Indonesia merupakan negeri yang amat kaya sumber daya alam, seharusnya dapat menjadi poros kekuatan ekonomi, namun seringkali dengan banyaknya sumber daya, Indonesia dapat saja dibuat tetap lemah agar dapat dikendalikan.
"Supreme excellence consists in breaking the enemy’s resistance without fighting." (The Art of War,1910) merupakan sebuah kutipan dari Sun Tzu yang jika diterjemahkan bebas adalah "Keunggulan tertinggi terletak pada mematahkan perlawanan musuh tanpa harus bertempur", memiliki makna dalam masa tenang, dapat saja tetap terdapat peperangan yang dialami Indonesia tanpa disadari.
Kekuatan ekonomi nasional merupakan pilar vital dalam menjaga kedaulatan dan ketahanan suatu negara, terutama dalam menghadapi ancaman non-militer yang dikenal sebagai Proxy War (Perang Proksi).
Perang proksi modern seringkali menargetkan kelemahan ekonomi dan sumber daya manusia untuk menguasai sumber daya alam, melalui aktivitas ilegal seperti perdagangan narkotika dan judi daring.
Proxy War dan Dimensi Ekonomi
Proxy War didefinisikan sebagai konfrontasi antara dua kekuatan besar yang menggunakan pihak ketiga (proxy) untuk menghindari konfrontasi langsung dengan risiko kehancuran fatal.
Dalam konteks modern, perang proksi tidak selalu berupa konflik militer konvensional, melainkan dapat bermanifestasi melalui berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk politik, sosial, budaya, dan terutama ekonomi (Kemhan RI, 2020).
Ancaman ekonomi dalam proxy war menargetkan kelemahan fundamental negara, yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) dan arus modal domestik.
Ketika SDM dirusak melalui penyalahgunaan zat adiktif atau perilaku destruktif, dan modal domestik dialihkan ke entitas asing melalui jalur ilegal, daya tahan ekonomi nasional melemah, yang pada gilirannya mengancam stabilitas dan kedaulatan negara.
Analisis Historis terhadap Pelemahan Ekonomi melalui Komoditas Ilegal
Pola pelemahan negara melalui komoditas terlarang bukanlah hal baru. Sejarah menunjukkan bahwa kontrol atas pasar komoditas ilegal telah lama digunakan sebagai alat politik dan ekonomi oleh kekuatan asing.
A. Perang Candu (Opium War) di Tiongkok (1839–1860)
Perang Candu antara Dinasti Qing Tiongkok dan Britania Raya adalah contoh klasik bagaimana defisit perdagangan dapat diatasi dengan komoditas ilegal yang merusak.
Awalnya, Inggris menghadapi defisit neraca perdagangan yang signifikan karena permintaan Eropa yang tinggi terhadap komoditas Tiongkok seperti teh, sutra, dan porselen, yang dibayar dengan perak atau emas. Untuk membalikkan defisit ini, Inggris secara masif mengekspor opium dari India ke Tiongkok.
Dampaknya sangat besar pada kerugian ekonomi Dinasti Qing secara makro. Aliran perak yang keluar dari Tiongkok untuk membayar opium menyebabkan kekurangan perak dan inflasi, yang sangat melemahkan sistem moneter dan fiskal Dinasti Qing.
Selain itu, kerusakan sosial dan politik tidak terhindarkan, jutaan warga Tiongkok menjadi pecandu, yang menyebabkan penurunan produktivitas kerja dan moral. Korupsi merajalela karena pedagang narkotika menyuap pejabat dan penegak hukum, yang pada akhirnya melemahkan otoritas dan legitimasi Dinasti Qing (Hanes & Sanello, 2002).
Perang ini merupakan faktor utama yang berkontribusi pada keruntuhan Kekaisaran Tiongkok.
B. Perdagangan Kokain Kolombia-Amerika Serikat
Dalam kasus modern, hubungan antara Kolombia sebagai penghasil kokain terbesar dan Amerika Serikat sebagai pasar konsumen menunjukkan kerentanan ekonomi dan keamanan akibat perdagangan narkotika.
Miliaran dolar yang dihabiskan warga AS untuk membeli kokain mengalir ke organisasi kriminal, seperti Kartel Medellín yang dipimpin oleh Pablo Escobar. Dana ini merupakan bentuk kerugian finansial (capital flight) yang seharusnya berputar di ekonomi domestik AS.
Pelemahan SDM Amerika Serikat, biaya sosial dan kesehatan yang dikeluarkan AS untuk rehabilitasi dan penindakan hukum bagi para pecandu narkotika sangat besar (Rhodes, 1993).
Peningkatan Kekuatan Organisasi Kriminal (Kolombia) seperti Kartel narkotika menggunakan keuntungan besar untuk meningkatkan kekuatan dan pengaruh mereka, bahkan mampu mengancam stabilitas dan kedaulatan negara Kolombia (UNODC, 2005).
Dalam perspektif keamanan nasional AS, perdagangan ini adalah ancaman karena melemahkan struktur sosial-ekonomi domestik dan mendanai musuh-musuh politik regional.
Ancaman Proxy War Ekonomi Kontemporer di Indonesia khususnya "Judi Daring".
