Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas penting yakni asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, dan asas pacta sunt servanda. Namun ada satu asas kurang memperoleh perhatian, akan tetapi keberadaannya sangat penting terlebih untuk memberikan perlindungan hukum terhadap subjek perjanjian tersebut. Asas tersebut adalah asas iktikad baik.
Pembeli yang beriktikad baik diartikan sebagai pembeli yang jujur, tidak mengetahui cacat cela terhadap barang yang dibeli. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1338 ayat (3) menyatakan, perjanjian harus dilaksanakan berdasarkan iktikad baik, namun dalam pengaturannya tidak menjelaskan lebih lanjut siapa pembeli beriktikad baik itu.
Untuk mempertegas apa yang dimaksud sebagai pembeli beriktikad baik, Mahkamah Agung telah memberikan rumusan siapa saja yang dimaksud sebagai pembeli beriktikad baik, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014 yang kemudian disempurnakan melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, yang diuraikan sebagai berikut:
a. Pembeli beriktikad baik melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/prosedur dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan yaitu:
1. Pembelian tanah melalui pelelangan umum
Terkait pelelangan umum telah diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang menegaskan bahwa Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dapat dibatalkan.
Hal tersebut sejalan dengan Putusan MARI Nomor 821 K/Sip/1974, secara umum Pembeli tanah melalui lelang dilindungi haknya, karena dianggap telah membeli melalui lembaga yang dapat dipercaya. Selain alasan itu, terdapat putusan yang mendasarinya dengan fakta belum diketahuinya cacat cela (penggelapan yang ditetapkan oleh pengadilan) pada waktu jual beli dilakukan, jadi pembeli dianggap tidak dapat mengetahui ketika membeli tanah tersebut (Putusan MARI 4039 K/Pdt/2001).
2. Pembelian tanah di hadapan pejabat pembuat akta tanah
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Pembelian tanah di hadapan PPAT dapat dianggap sebagai pembeli berkitikad baik, karena sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 24/1997 telah mengatur kewajiban PPAT dan Kepala Kantor Pertanahan untuk memeriksa data yuridis dalam proses jual beli dan pendaftaran.
3. Pembelian terhadap tanah milik adat/yang belum terdaftar yang dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat yaitu dilakukan secara tunai dan terang
Tunai adalah penyerahan hak dan pembayaran harga tanah dilakukan pada saat yang sama. Selain itu, tunai berarti pembayaran dilaksanakan sampai lunas sesuai dengan kesepakatan harga yang disepakati. Tunai bukan berarti pembayaran dan pelunasan harga tanah harus dilakukan seketika namun mempunyai arti melakukan pembayaran sesuai harga yang telah disepakati. Jadi asas tunai tetap terpenuhi meskipun suatu pembayaran dilakukan dengan metode angsuran.
Asas terang mempunyai arti bahwa jual beli tanah dilakukan secara terbuka dan tidak ditutupi. asas terang ini terpenuhi ketika jual beli tanah dilakukan dihadapan/diketahui kepala desa/lurah setempat).
4. didahului dengan penelitian mengenai status tanah objek jual beli dan berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah objek jual beli adalah milik penjual. pembeli harus bertindak responsif (bertanggung jawab) mencari tahu dan meneliti terlebih dahulu keabsahan jual beli tanah, sebelum dan pada saat jual beli dilakukan. Mencari tahu apakah betul tanah yang akan dibeli betul merupakan milik dari penjual.
5. Pembelian dilakukan dengan harga yang layak.
Pembeli dapat dikatakan sebagai beritikad baik jika Ia membelii tanah dengan harga yang layak dan sesuai dengan kewajaran. Jika Ia membeli dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasaran, seharusnya pembeli memiliki kecurigaan mengenai keabsahan tanah tersebut sehingga Ia akan melakukan penelitian lebih lanjut.
b. Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal berkaitan dengan objek tanah yang diperjanjikan antara lain:
1. Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau;
2. Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita, atau;
3. Tanah objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak tanggungan, atau;
4. Terhadap tanah yang bersertifikat, telah memperoleh keterangan dari BPN dan riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.
Prinsip kehati-hatian (duty of care) dalam jual beli tanah dapat diukur dengan dengan kejujuran, tidak ada unsur tipu daya dan tidak mengambil keuntungan dengan cara merugikan orang lain.
Kontributor: Andi Ramdhan Adi Saputra