Gaya Hidup Hakim dan Aparatur Pengadilan: Hidup Hedonisme VS Hidup Sederhana

Keputusan tersebut, diambil dengan mempertimbangkan fasilitas rumah negara dan transportasi hakim yang tersedia, belum memenuhi seluruh kebutuhan hakim.
Ilustrasi penegak hukum. Foto: istimewa
Ilustrasi penegak hukum. Foto: istimewa

Teringat akan lirik lagu yang dinyanyikan oleh Band terkenal Indonesia Slank dengan Judul “Seperti Para Koruptor”, para bagian reff dari lagu tersebut liriknya menyebutkan “Hidup sederhana gak punya apa-apa tapi banyak cinta. Hidup bermewah-mewahan punya segalanya tapi sengsara Seperti para koruptor, Seperti para koruptor”

Saat ini, gaya hidup pejabat negara, aparat penegak hukum dan aparatur sipil negara kembali menjadi topik hangat yang diperbincangkan oleh masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa ada saja aparat penegak hukum dan aparatur sipil negara yang memiliki gaya hidup yang tidak sama, ada yang bergaya, ada yang bersahaja dan ada yang sederhana.

Gaya hidup ini tidak hanya pada penampilan fisik (pakaian yang digunakan), fasilitas/kendaraan yang digunakan atau aksesoris yang digunakan, namun juga tindakan yang melakukan flexing atau pamer kekayaan yang menunjukkan gaya hidup mewah secara berlebihan di media sosial.

Aparat penegak hukum jangan jadi “selebrity” yang memang harus menampilkan segala sesuatu yang ada pada dirinya dan aparat penegak hukum juga tidak dapat menerima “endose” dari pihak-pihak dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Gaya Hidup Hedonisme dan Sederhana

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Online) memberikan pengertian hedonisme adalah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup dan hedon adalah suka berfoya-foya, boros, hedonis.

Sedangkan pengertian sederhana berarti bersahaja, tidak berlebih-lebihan,sedang (dalam arti pertengahan, tidak tinggi, tidak rendah, dan sebagainya), tidak banyak seluk-beluknya (kesulitan dan sebagainya), tidak banyak pernik.

Orang yang menganut paham hedonisme cenderung fokus pada kesenangan sesaat. Pandangan hidup hedonisme menganggap kesenangan sebagai hal yang paling berharga dalam hidup.

Hedonisme sering dihubungkan dengan perilaku yang konsumtif dan hedonis. Orang yang menganut hedonisme akan selalu mencari cara untuk mendapatkan kesenangan, baik itu kesenangan materi, fisik, maupun batin.

Apabila dilihat dari gaya hidup ini, memang barang tentu itu akan dilihat dari sikap psikologis dari masing-masing orang, namun ada ketentuan yang mengatur pola prilaku dari Hakim, Aparatur pengadilan yang mengharuskan gaya hidup juga disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Hakim sebagai “pejabat negara” juga diwajibkan berprilaku sederhana, sehingga gaya hidup juga selayaknya sederhana. Sederhana bukan hidup dengan kesusahan atau kesilitan, namun berprilaku dan bergaya hidup dengan bersahaja dan tidak berlebih-lebihan. 

Saat ini, masyarakat sangat dapat melihat dan memperhatikan gaya hidup hakim dan aparatur pengadilan, terlebih dengan berkembangnya media sosial. Apabila ada hakim dan apartur pengadilan yang membuat “postingan” di media sosialnya yang terlihat berlebihan, seperti menggunakan pakaian branded, mahal, penggunaan mobil dan aksesoris seperti jam, sepatu dan sebagainya. Sehingga perbuatan tersebut dapat melukai perasaan dari masyarakat. 

Hal serupa bukan hanya bagi hakim dan aparatur pengadilan, namun aparatur penegak hukum lainnya, seperti polisi, jaksa dan pengacara juga memperhatikan gaya hidup aparat penegak hukum tersebut.

