MARINews, Kabupaten Lima Puluh Kota-Ketuk palu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pati dalam perkara pidana dengan register perkara Nomor: 70/Pid.B/2025/PN Tjp yang diketuai oleh Habibi Kurniawan didampingi oleh Ivan Hamonangan Sianipar dan Zalyoes Yoga Permadya pada Rabu (25/6) di Ruang Sidang Jarak Jauh Pengadilan Negeri Tanjung Pati di Suliki serasa agak berbeda.
Betapa senyum serta raut wajah bahagia dari terdakwa atas nama Rahmat Efendi, panggilan Andi beserta istri terdakwa yang hadir menyaksikan pembacaan putusan tersebut, jelas terpancar membawa kebahagian.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pati telah menjatuhkan putusan bersyarat terhadap terdakwa Rahmat Efendi Pgl. Andi atas kasus pencurian dalam keadaan memberatkan. Putusan ini, menyatakan Rahmat Efendi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai dakwaan alternatif kesatu penuntut umum. Majelis hakim memvonis Rahmat Efendi dengan pidana penjara delapan bulan.
Namun, pidana tersebut tidak harus dijalani, kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain akibat terdakwa melakukan tindak pidana baru sebelum masa percobaan enam bulan berakhir.
Selain itu, putusan ini disertai syarat khusus: terdakwa wajib membayar ganti rugi kepada saksi Elda Arina Pgl Elda sejumlah Rp15 juta. Pembayaran ini harus dilakukan dengan cara mencicil sebesar Rp1,5 per bulan. Jika terdakwa tidak memenuhi pembayaran ganti rugi ini, maka pidana penjara delapan bulan tersebut akan langsung dijalankan.
Setelah putusan dibacakan, terdakwa diperintahkan untuk segera dibebaskan dari tahanan.
Terdakwa ditangkap pada 14 Maret 2025 karena melakukan tindak pidana pencurian serta ditahan dalam tahanan rutan sejak 5 Maret 2025, dapat menghirup udara segar di luar tembok jeruji Lembaga Pemasyarakatan Kelas III di Suliki.
Fakta persidangan yang didapatkan dari keterangan saksi, terdakwa, dan bukti-bukti yang diajukan, mengungkap kronologi kasus pencurian yang dilakukan oleh Rahmat Efendi. Peristiwa ini bermula pada Sabtu (8/3).
Berawal dari Rahmat Efendi berangkat dari Bukittinggi menggunakan sepeda motor Honda PCX 160 CC putih miliknya, dengan nomor polisi BA 2688 LAF. Sepeda motor ini juga membawa sebuah obeng, yang nantinya digunakan sebagai alat kejahatan.
Setibanya di daerah Guguak, Rahmat Efendi berkeliling mencari rumah kosong. Ketika melintas di depan rumah saksi Elda Arina Pgl. Elda, ia melihat rumah tersebut kosong dan menjadikannya target pencurian.
Dua hari kemudian, pada Senin (10/3), sekitar pukul 09.00 WIB, Rahmat Efendi kembali ke rumah Elda untuk memastikan kondisinya benar-benar kosong. Ia kemudian memarkirkan kendaraannya di depan rumah dan masuk ke halaman setelah membuka pagar yang tidak terkunci.
Dengan menggunakan obeng, Rahmat Efendi mencongkel jendela rumah Elda yang tertutup hingga berhasil merusaknya. Ia lalu masuk melalui jendela yang sudah rusak tersebut. Di dalam rumah, Rahmat Efendi mencari barang-barang berharga dan berhasil menemukan:
- Uang tunai sekitar Rp750.000 dalam dompet merah motif bunga.
- Uang tunai sekitar Rp6.000.000 dalam dompet hitam garis merah dan hijau.
- Uang tunai sekitar Rp2.000.000 dalam dompet coklat merek CkCk.
- Uang tunai sekitar Rp15.000.000 di dalam celengan kaleng cat plastik merek Dulux Catylac putih kombinasi merah.
- Dua buah gelang emas milik saksi Elda.
Uang hasil curian ini kemudian digunakan Rahmat Efendi untuk membayar utang, memenuhi kebutuhan sehari-hari, serta membeli sepeda motor PCX dan handphone Samsung A34.
Akibat perbuatan Rahmat Efendi yang mengambil uang dan emas tanpa izin, saksi Elda mengalami kerugian total sejumlah Rp36.525.000
Selanjutnya, dengan berpedoman pada ketentuan yang termuat di dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, pada persidangan yang dilaksanakan pada Rabu (11/6) telah dicapai Kesepakatan Perdamaian tertanggal 11 Juni 2025 antara terdakwa dan saksi korban, yaitu Elda Arina yang ditandatangani di depan Majelis Hakim yang pada pokoknya menyatakan, terdakwa mengakui bersalah dan bersedia untuk membayar kerugian kepada saksi Elda Arina sejumlah Rp25 juta rupiah yang dibayar dua kali tahapan pembayaran, yaitu pertama sejumlah Rp10 juta pada persidangan 11 Juni 2025 dan kedua sejumlah Rp15 juta dengan cara dibayar secara cicilan setiap bulannya sejumlah Rp1,5 juta selama sepuluh bulan dimulai sejak Juli 2025.
Oleh karena telah adanya perdamaian antara terdakwa dan saksi Elda sebagaimana kesepakatan perdamaian tertanggal 11 Juni 2025. Serta telah adanya perbuatan terdakwa membayar kerugian sejumlah Rp10 juta di hadapan persidangan pada 11 Juni 2025 guna melaksanakan pembayaran ganti rugi pertama sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Kesepakatan Perdamaian tertanggal 11 Juni 2025, maka Majelis Hakim menilai telah tercapainya tujuan keadilan restoratif yaitu, memulihkan kerugian korban tindak pidana.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pati telah menetapkan syarat khusus dalam menjatuhkan pidana bersyarat kepada Rahmat Efendi. Keputusan ini berlandaskan pada Pasal 19 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Pasal tersebut menyatakan, syarat khusus dalam pidana bersyarat dapat dijatuhkan apabila terdakwa telah mencapai kesepakatan dengan korban, namun belum melaksanakan seluruh atau sebagian isi kesepakatan tersebut.
Dalam kasus ini, Majelis Hakim mempertimbangkan perlunya pelaksanaan keseluruhan Kesepakatan Perdamaian tertanggal 11 Juni 2025 oleh terdakwa. Salah satu poin penting dalam kesepakatan tersebut adalah pembayaran kedua kepada saksi Elda Arina Pgl Elda sejumlah Rp15 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 kesepakatan.
Penetapan syarat khusus ini, bertujuan untuk mencapai pemulihan kerugian korban tindak pidana, yang merupakan salah satu tujuan utama dari Keadilan Restoratif. Oleh karena itu, jika Rahmat Efendi tidak melaksanakan pembayaran ganti rugi kedua ini, ia akan dikenakan pidana penjara sebagaimana tercantum dalam amar putusan. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 19 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024, serta merujuk pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1394K/Pid/2021 tanggal 8 Desember 2021 atas nama Terdakwa Alexander Alias Alex Bin Lim Cai Ting.
Terhadap putusan tersebut, terdakwa menyatakan menerima putusan tersebut. Sementara, penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Payakumbuh di Suliki menyatakan pikir-pikir.