka secara resmi Prof. Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Republik Indonesia, yang hadir mewakili Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dalam sambutannya, Prof. Yusril menegaskan pentingnya penguatan mekanisme ADR sebagai bagian dari reformasi hukum nasional.
Menurutnya, penyelesaian sengketa di luar pengadilan harus menjadi alternatif utama yang efisien, berkeadilan, dan berorientasi pada pemulihan sosial.
“Keadilan yang sejati tidak selalu harus ditemukan di ruang sidang, tetapi juga melalui dialog dan kesepahaman,” ujarnya Yusril.
Sebelum pembukaan resmi, acara diawali dengan sambutan Prof. Sabela Gayo, Presiden Dewan Sengketa Indonesia (DSI) periode 2021–2026.
Dalam paparannya, Prof. Sabela menekankan sistem penyelesaian sengketa modern perlu mengintegrasikan nilai-nilai hukum, keadilan sosial, dan kemanusiaan. Beliau juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas lembaga dalam memperkuat budaya mediasi di Indonesia.
Hari pertama kegiatan menampilkan rangkaian sesi penting, di antaranya keynote speech bertema “Cross-Border Commercial Arbitration: Trends and Challenges” oleh perwakilan Kementerian Hukum dan HAM RI, serta sesi Cross-Border International Mediation yang disampaikan oleh Abraham (Abe) Quadan, Presiden Asian International Dispute Resolution Association (AIDRA) yang berkantor pusat di Sydney, Australia.
Selain itu, turut dilaksanakan penandatanganan nota kesepahaman antara Dewan Sengketa Indonesia dan STIKOM Bali, serta peluncuran Arbitration Code of Ethics Supervisory Agency sebagai bentuk penguatan integritas profesi arbitrator di Indonesia.
Pada kesempatan tersebut, atas nama Wakil Presiden Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Republik Indonesia juga secara resmi menganugerahkan penghargaan Indonesia ADR Awards (IADR Awards) 2025 kepada sejumlah tokoh berprestasi dalam bidang ADR, termasuk Dr. Fauzan Prasetya, S.H., M.H., M.Kn., yang terpilih sebagai salah satu penerima penghargaan bergengsi tersebut.
Dr. Fauzan Prasetya, Hakim Pengadilan Negeri Tapaktuan di bawah wilayah hukum Pengadilan Tinggi Banda Aceh, sekaligus Ketua Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Cabang Tapaktuan, dinilai memiliki dedikasi tinggi dalam memperkuat budaya mediasi di lingkungan peradilan.
Dalam dua tahun terakhir, ia tercatat berhasil menyelesaikan 10 perkara perdata melalui mediasi dan 4 perkara pidana melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice).
Prestasi tersebut melanjutkan jejak keberhasilannya sebelumnya.
Pada 2023, Fauzan menerima penghargaan Mediator Ekonomi dan Perbankan Syariah Terbaik Indonesia, sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam mengembangkan praktik penyelesaian sengketa berbasis nilai-nilai syariah di Provinsi Aceh.
Dedikasi tersebut, menunjukkan peran penting hakim dalam mengedepankan perdamaian dan nilai kearifan lokal di tengah dinamika hukum modern.
Selain kiprahnya sebagai hakim dan mediator, Fauzan juga aktif menjadi narasumber dalam berbagai webinar dan forum ilmiah yang membahas isu-isu seputar mediasi dan keadilan restoratif.
Kehadirannya sebagai pembicara dinilai mampu memperkaya wawasan praktisi hukum, mahasiswa, serta masyarakat luas mengenai pentingnya mediasi sebagai sarana efektif mencapai keadilan.
Sebagai rangkaian dari kegiatan tersebut, AIDRA turut menganugerahkan International ADR Awards 2025 kepada Fauzan Prasetya.
Penghargaan ini, diberikan sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi luar biasa dalam memajukan praktik penyelesaian sengketa alternatif berbasis perdamaian dan keadilan restoratif.
Melalui penghargaan tersebut, AIDRA berharap para penerima penghargaan dapat terus memperluas pengaruh positif dan manfaat karyanya hingga ke tingkat global, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu negara anggota yang aktif dan berperan strategis dalam pengembangan sistem ADR di dunia internasional.
Para penerima penghargaan sebelumnya telah melewati proses asesmen yang ketat oleh tim asesor independen, salah satunya adalah Dr. Mardi Candra, S.Ag., M.Ag., M.H., yang merupakan Hakim Tinggi Agama Pekanbaru yang diperbantukan pada BSDK Mahkamah Agung RI dan dinyatakan layak menerima penghargaan berdasarkan kriteria kontribusi, inovasi, serta integritas dalam pengembangan praktik penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia.
Sejalan dengan semangat reformasi peradilan, Fauzan Prasetya menjadi simbol lahirnya generasi baru hakim Indonesia yang tidak hanya menegakkan hukum secara normatif, tetapi juga menjiwai nilai-nilai keadilan restorative, dalam setiap proses penyelesaian perkara.
Dengan berbagai prestasi yang diraihnya, Fauzan tidak hanya ikut mengharumkan nama lembaga peradilan, tetapi juga menegaskan peran hakim sebagai agen perdamaian dan pembaharu sistem hukum nasional.
Pendekatan tersebut, sejalan dengan misi Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan dan mewujudkan sistem peradilan yang efektif, responsif, serta berorientasi pada keadilan substantif.




