Perbuatan Cabul Guru Mansur Akibatkan Anak Alami Gangguan Stres Akut di Vonis 5 Tahun di PN Kendari

Majelis hakim yang memeriksa perkara ini menguraikan bahwa perbuatan Mansur bukanlah perbuatan spontan.
Gedung Pengadilan Negeri Kendari | Foto : Dokumentasi PN Kendari
Gedung Pengadilan Negeri Kendari | Foto : Dokumentasi PN Kendari

Kendari, Sulawesi Tenggara — Pengadilan Negeri Kendari menjatuhkan vonis terhadap seorang guru sekolah dasar, Mansur, 55 tahun, setelah majelis hakim meyakini bahwa Mansur melakukan serangkaian tindakan tidak patut (pencabulan) terhadap muridnya, seorang anak perempuan berusia 9 tahun yang disamarkan dengan inisial A. Putusan ini muncul di tengah maraknya pemberitaan tidak akurat di media sosial yang menggiring opini bahwa M hanya “mengecek suhu tubuh” siswanya. Berdasarkan fakta persidangan, narasi tersebut tidak sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi.

Majelis hakim yang memeriksa perkara ini menguraikan bahwa perbuatan Mansur bukanlah perbuatan spontan, bukan pula tindakan medis sebagaimana disebutkan dalam opini publik, melainkan serangkaian tindakan yang mengandung unsur kesusilaan dan dilakukan berulang-ulang sejak Agustus 2024 hingga Januari 2025. Perbuatan itu dilakukan Mansur ketika A dalam keadaan sendirian atau berada dalam posisi tidak berdaya di dalam ruang kelasnya.

Dalam persidangan, A memberikan keterangan yang konsisten mengenai apa yang dialaminya. A menyampaikan bahwa M beberapa kali mendekati dirinya, duduk di sampingnya, melakukan tindakan susila, merangkul bahu dan pinggangnya, serta melakukan kontak fisik lain yang membuatnya takut dan tidak nyaman. A juga menyebut Mansur beberapa kali melakukan perbuatan susila yang jelas bukan tindakan layak seorang pendidik. Kesaksian A yang disampaikan di ruang sidang membuat suasana sempat hening karena ia terlihat gemetar dan ketakutan ketika diminta mengulang kembali kejadian tersebut.

Tidak hanya A, seorang saksi anak lainnya yang disamarkan sebagai F juga menyampaikan bahwa ia pernah mengalami perlakuan tidak wajar dari Mansur pada tahun 2022. F mengaku pernah dirangkul tanpa alasan jelas dan diberikan uang jajan beberapa kali oleh Mansur, meski F selalu menolak dan merasa risih. Kesaksian F tidak dipakai sebagai dasar dakwaan, namun majelis hakim mempertimbangkannya sebagai pola perilaku yang relevan untuk menilai sifat perbuatan terdakwa.

Kesaksian ibu A, yang disamarkan sebagai Ny. N, juga memperkuat rangkaian fakta yang terungkap. Ny. N menjelaskan bahwa sejak Agustus 2024 anaknya sudah mengeluhkan perlakuan Mansur. Namun sebagai orang tua, ia tidak langsung melapor, melainkan mencoba mencari tahu secara perlahan. Kejadian puncak terjadi pada 8 Januari 2025, ketika A mengirim pesan suara darurat melalui jam tangan pintarnya, sambil menangis meminta bantuan. Isi pesan suara tersebut mengandung ungkapan ketakutan akibat tindakan Mansur yang berupaya melakukan perbuatan cabul setelah menahan A di dalam kelas dan mengusir dua temannya yang hendak menemani.

Pada hari itu, Mansur berdiri di depan pintu kelas, melarang A mengikuti apel pagi, dan membuat A sendirian di dalam ruangan. Setelah sempat keluar kelas untuk menyiram tanaman, M kembali masuk dan melakukan tindakan meraba yang membuat A ketakutan hingga berlari keluar kelas. Ketika ibunya tiba, A tampak pucat dan gemetar. Ny. N kemudian meminta penjelasan Mansur, tetapi Mansur justru memberikan alasan yang tidak sesuai dengan apa yang digambarkan oleh anak korban.

Dalam pemeriksaan psikologis oleh Psikolog Astri Yunita, M.Psi, A dinyatakan mengalami Gangguan Stres Akut (Acute Stress Disorder). Hasil itu menunjukkan adanya perubahan pada aspek emosi, perilaku, dan fisik yang terjadi setelah rangkaian peristiwa traumatis yang dialaminya. Psikolog menegaskan bahwa A membutuhkan pendampingan jangka panjang berupa terapi bermain dan terapi seni. Majelis menilai hasil pemeriksaan ini sebagai bukti kuat adanya dampak psikologis nyata atas tindakan Mansur.

Di sisi lain, Mansur dalam pembelaannya menolak seluruh keterangan A dan F serta menyebut bahwa ia hanya “memegang dahi” A karena mendapatkan laporan bahwa anak tersebut sedang sakit. Namun pembelaan ini dianggap majelis tidak sesuai dengan rangkaian peristiwa yang konsisten disampaikan para saksi, bukti elektronik berupa voice note, serta pola perbuatan yang terjadi dalam jangka waktu panjang.

Majelis hakim menyatakan bahwa Mansur telah menyalahgunakan posisi sebagai guru, memperdaya situasi untuk melakukan tindakan yang telah disensor demi melindungi identitas dan martabat anak. Perbuatan itu tidak hanya melanggar batas profesional seorang pendidik, tetapi juga menempatkan A dalam kondisi rentan secara psikologis. Tindakan yang dilakukan Mansur dinilai memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

Setelah mempertimbangkan seluruh bukti, keterangan saksi, keterangan saksi anak, alat bukti elektronik, hasil psikologis, serta sikap Mansur selama persidangan, majelis hakim akhirnya menjatuhkan pidana 5 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan jaksa yaitu 6 tahun karena majelis tetap memperhatikan asas proporsionalitas. Selain itu Mansur dijatuhi denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan dan dibebankan membayar biaya perkara.

Putusan ini sekaligus menepis informasi keliru yang berkembang di media sosial. Narasi bahwa Mansur hanya “mengecek suhu tubuh murid” atau menjadi korban kriminalisasi guru, tidak sesuai fakta persidangan. Pengadilan melalui putusan ini menegaskan bahwa kasus tersebut tidak berkaitan dengan aktivitas mendidik, tetapi merupakan rangkaian tindakan tidak pantas yang mencederai harkat dan martabat seorang anak.

Melalui putusan ini, Pengadilan Negeri Kendari mengajak masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi, terutama yang berasal dari media sosial. Masyarakat diimbau untuk membaca putusan atau minimal memahami fakta persidangan sebelum membentuk opini. Putusan ini diharapkan menjadi pengingat bahwa lingkungan pendidikan harus menjadi ruang aman bagi anak, dan siapapun yang menyalahgunakan posisi kepercayaan akan diproses sesuai hukum demi melindungi generasi muda.