Udara Beijing pagi itu terasa sejuk dan jernih. Di antara taman asri dan gedung modern milik Huawei Technologies, secangkir teh hangat tersaji, bukan sekadar pelengkap suasana, tetapi menjadi simbol jeda sejenak di tengah derasnya arus kemajuan teknologi.
Bagi kami, peserta Studi Strategis Luar Negeri (SSLN) Lemhannas RI Angkatan XXVI, hari keempat di Tiongkok bukan sekadar kunjungan kerja, melainkan perjalanan perenungan tentang makna kemajuan, kolaborasi, dan kemanusiaan.
Di taman indah Huawei itulah, inspirasi tentang kecerdasan buatan, inovasi, dan nilai-nilai strategis kebangsaan berpadu menjadi satu “cangkir refleksi”, yang menenangkan, namun menggugah untuk berpikir lebih jauh tentang masa depan bangsa.

Huawei Technologies: Belajar dari Kecerdasan Buatan
Pagi itu, rombongan berkunjung ke Huawei Technologies, salah satu perusahaan teknologi global yang menjadi pelopor dalam pengembangan ekosistem digital dan kecerdasan buatan (AI).
Dalam presentasinya, pihak Huawei memperkenalkan konsep Industrial Intelligence Architecture, sistem yang menggabungkan konektivitas, data, dan AI untuk memperkuat berbagai sektor, dari pendidikan hingga transportasi.
Para peserta SSLN tampak antusias mencoba teknologi yang ditampilkan di Innovation Center.
Melihat langsung bagaimana AI dan data bekerja untuk meningkatkan efisiensi publik memberi refleksi tersendiri: bahwa inovasi sejati bukan sekadar teknologi, melainkan keberanian untuk terus belajar dan beradaptasi.
Makan Siang di Jantung Budaya Beijing
Menjelang siang, rombongan singgah di sebuah restoran tradisional di kawasan budaya Beijing.
Pilar merah dan ukiran naga emas menyambut para peserta, menciptakan suasana klasik yang khas.
Hidangan seperti hot pot dan sayur tumis ala Sichuan tersaji hangat, diiringi obrolan santai di antara rekan seperjalanan.
Makan siang itu menjadi momen jeda dari padatnya agenda, sekaligus ruang kebersamaan yang mempererat persaudaraan lintas lembaga.
Diplomasi di ASEAN–China Centre
Usai santap siang, rombongan melanjutkan kunjungan ke ASEAN–China Centre (ACC), lembaga yang menjadi jembatan kerja sama ekonomi, budaya, dan pendidikan antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN.
Dalam sambutannya, H.E. Shi Zhongjun, Secretary-General ACC, menekankan pentingnya mutual understanding dan people-to-people exchange dalam memperkuat kemitraan kawasan.
Diplomasi, katanya, bukan hanya soal perundingan dan kepentingan, tetapi tentang membangun kepercayaan dan empati antarbangsa.
Kunjungan ke ACC menegaskan pentingnya diplomasi kolaboratif sebagai fondasi stabilitas dan kemajuan bersama di kawasan Asia.
Hangatnya Jamuan di KBRI Beijing
Menjelang malam, rombongan SSLN berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing.
Rombongan diterima langsung oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Tiongkok, Bapak Djauhari Oratmangun, beserta jajaran diplomat dan staf KBRI.
Dalam suasana hangat dan penuh keakraban, Dubes Djauhari memaparkan peran strategis KBRI dalam memperkuat hubungan bilateral Indonesia–Tiongkok, terutama di bidang ekonomi, investasi, pendidikan, dan perlindungan WNI.
Beliau juga menyinggung pentingnya menyiapkan generasi muda Indonesia untuk menjadi aktor diplomasi yang cerdas, berkarakter, dan terbuka terhadap dunia tanpa kehilangan jati diri bangsa.
Usai dialog, tuan rumah menjamu peserta SSLN dengan makan malam khas Indonesia.
Menu yang tersaji menggugah selera: nasi goreng, sop tulang sapi, ikan bumbu acar, dan masakan nusantara lainnya , disertai aneka buah tropis.
Dan yang paling istimewa, durian segar hadir sebagai penutup, hadiah kecil namun bermakna bagi rombongan yang telah empat hari merindukan cita rasa tanah air.
Tawa, canda, dan aroma rempah Nusantara memenuhi ruang makan KBRI malam itu.
Diplomasi terasa begitu dekat, bukan hanya antarnegara, tetapi juga antara sesama anak bangsa yang membawa semangat Indonesia di negeri orang.

Pesan dari Duta Besar Djauhari Oratmangun
Dalam sambutannya di hadapan peserta SSLN, Duta Besar Djauhari Oratmangun menyampaikan pandangan mendalam tentang arah hubungan Indonesia–Tiongkok yang semakin erat dan strategis.
Beliau menegaskan kemajuan bangsa tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari kualitas manusia, nilai kemanusiaan, dan semangat persahabatan antarbangsa.
Menurut beliau, inovasi dan pendidikan adalah dua kunci utama pembangunan masa depan Indonesia, sementara diplomasi yang efektif harus dijalankan dengan keseimbangan antara kecerdasan dan empati.
“Inovasi tanpa nilai kemanusiaan tidak akan bermakna, dan diplomasi tanpa semangat persahabatan tidak akan bertahan lama,”
ujar Dubes Djauhari menutup pertemuan malam itu dengan senyum hangat.
Malam Terakhir di Negeri Tirai Bambu
Malam itu, udara musim gugur Beijing terasa lebih lembut dari biasanya. Lampu-lampu kota berpendar di antara gedung tinggi, seolah mengucapkan selamat jalan kepada kami, rombongan kecil dari Indonesia yang selama beberapa hari terakhir belajar tentang arti kemajuan, kerja sama, dan ketulusan dalam diplomasi.
Esok pagi, kami akan terbang kembali ke tanah air.
Perjalanan ini bukan sekadar catatan lintas negara, tetapi perjalanan batin tentang bagaimana belajar dari dunia tanpa kehilangan akar bangsa sendiri.
Terima kasih, Tiongkok, atas ilmu, keramahan, dan inspirasi.
Sampai jumpa.