Perbandingan Gaya Hidup Hakim dan Aparatur Pengadilan dengan Aparat Penegak Hukum Lainnya

Bagi aparat kepolisian, melalui perintah Kapolri mengenai perilaku dan gaya hidup diatur Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2017, Pekap Nomor 7 Tahun 2022 dan Surat Telegram Rahasia (TR) Nomor ST/30/XI/HUM 3.4/2019/DIVPROPAM tanggal 15 November 2019. 

Dari berbagai sumber yang diterima, dalam telegram tersebut setidaknya ada tujuh poin yang diserukan kepada seluruh anggota Polri, yakni tidak menunjukkan, memakai, memamerkan barang-barang mewah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi sosial di kedinasan maupun di area publik, senantiasa menjaga diri, menempatkan diri pola hidup sederhana di lingkungan institusi Polri ataupun kehidupan bermasyarakat, tidak mengunggah foto atau video pada medsos yang menunjukkan gaya hidup yang hedonis karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial, menyesuaikan norma hukum, kepatutan, kepantasan, dengan kondisi lingkungan tempat tinggal, menggunakan atribut Polri yang sesuai dengan pembagian untuk penyamarataan, pimpinan kasatwil, perwira dapat memberikan contoh perilaku dan sikap yang baik, tidak memperlihatkan gaya hidup yang hedonis, terutama Bhayangkari dan keluarga besar Polri, dikenai sanksi yang tegas bagi anggota Polri yang melanggar.

Terhadap tindakan-tindakan yang menyalahi aturan tersebut, maka sesuai Pekap Nomor 7 Tahun 2022 akan ditindak tegas sesuai kode etik profesi kepolisian.

Pihak kejaksaan, berdasarkan Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana, mengingatkan pola hidup sederhana bagi seluruh jaksa dan pegawai kejaksaan serta bijak menggunakan media sosial (medos).
Dengan adanya instruksi tersebut, dimaksudkan untuk membangun dan membudayakan pola hidup sederhana sebagai salah satu cara mencegah terjadinya perilaku koruptif dan perbuatan tercela lainnya.

Jaksa Agung meminta agar menghindari gaya hidup konsumtif dengan tidak membeli/ memakai/memamerkan barang-barang mewah, serta menghindari timbulnya kesenjangan dan kecemburuan sosial dengan tidak mengunggah foto/video pada media sosial yang mempertontonkan gaya hidup berlebihan, dengan bijak dalam menggunakan media sosial, sesuai Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 41 Tahun 2021. 

Dalam instruksi tersebut, diminta juga menyelenggarakan acara pribadi dengan sederhana, membatasi diri ke luar negeri, menghindari tempat-tempat yang merendahkan martabat serta menolak menerima hadiah/keuntungan yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan.

Sedikit berbeda dengan gaya hidup Advokat, tidak ada yang mengatur secara spesifik di dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Kode Etik Advokat yang memerintahkan kepada advokat untuk bergaya hidup sederhana.

Sesuai UU Advokat, advokat berstatus sebagai penegak hukum sehingga dapat dikategorikan sebagai aparat penegak hukum yang dapat disamakan dengan aparat penegak hukum lainnya.

Dalam kode etik memang diatur bahwa advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile) dan tidak dibenarkan melalui media massa mencari publitas bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya. Sehingga seyogianya advokat juga dalam menjalankan tugas mulainya wajib menjalan sesuai ketentuan perundang-undangan, namun memang secara khsusus tidak diperintahkan untuk bergaya hidup sederhana.

Bagi hakim dan aparatur pengadilan, Ketua Mahkamah Agung (MA) menyampaikan dalam pertemuan dengan pimpinan dan hakim seluruh wilayah daerah khusus Jakarta menyampaikan “Kok enggak ada rasa takut, rasa malu. apakah tertutup semua dengan fatamorgana, harta kekayaan? Apakah karena paham hedon, hedonisme?”, ujar beliau Jumat (23/5).

