Refleksi: Ketika Keadilan Dijalankan dengan Nurani, Tidak Ada Ruang untuk Dendam

Ketika kita menjatuhkan hukuman dengan keyakinan bahwa putusan itu adil, proporsional, dan berdasarkan nurani, maka kita tidak perlu takut terhadap balas dendam
Kisah perjuangan hakim Qisthi yang diberitakan media.Foto : Dokumentasi penulis
Kisah perjuangan hakim Qisthi yang diberitakan media.Foto : Dokumentasi penulis

Pengalaman Hakim Qisthi di Aceh Tamiang mengingatkan saya pada sebuah peristiwa yang pernah saya alami ketika bertugas di Pengadilan Negeri Sungai Penuh, Jambi. 

Saat itu saya berkunjung ke rumah seorang teman di kawasan perkebunan Teh Kayu Aro, lereng Gunung Kerinci. Perjalanan yang semestinya lancar berubah menegangkan ketika saya dan beberapa warga terjebak kemacetan panjang di jalan sempit perkebunan.

Di tengah suasana itu, saya melihat seorang pria yang wajahnya tidak asing. Setelah memperhatikan lebih dekat, saya sadar, ia adalah mantan narapidana dalam perkara perampokan, seseorang yang pernah saya jatuhkan hukuman pidana.

Sejujurnya, dalam hati saya sempat terlintas rasa waswas. Saya membayangkan kemungkinan terburuk: bagaimana jika ia menyimpan dendam atas putusan yang pernah saya buat? 

Di tempat terpencil seperti itu, tanpa pengamanan, pikiran manusia bisa saja dipenuhi kekhawatiran.

Namun yang terjadi justru sebaliknya.

Ketika ia mengenali saya, ia menyapa dengan sopan dan penuh hormat. Tanpa diminta, ia membantu mengurai kemacetan, mengarahkan kendaraan, hingga akhirnya membantu mengeluarkan mobil saya dari situasi yang sulit. Semua dilakukan dengan tulus, tanpa nada sinis, tanpa bayangan permusuhan.

Dari kejadian itu saya belajar satu hal penting yang kembali ditegaskan oleh kisah Hakim Qisthi:

Ketika kita menjatuhkan hukuman dengan keyakinan bahwa putusan itu adil, proporsional, dan berdasarkan nurani, maka kita tidak perlu takut terhadap balas dendam dari mereka yang pernah kita hukum.

Hukuman yang dijatuhkan dengan niat tulus menjalankan hukum tidak meninggalkan luka, tetapi justru menanamkan penghormatan. Bahkan pada mereka yang pernah bersalah.

Dan pada akhirnya, baik pengalaman di Kerinci maupun Aceh Tamiang sama-sama menunjukkan:

Dalam situasi paling genting, kemanusiaan sering muncul dari tempat yang tak kita duga.

Penulis: Sobandi
Editor: Tim MariNews