MARINews, Denpasar-Kegiatan pembinaan yang digelar pada 14 Agustus 2025 di PTUN Denpasar, baik secara luring maupun daring, menghadirkan berbagai masukan terkait kondisi penerapan Smart Majelis di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Salah satu satuan kerja yang ditunjuk sebagai pilot project membeberkan kendala dan masukannya.
Langkah ini menindaklanjuti Surat Direktur Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara Nomor: 891/DJMT.3/TI1.1.1/VIII/2025 tanggal 8 Agustus 2025 tentang Pemberitahuan Pemberlakuan Pilot Project Smart Majelis.
Surat tersebut diberikan sesuai arahan Ketua Mahkamah Agung RI Yang Mulia Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. pada tanggal 25 Juli 2025 perihal Implementasi Smart Majelis Tingkat pertama yang dilaksanakan secara bertahap, untuk itu telah ditunjuk pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama di lingkungan peradilan tata usaha negara yaitu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung, Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram, dan Pengadilan Tata Usaha Negara Gorontalo.
Uji coba aplikasi Smart Majelis akan berlangsung selama tiga bulan sejak tanggal rilis aplikasi SIPP Tingkat Pertama versi 6.0.0. Implementasi ini menjadi perhatian besar warga peradilan. Ketua PTTUN Jakarta, H. Iswan Herwin, S.H., M.H., menyampaikan sejumlah masukan konstruktif untuk pengembangan aplikasi tersebut.
Menurutnya, PTTUN Jakarta telah melakukan berbagai pengujian, termasuk input data penetapan Majelis Hakim. Namun, dalam prakteknya masih ditemukan kendala. Sebelum melakukan penetapan, yakni hakim harus lebih dulu mengisi kompetensi yang tersedia dalam sistem. Saat ini, pilihan kompetensi masih terbatas pada pilkada, permohonan, perdata umum, dan lingkungan hidup. Untuk mengatasi keterbatasan itu, sementara ini digunakan opsi perdata umum sesuai arahan pengembang.
Meski demikian, Ketua PTTUN Jakarta menekankan kekhawatirannya apabila kondisi ini dibiarkan hingga tahap penerapan penuh. Untuk itu, dia berharap, karena masih dalam tahap uji coba, ke depan aplikasi dapat memuat kompetensi yang lebih sesuai dengan karakteristik hakim di lingkungan peradilan tata usaha negara, termasuk penanganan sengketa khusus.
“Kami mengajak teman-teman, terutama Hakim Yustisi di Mahkamah Agung, Biro Hukum Humas dan Dirjen untuk bisa membantu merumuskan kompetensi Hakim TUN untuk dimasukkan dalam aplikasi ini,” ujar Ketua PTTUN Jakarta.
Ketua PTTUN Mataram, Dr. Disiplin F. Manao, S.H., M.H menambahkan, ini hal yang penting karena dapat menimbulkan kesesatan dalam beracara, untuk itu agar dapat segera di follow up oleh pengembang.
Dalam kesempatannya Ketua Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI, Yang Mulia Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H. mengatakan, penggunaan Smart Majelis dalam distribusi perkara memiliki kelebihan, khususnya dalam mengurangi subjektivitas pimpinan pengadilan yang selama ini berperan sebagai penentu penunjukan Majelis Hakim. Sistem ini memberikan jaminan distribusi perkara yang lebih transparan dan objektif.
Namun di sisi lain, masih terdapat kelemahan dalam penerapannya. Sebagai contoh di Mahkamah Agung perkara pajak dari satu perusahaan bisa mencapai hingga 40 perkara sekaligus. Apabila distribusi tidak jatuh pada majelis yang sama, berpotensi menimbulkan inkonsistensi putusan. Hal ini dapat menjadi persoalan serius bagi para pencari keadilan, mengingat hakim bersifat independen sementara sistem distribusinya masih belum sepenuhnya sempurna.
Kondisi tersebut menjadi catatan penting dalam pelaksanaan di lapangan. Namun, sebagaimana ditegaskan oleh Ketua Mahkamah Agung RI, jika sudah melangkah maju maka tidak ada kata mundur. Oleh karena itu, dalam penerapannya tentu akan terus dilakukan berbagai perbaikan dan penyesuaian yang diperlukan.
Evaluasi dan penyempurnaan sistem diharapkan mampu menjawab tantangan ke depan, sehingga Smart Majelis benar-benar dapat menghadirkan objektivitas, efisiensi, transparansi, serta akurasi dalam penentuan Majelis Hakim.