Sesuai dengan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), ada sepuluh prinsip dari KEPPH tersebut dan seluruhnya mengarahkan agar hakim bersikap hidup sederhana dan tidak bergaya hidup hedon.

Dengan bersikap jujur, berprilaku rendah hati dan berintegritas tinggi merupakan beberapa contoh yang wajib dilakukan oleh hakim dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya serta dalam menjalankan kehidupannya, sehingga sudah selayaknya arahan Ketua MA tersebut wajib dilasanakan oleh seluruh hakim dan aparatur pengadilan seluruh Indonesia.

Bagi aparatur pengadilan, ketentuan mengenai pengaturan pola kerja baik dalam undang-undang, perma dan sema yang mengingatkan agar aparatur tetap menjaga integritas dan bekerja sesuai denan tupoksinya.

Pada Mei ini, Dirjen Badilum mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana Aparatur Peradilan Umum.

Hal ini sejalan dengan maksud dan tujuan dari Pimpinan MA ingin mengingatkan dan menwajibkan kepada seluruh Hakim dan Aparatur pengadilan agar melaksanakan hidup sederhana dan meninggalkan pola hidup yang mengarah pada hedonisme.

Pada surat edaran mengenai pola hidup sederhana tersebut, menitik beratkan pada pola hidup sederhana bukanlah bentuk pembatasan terhadap hak-hak pribadi, melainkan cerminan dari integritas, tanggung jawab, dan keteladanan. Selain itu, penerapan pola hidup sederhana juga merupakan langkah preventif untuk penguatan integritas, menghindari perilaku koruptif dan pelanggaran kode etik, sekaligus menjadi bagian dari upaya olektif dalam menjaga marwah peradilan serta menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Pola gaya hidup ini wajib dilaksanakan oleh aparatur peradilan umum beserta keluarganya dengan mencerminkan kesederhanaan, kebersahajaan, dan integritas, dengan memperhatikan prinsip-prinsip kepatutan, kewajaran, serta kehati-hatian dalam setiap aktivitas sosial maupun gaya hidup yang ditampilkan.

Aparatur peradilan umum beserta keluarganya secara pribadi wajib berkomitmen menghindari gaya hedonisme, menghindari perilaku konsumtif (barang mewah) dan menghindari kesenjangan sosial dengan tidak mengunggah foto atau video pada media sosial yang mempertontonkan gaya hidup berlebihan, melaksanakan acara yang sifatnya pribadi/ keluarga dengan sederhana dan tidak berlebihan serta tidak dilaksanakan di lingkungan kantor dan tidak menggunakan fasilitas kantor, membatasi perjalanan ke luar negeri di luar tugas kedinasan, mengindari tempat tertentu yang dapat mencemarkan kehormatan dan/atau merendahkan martabat peradilan.

Himbauan keras dan ketentuan-ketentuan telah disampaikan dan dibuat oleh pimpinan MA, serta upaya-upaya yang dilakukan oleh pimpinan MA dalam peningkatan kesejahteraan hakim dan aparatur pengadilan telah dilakukan, sehingga kiranya hakim dan aparatur pengadilan tidak menghambat upaya-upaya tersebut dengan perbuatan-perbuatan yang merusak citra dan wibawa Mahkamah Agung.

Sekarang, ikhtiar yang perlu dibangun adalah agar semua yang telah diusahkan dalam melakukan perubahan dan perbaikan di Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, seluruh aparatur pengadilan ikut serta dalam proses perubahan dan perbaikan tersebut, terkhusus dalam pola hidup sederhana dan menghindari pola hidup hedonisme yang dapat merusak integritas dan kepercayaan publik kepada lembaga yang agung dan sama-sama kita cintai ini.
 

Penulis: Andy Narto Siltor
Editor: Tim MariNews