Pengadilan Tinggi Kaltara Gelar Diskusi Penyelesaian Sengketa Tanah, Soroti Keadilan Substantif dan Hukum Adat

Isu utama yang disoroti adalah tumpang tindih klaim tanah, pengabaian hak masyarakat adat dan pesisir, lemahnya kepastian hukum agraria.
Diskusi mengenai sengketa tanah di Pengadilan Tinggi Kaltara. Foto : Tim Media PT Kaltara
Diskusi mengenai sengketa tanah di Pengadilan Tinggi Kaltara. Foto : Tim Media PT Kaltara

MARINews, Tanjung Selor – Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara menggelar diskusi reguler tentang penyelesaian sengketa tanah, Senin (29/9/2025).

Kegiatan itu dihadiri oleh Ketua Pengadilan Tinggi Kaltara Dr. Marsudin Nainggolan, S.H., M.H., jajaran hakim tinggi, serta para Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri se-wilayah hukum Kalimantan Utara.

Diskusi yang berlangsung di ruang sidang utama ini membahas berbagai persoalan sengketa agraria di lima wilayah: Tanjung Selor, Tarakan, Nunukan, Malinau, dan Tana Tidung. 

Isu utama yang disoroti adalah tumpang tindih klaim tanah, pengabaian hak masyarakat adat dan pesisir, lemahnya kepastian hukum agraria, hingga rendahnya angka keberhasilan eksekusi perkara perdata dibandingkan wilayah lain.

Dalam sambutannya, Ketua PT Kaltara menekankan pentingnya peningkatan kualitas putusan hakim. 

“Hakim tidak hanya menegakkan kepastian hukum, tetapi juga menjadi penjaga keadilan sosial yang berpihak pada masyarakat,” ujarnya.

Beberapa poin penting yang mengemuka dalam diskusi, antara lain:

  • Pengadaan tanah dan konsinyasi: Konsinyasi dipandang sebagai solusi hukum sah untuk menjamin pembangunan tetap berjalan, meski terjadi sengketa ganti rugi.
  • Konflik tanah adat dan pesisir: Sengketa di Tarakan dan Malinau menyoroti perlunya harmonisasi hukum positif dengan hukum adat, termasuk pengakuan hak ulayat masyarakat.
  • Sengketa di perbatasan: Di Nunukan, permasalahan tanah kerap terkait dengan batas desa hingga aspek geopolitik. Hakim diingatkan untuk menggali nilai hukum adat sekaligus menegakkan hukum agraria nasional.
  • Peran hakim: Hakim didorong untuk menerapkan pendekatan progresif, mengutamakan mediasi, dan berlandaskan yurisprudensi Mahkamah Agung.

Diskusi menghasilkan kesimpulan penyelesaian sengketa tanah di Kalimantan Utara membutuhkan pendekatan integratif: menggabungkan hukum formal, hukum adat, keadilan substantif, serta perlindungan lingkungan. 

Sinergi lintas sektor antara pengadilan, pemerintah daerah, BPN, tokoh adat, dan masyarakat dinilai sangat penting demi terciptanya keadilan dan stabilitas sosial.

Acara ditutup dengan harapan agar hakim di seluruh wilayah hukum Kalimantan Utara semakin responsif terhadap dinamika lokal dan mampu menghadirkan putusan yang adil serta dapat dieksekusi secara efektif.

Penulis: Joko Saptono
Editor: Tim MariNews