Peran seorang hakim dalam Islam adalah posisi yang amat mulia dan strategis. Bukan sekadar profesi, menjadi hakim adalah amanah besar untuk menegakkan keadilan di muka bumi, sebuah cerminan dari sifat Allah SWT yang Maha Adil.
Dalam menjalankan tugas suci ini, dua konsep fundamental dalam Islam, yaitu jihad dan zuhud, harus menjadi landasan moral dan spiritual yang tak terpisahkan, secara langsung memengaruhi kesejahteraan dan keamanan seorang hakim.
Jihad Hakim Bertumpu pada Perjuangan Demi Kebenaran dan Keadilan
Seringkali jihad disalahpahami hanya sebatas peperangan fisik, jihad sebenarnya memiliki makna yang jauh lebih luas, yakni perjuangan dan usaha sungguh-sungguh di jalan Allah. Bagi seorang hakim, jihad menjelma dalam perjuangan tak kenal lelah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Ini adalah jihad akbar perjuangan melawan hawa nafsu dan godaan duniawi yang dapat merusak integritas.
Ketika seorang hakim dengan jujur menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, perjuangannya dalam menegakkan keadilan akan bernilai sama dengan jihad di jalan Allah. Mengapa demikian?
Karena setiap keputusan yang diambilnya memiliki dampak besar terhadap kemaslahatan masyarakat dan ketahanan negara (social defence) untuk kemakmuran bersama (social welfare). Keputusan yang adil dan benar akan menciptakan kedamaian, ketertiban, dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Sebaliknya, keputusan yang diwarnai ketidakjujuran akan merusak tatanan sosial hingga ke akar rumput dalam suatu wilayah atau negara.
Jihad seorang hakim menuntut nilai-nilai ketegasan, kecerdasan, dan integritas. Ia harus tegas dalam menghadapi intervensi dan godaan, cerdas dalam memahami kasus dan hukum untuk selalu meningkatkan kapasitas serta belajar dari kesalahan, serta memiliki integritas yang tak tergoyahkan.
Perjuangan seperti ini, di mata Tuhan, akan dinilai sebagai ibadah yang berpahala sangat tinggi, sebab ia adalah upaya nyata mewujudkan keadilan di antara hamba-hamba-Nya, sesuai firman Allah SWT dalam Al-Qur'an: “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.” (QS. An-Nisa: 135)
Zuhud Hakim bertumpu pada Keseimbangan Antara Dunia dan Akhirat
Di sisi lain, seorang hakim juga harus menanamkan nilai-nilai zuhud. Zuhud sering diartikan sebagai kesederhanaan hidup dan ketidak-terikatan pada materi. Namun, zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya atau mengabaikan hak-hak pribadi.
Sebaliknya, zuhud adalah keseimbangan antara hak dan tanggungjawab, selain hidup sederhana (simple), tidak terpengaruh oleh pujian atau celaan, dan selalu fokus pada akhirat (greater good), mengutamakan kebaikan yang lebih tinggi dari kepentingan pribadi, juga mampu memahami mana yang hak dan yang batil.
Seorang hakim yang zuhud tidak akan menjadikan kekayaan atau jabatan sebagai tujuan utama. Ia akan terbebas dari jerat keserakahan yang bisa mendorongnya menerima suap atau membuat keputusan yang tidak adil. Ketiadaan keterikatan pada materi ini karena pemahaman nya yang luas memungkinkan hakim untuk tetap objektif.
Namun, zuhud yang hakiki juga memaknai keseimbangan dan tanggung jawab. Zuhud bukan berarti lalai terhadap hak diri sendiri dan keluarga. Justru, keutamaan dalam nilai zuhud adalah ketika seseorang mengutamakan hak-hak pribadi dan keluarga dari jalan yang halal dengan penuh tanggung jawab. Seorang hakim yang zuhud akan memastikan bahwa kebutuhan dasarnya dan keluarganya terpenuhi melalui cara yang bersih dan berkah, tanpa harus terjerumus pada praktik korupsi.
Menurut penulis, zuhud bukan berarti antikemapanan dan melupakan hak dan kebaikan dunia untuk dinikmati dan disyukuri. Namun, lebih ke pemahaman bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini dan semua adalah titipan dari yang Maha Kuasa, sehingga tidak terlena dengan nikmat, tapi menikmati keindahan dunia dengan penuh kesadaran. Ada orang yang berkuasa hingga hilang kesadaran, ada orang yang berkuasa dengan penuh kesadaran.
Ini sejalan dengan ajaran Islam yang menganjurkan umatnya untuk bekerja keras mencari rezeki yang halal, sambil tetap tidak melupakan kehidupan akhirat, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi...” (QS. Al-Qashash: 77).
Keterkaitan Jihad dan Zuhud oleh hakim harus diimbangi dengan kesejahteraan dan keamanan hakim, serta peningkatan kapasitas hakim melalui pelatihan-pelatihan dan sistem pengawasan yang objektif.
Sikap jihad dan zuhud ini sangat erat kaitannya dengan hak kesejahteraan hakim dan keamanan hakim. Untuk itu, negara juga harus hadir untuk menjamin kesejahteraan dan keamanan hakim, agar di sisi lain, hakim dapat lebih tenang terhadap tanggung jawab kesejahteraan dan keamanan keluarganya, sehingga dapat fokus untuk memberikan yang terbaik dalam menjalankan tugasnya demi negara dalam rangka berjihad dan berzuhud.
Kesimpulan
Seorang hakim yang menginternalisasi nilai-nilai jihad sebagai perjuangan menegakkan kebenaran dan zuhud sebagai keseimbangan hidup yang sederhana dan berorientasi akhirat, adalah sosok yang ideal dalam sistem peradilan Islam. Perjuangan seorang hakim yang jujur dan berintegritas adalah ibadah yang berpahala tinggi, membawa kemaslahatan bagi masyarakat dan negara.
Selain itu, nilai-nilai ini secara langsung berkontribusi pada kesejahteraan sejati hakim, bukan hanya materi, tetapi juga spiritual dan mental, serta keamanan dari berbagai godaan dan ancaman.
Oleh karena itu, memastikan hak kesejahteraan finansial dan keamanan fisik hakim adalah kewajiban negara, agar para penegak keadilan ini dapat menjalankan amanah suci mereka dengan sepenuh hati, tanpa rasa takut, dan semata-mata demi tegaknya kebenaran dan keadilan di muka bumi.