Babak Awal: Konflik Perdagangan Opium
Film "The Opium War" dibuka dengan gambaran maraknya perdagangan opium ilegal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Inggris di Guangzhou (Canton) pada awal abad ke-19. Opium yang berasal dari India diperdagangkan secara besar-besaran dan menyebabkan kecanduan yang meluas di kalangan masyarakat Tiongkok, serta menguras kekayaan negara.
Kaisar Daoguang dari Dinasti Qing sangat khawatir dengan dampak buruk opium dan menunjuk Lin Zexu, seorang pejabat yang jujur dan tegas, sebagai Komisaris Kekaisaran dengan tugas utama memberantas perdagangan haram ini di Guangzhou.
Lin Zexu tiba di Guangzhou dengan otoritas penuh dan mengambil tindakan tegas. Ia mengeluarkan dekrit yang melarang perdagangan dan penggunaan opium, serta memerintahkan para pedagang asing untuk menyerahkan seluruh stok opium mereka.
Para pedagang Inggris, yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti William Jardine dan diwakili oleh Kapten Charles Elliot (Pengawas Perdagangan Inggris), awalnya enggan untuk menyerah. Namun, ketegasan Lin Zexu memaksa mereka untuk menyerahkan ribuan peti opium.
Adegan dramatis ditampilkan saat Lin Zexu secara terbuka menghancurkan opium yang disita di Humen, sebagai simbol tekad Tiongkok untuk menghentikan perdagangan narkotika ini.
Babak Tengah: Meningkatnya Ketegangan dan Insiden
Tindakan Lin Zexu membuat marah para pedagang Inggris dan pemerintah Inggris. Mereka melihat penyitaan opium sebagai pelanggaran terhadap hak properti dan kebebasan berdagang.
Kapten Charles Elliot mengirimkan laporan ke pemerintah Inggris yang menggambarkan situasi di Guangzhou dan mendesak intervensi militer untuk melindungi kepentingan Inggris.
Ketegangan semakin meningkat dengan terjadinya beberapa insiden yang melibatkan warga Tiongkok dan orang asing, termasuk pembunuhan seorang warga Tiongkok oleh pelaut Inggris. Pemerintah Tiongkok menuntut agar pelaku diserahkan untuk diadili sesuai hukum Tiongkok, namun pihak Inggris menolak.
Babak Akhir: Pecahnya Perang dan Konsekuensinya
Dengan dalih melindungi warga negara dan kepentingan dagangnya, pemerintah Inggris memutuskan untuk mengirimkan ekspedisi militer ke Tiongkok.
Film menggambarkan kedatangan armada Inggris yang kuat dengan kapal-kapal perang modern. Pertempuran laut dan darat terjadi antara pasukan Qing yang relatif lemah dan kurang modern melawan kekuatan militer Inggris yang unggul.
Beberapa pertempuran kunci diperlihatkan, menyoroti keberanian sebagian tentara dan rakyat Tiongkok, namun juga memperlihatkan ketidakberdayaan mereka menghadapi teknologi militer Barat.
Film ini juga menggambarkan intrik politik di dalam istana Qing, di mana beberapa pejabat cenderung berkompromi dengan Inggris demi menghindari konflik yang lebih besar.
Pada akhirnya, Tiongkok mengalami kekalahan telak. Inggris berhasil menduduki beberapa wilayah penting.
Film diakhiri dengan penandatanganan Perjanjian Nanking pada 1842, sebuah perjanjian tidak adil yang memaksa Tiongkok untuk membuka beberapa pelabuhan untuk perdagangan bebas (termasuk perdagangan opium yang secara implisit dilegalkan), menyerahkan Hong Kong kepada Inggris, dan membayar ganti rugi yang besar.
Kekalahan dalam perang candu menjadi pukulan besar bagi Dinasti Qing dan menandai awal dari serangkaian perjanjian tidak adil lainnya dengan kekuatan-kekuatan Barat, serta membuka periode pengaruh asing yang kuat di Tiongkok. Nasib Lin Zexu sendiri juga tragis setelah ia disalahkan atas pecahnya perang dan diasingkan.
Kaisar Daoguang merasa bahwa produktifitas, kecerdasan, dan kemandirian rakyatnya dihancurkan oleh sebuah barang tidak berguna yang disebut sebagai candu opium, di mana Inggris melakukan monopoli dan manipulasi perdagangan teh dan Komoditas lainnya di China dengan opium yang perlahan menghancurkan dan melemahkan dinasti di China yang telah ada hampir selama 5000 tahun.
Inggris berdagang dengan Dinasti Qing dan mempekerjakan rakyat Dinasti Qing untuk menanam, menumbuhkan, mengangkut, memilah, menjual dan memproduksi teh, yang kemudian diberikan upah dan hasil dagang. Namun, di sisi lain para pedagang Inggris menawarkan kesenangan lain bagi para pekerja, pebisnis, pegawai dan prajurit Dinasti Qing yang tidak faham kalau opium yang mereka beli akan menimbulkan kecanduan. Sehingga, mereka tidak memiliki apapun untuk ditabung dan disimpan, memiliki penyakit, lemah dan kecerdasannya menurun serta lebih mudah dikendalikan.
Kondisi itu terlihat seperti perbudakan di era modern namun dengan upah dan hasil yang hanya bisa dihabiskan untuk membeli dan membeli opium. Seluruh perputaran keuangan di atas kuasa Inggris. Hal ini menjadi keresahan Lin Zexu untuk menyelamatkan negaranya.
Namun, banyak pejabat negara serta aparat dalam Dinasti Qing yang justru menjadi pengkhianat bangsa dan malah ikut berbisnis menggunakan maupun di luar hukum untuk memperdagangkan opium di China. Sehingga, dalam peperangan ini, Dinasti Qing kalah dan semakin melemah dengan Hong Kong terlepas, hingga revolusi yang dipimpin oleh Sun Yat-sen pada 1912 mengakhiri segalanya.
Jika bangsa Indonesia serta para pembuat dan penegak hukumnya tidak memiliki pemahaman, tentang fungsi dan bahaya narkotika, maka bangsa ini juga akan dapat menjadi bangsa yang lemah dan diambang kehancuran.