Pola ancaman ekonomi yang serupa kini muncul dalam bentuk judi daring (judi online), khususnya di Indonesia. Meskipun judi daring mungkin tidak. melibatkan zat adiktif, dampaknya pada ekonomi nasional dan keluarga sangat merugikan:
1. Dampak Ekonomi Makro berupa Capital Flight
Platform judi daring di Indonesia yang memiliki afiliasi dan server di luar negeri. Uang yang dipertaruhkan dan kalah oleh masyarakat Indonesia sebagian besar akan dapat mengalir ke luar negeri sebagai keuntungan ilegal bandar asing.
Pangkas Pertumbuhan Ekonomi: Dana yang seharusnya digunakan untuk konsumsi domestik, investasi, atau tabungan produktif, terbuang sia-sia dan hilang dari perputaran ekonomi nasional.
Hal ini secara langsung memangkas potensi pertumbuhan ekonomi (daya beli masyarakat) dan mengganggu fondasi ekonomi negara (Menkominfo, 2024; Kemenag RI, 2024).
Perputaran uang yang masif melalui judi daring juga terkait dengan risiko Pencucian Uang (Money Laundering), yang melemahkan sistem keuangan formal dan transparansi fiskal.
2. Dampak Ekonomi Mikro berupa Kehancuran Keluarga
Pada tingkat mikro, judi daring dapat menyebabkan:
- Krisis Finansial Keluarga: Kerugian finansial yang signifikan, utang, dan bahkan kebangkrutan yang memicu peningkatan kriminalitas (PPATK, 2024).
- Penurunan Produktivitas SDM: Individu yang kecanduan judi daring mengalami penurunan produktivitas di tempat kerja dan menghancurkan masa depan generasi muda.
Ancaman ini dapat diinterpretasikan sebagai serangan proxy war ekonomi karena: (1) ia menyerang SDM Indonesia, dan (2) ia mengalirkan modal keluar negeri secara ilegal, memperkaya entitas asing sambil memiskinkan warga negara dan melemahkan daya tahan ekonomi domestik, tanpa perlu intervensi militer langsung.
Kesimpulan
Kekuatan ekonomi nasional merupakan medan pertempuran utama dalam proxy war modern. Kasus Perang Candu dan perdagangan Kokain menunjukkan bahwa ketika komoditas ilegal merusak SDM dan menguras modal, negara akan menjadi rentan terhadap pelemahan sistemik dan intervensi eksternal.
Seperti taktik Devide et Impera yang diterapkan oleh V.O.C untuk mendapatkan kontrol penuh terhadap sumber daya, melalui korupsi, narkotika dan perjudian daring memberikan permainan kepentingan bagi anak bangsa untuk terpecah yang dapat berujung pada pengkhianatan terhadap tujuan besar sebagai suatu bangsa.
Indonesia perlu mengambil pelajaran dari sejarah tersebut. Perdagangan narkotika dan maraknya judi daring adalah ancaman proxy war yang nyata yang dapat dilakukan siapapun, yang menargetkan SDM dan stabilitas keuangan.
Langkah-langkah strategis dan kolaborasi lintas sektor yang kuat diperlukan untuk memberantas aktivitas terlarang ini, demi menjaga perputaran ekonomi tetap di dalam negeri, melindungi masyarakat, dan memperkuat benteng pertahanan ekonomi nasional.
Untuk itu pemangku kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif di Indonesia harus berupaya untuk menyadari dan memikirkan solusi terhadap keutuhan nasional Republik Indonesia terhadap ancaman yang dapat melemahkan bangsa.
Serta bagi aparat penegak hukum untuk tidak berkompromi terhadap ancaman Proxy seperti Narkotika dan Judi Daring.
Solusi yang bisa diambil seperti sosialisasi komprehensif yang dapat dilakukan oleh pihak Eksekutif melalui pendidikan, pelatihan, dan pemberian informasi kepada seluruh elemen masyarakat.
Legislatif dan Yudikatif dapat menetapkan aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan di lapangan, tidak hanya untuk hukum dan pemidanaan, tetapi juga untuk administrasi dan pemantauan di garis distribusi dan transaksi keuangan.
Sumber-Sumber Referensi:
Sun Tzu. (1910) (L. Giles, Trans.). The Art Of War. London: Luzac & Co. (Menjelaskan kutipan Sun Tzu)
Kemhan RI (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia). (2020). Bahan Pembelajaran Proxy War. Jakarta: Badiklat Kemhan. (Menjelaskan konsep Proxy War dan motif ekonomi).
BNN RI (Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia). (2020). BNN RI Wujudkan Kekuatan Ekonomi Dan Masyarakat Bersih Dari Narkoba. (Menghubungkan ancaman narkoba dengan pelemahan SDM dan ekonomi).
Kementerian Agama RI. (2024). Bahaya Judi Online dari Perspektif Ekonomi. (Menganalisis dampak judi online pada keuangan individu, keluarga, dan potensi ekonomi lokal).
Hanes, W. T., & Sanello, F. (2002). The Opium Wars: The Addiction of One Empire and the Corruption of Another. Sourcebooks. (Menyediakan konteks sejarah Perang Candu dan dampak ekonomi-sosialnya).
Rhodes, D. (1993). Plan Colombia: Analysis of the Anti-Drug Strategy and Its Implications for U.S.-Colombia Relations. (Menganalisis kerugian ekonomi AS akibat perdagangan kokain dan respons kebijakan).
UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime). (2005). World Drug Report. (Data mengenai perdagangan kokain global dan kekuatan organisasi kriminal).
PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). (2024). Laporan dan Data Terkini mengenai Transaksi Judi Online. (Data mengenai aliran dana judi online dan dampaknya pada masyarakat).