Pernahkah Anda mendengar lagu favorit diputar di kafe atau digunakan dalam konten media sosial, lalu bertanya-tanya apakah penciptanya mendapatkan imbalan? Inilah pentingnya royalti-imbalan yang layak bagi pencipta karya seni, termasuk musisi dan penulis lagu, atas penggunaan karya mereka. Di era digital seperti sekarang, karya musik semakin mudah diakses dan disebarkan, namun tantangan menghormati hak cipta pun semakin kompleks.
Indonesia telah memiliki payung hukum untuk melindungi hak para pencipta melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang-undang ini menyebutkan bahwa setiap penggunaan komersial atas karya cipta, termasuk lagu, harus mendapatkan izin dan memberikan royalti kepada pencipta atau pemegang haknya. Pengelolaan royalti dilakukan oleh LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
Namun, ketika terjadi sengketa-misalnya, royalti tidak dibayarkan atau karya digunakan tanpa izin-maka penyelesaian dapat dilakukan melalui pengadilan. Di sinilah peran Mahkamah Agung menjadi vital sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang mengawasi pengadilan di seluruh Indonesia. Para hakim dituntut memahami aspek kekayaan intelektual agar dapat memutus perkara dengan adil dan berpihak pada perlindungan hak cipta.
Mahkamah Agung juga berperan dalam menyediakan pedoman teknis dan pelatihan bagi hakim di tingkat pertama hingga kasasi, khususnya dalam perkara yang menyangkut hak kekayaan intelektual. Dengan demikian, perselisihan soal royalti tidak lagi dianggap sepele, melainkan bagian dari keadilan yang lebih luas dalam mendukung ekosistem kreatif Indonesia.
Ke depan, penting bagi masyarakat untuk lebih menghargai karya seni dengan menggunakan karya secara sah dan memberikan royalti kepada pencipta. Dan bagi para pencipta, memahami hak-haknya secara hukum akan memberi perlindungan atas usaha dan kreativitas mereka.