Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 02 Tahun 1972 tentang Pengumpulan Yurisprudensi menegaskan, Mahkamah Agung merupakan satu-satunya lembaga konstitusional yang berhak untuk menghimpun yurisprudensi.
Lebih lanjut, SEMA tersebut menyatakan, badan-badan lain baik swasta maupun pemerintah tak dapat melakukan pengumpulan yurisprudensi, kecuali telah dibicarakan terlebih dahulu dengan Mahkamah Agung.
Untuk itu, Mahkamah Agung telah secara rutin menghimpun berbagai putusan-putusan penting yang mengandung kaidah hukum untuk dijadikan acuan dan pedoman sebagai yurisprudensi.
Salah satu yurisprudensi yang dimaksud, adalah Putusan Nomor 606 K/Pid/1984 yang menjadi salah satu yurisprudensi dalam hukum acara pidana. Perkara tersebut diketuai oleh Piola Isa, S.H., sebagai Hakim Ketua dengan didampingi para Hakim Anggota yaitu, A. Soedjadi, S.H. dan R. Soenarto, S.H.
Ringkasan Duduk Perkara
Awalnya terdakwa datang bertamu ke rumah saksi korban membicarakan soal pencabutan penjualan rumah oleh saksi korban. Sedari awal, terdakwa sudah membawa tape recorder untuk merekam pembicaraan tersebut.
Kemudian saksi korban mengambil tape recorder di atas meja tersebut sebagai larangan untuk merekam.
Lalu, terdakwa menarik kembali dan terjadilah tarik menarik tape recorder antara saksi korban dengan terdakwa.
Pada waktu tarik menarik itu, terdakwa menggulat saksi korban serta memegang batang leher dan mengangkat dagu saksi korban yang kemudian saksi korban jatuh ke lantai.
Atas perbuatannya, terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum yaitu, kesatu melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, kedua melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penuntut Umum kemudian menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama empat bulan, sebab terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan orang lain merasa sakit dan melakukan perekaman suara tanpa izin.
Pertimbangan Hukum Judex Facti
Pengadilan Negeri Ternate menjatuhkan pidana penjara selama tiga bulan terhadap terdakwa dan menghukum untuk mengganti biaya pengobatan sejumlah Rp22.500,00.
Majelis Hakim menyatakan, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan orang lain menjadi sakit.
Dalam tingkat banding, Pengadilan Tinggi Ambon membatalkan Putusan Nomor 67/Pen-Pid-B/1983/PN Tte.
Pengadilan tingkat banding tak sependapat dengan pertimbangan pengadilan tingkat pertama yang menganggap dakwaan perkara ini disusun secara alternatif, sehingga apabila dakwaan kesatu telah terbukti, dakwaan kedua tidak perlu dibuktikan lagi.
Majelis Hakim Banding menilai, dakwaan dalam perkara tersebut disusun secara kumulatif, sehingga harus dibuktikan keduanya sedangkan Majelis Hakim tingkat pertama tidak memeriksa dan memutus mengenai dakwaan kedua.
Selanjutnya, Pengadilan Tinggi menyatakan dalam pertimbangannya, dakwaan kesatu dan kedua telah terbukti yaitu terdakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP dan Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menyatakan terdakwa bersalah melakukan: I. Penganiayaan, II. Memaksa orang lain untuk membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan,” bunyi salah satu amar Putusan 05/Pid/1984/PT Mal.
Majelis Hakim Banding kemudian menjatuhkan pidana penjara selama dua bulan dan lima belas hari terhadap terdakwa. Selain itu, terdakwa turut dihukum untuk membayar ganti rugi sejumlah Rp22.500,00.
Pendapat Mahkamah Agung
Judex Juris melalui Putusan Nomor 606 K/Pid/1984 mengadili sendiri perkara tersebut, karena Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum.
Majelis Hakim Kasasi menilai, isi dakwaan dalam perkara ini bersifat alternatif, meskipun yang tertulis adalah Kesatu dan Kedua karena kejahatan yang didakwakan adalah sama.
Selain itu, Mahkamah Agung turut menyoroti tidak adanya penetapan penggabungan antara gugatan (pemohon) ganti rugi dengan perkara pidana dalam perkara tersebut.
Tetapi, karena sudah dipertimbangkan dalam putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri, maka menurut hemat Mahkamah Agung penetapan yang seharusnya ada tersebut khusus dalam perkara ini tidak perlu untuk diperintahkan untuk dibuat.
“Dan karena permohonan penggabungan gugatan ganti rugi dengan pidana yang diajukan oleh saksi korban menurut peraturan, maka permohonan tersebut patut dikabulkan,” bunyi pertimbangan Majelis Hakim Kasasi dalam putusannya.
Selanjutnya, Judex Juris menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan dan menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama dua bulan.
Kaidah Hukum Putusan Nomor 606 K/Pid/1984
Kaidah hukum yang dapat dipetik dari Putusan Nomor 606 K/Pid/1984 tersebut yakni, isi dakwaan bersifat alternatif meskipun tertulis adalah Kesatu dan Kedua, karena kejahatan yang didakwakan adalah sama.
Publikasi yurisprudensi yang telah ada tersebut, semoga semakin menguatkan kedudukan yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum, sehingga dapat mewujudkan keadilan sosial dan rasa kepastian hukum di masyarakat.