PN Binjai Terapkan Keadilan Restoratif pada Perkara Tindak Pidana Pengancaman

Perkara ini bermula saat terdakwa mengancam korban dengan sebilah samurai akibat kesalahpahaman ketika keduanya bertemu di sebuah persimpangan.
Penerapan keadilan restoratif di PN Binjai. Foto : Dokumentasi PN Binjai
Penerapan keadilan restoratif di PN Binjai. Foto : Dokumentasi PN Binjai

MARINews, Binjai - Pengadilan Negeri (PN) Binjai menerapkan prinsip keadilan restoratif dalam perkara pidana pengancaman yang terdaftar dengan Nomor 310/Pid.B/2025/PN Bnj. 

Sidang yang digelar Senin (3/11) itu berlangsung haru setelah saksi korban, Kardinan Saputra, secara resmi menyampaikan perdamaian dengan terdakwa, M. Dwi Cahyono.

Perkara ini bermula saat terdakwa mengancam korban dengan sebilah samurai akibat kesalahpahaman ketika keduanya bertemu di sebuah persimpangan. 

Dalam persidangan sebelumnya, terdakwa mengakui seluruh perbuatannya dan menyampaikan permintaan maaf kepada korban beserta keluarga. 

Gayung bersambut, korban yang masih bertetangga dengan terdakwa memaafkan dan bersedia berdamai.

Perdamaian tersebut kemudian dituangkan dalam surat resmi yang diserahkan kepada Penuntut Umum dan Majelis Hakim sebelum agenda pembacaan tuntutan. 

Dalam surat tersebut, korban dan keluarganya berharap Majelis Hakim dapat memberikan hukuman yang seringan-ringannya kepada terdakwa.

Meski Penuntut Umum tetap menuntut pidana penjara selama lima bulan, terdakwa kembali memohon keringanan hukuman atas dasar adanya perdamaian.

Sidang putusan digelar Senin (10/11) dengan Majelis Hakim yang diketuai Fadel Pardamean Batee, S.H., M.H., didampingi Ulwan Maluf, S.H., M.H., dan Syafitri Apriyuani Supriatry, S.H., M.H. 

Dalam pertimbangannya, Majelis mengacu pada PERMA Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif yang menyebutkan, “Hakim menerapkan pedoman mengadili berdasarkan Keadilan Restoratif apabila terpenuhi salah satu dari tindak pidana berikut : a. tindak pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana ringan atau kerugian Korban bernilai tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) atau tidak lebih dari upah minimum provinsi setempat, b. tindak pidana merupakan delik aduan, c. tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal 5 (lima) tahun penjara dalam salah satu dakwaan, termasuk tindak pidana jinayat menurut qanun, d. tindak pidana dengan pelaku Anak yang diversinya tidak berhasil; atau, e. tindak pidana lalu lintas yang berupa kejahatan..”.

Majelis menilai perkara memenuhi syarat penerapan keadilan restoratif karena termasuk tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun sebagaimana tercantum dalam salah satu dakwaan. 

Namun, karena unsur tindak pidana tetap terbukti, terdakwa dijatuhi hukuman penjara tiga bulan dan 15 hari berdasarkan Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dengan putusan tersebut, terdakwa hanya perlu menjalani sisa masa tahanannya beberapa hari lagi sebelum bebas. Baik terdakwa maupun Penuntut Umum menyatakan menerima putusan tanpa upaya hukum lanjutan.

Penulis: Ulwan Ma’luf
Editor: Tim MariNews