Hakim merupakan profesi mulia yang termasuk dalam officium nobile atau sering disebut dengan profesi yang terhormat.
Hakim merupakan pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman.
Kekuasaan kehakiman di Indonesia telah jelas diatur pada Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Adapun kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka dalam menyelenggarakan suatu sistem peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Posisi hakim dalam sebuah lembaga kekuasaan kehakiman menjadi penting karena melalui putusannya sebuah keadilan dapat tercipta.
Kemandirian kekuasaan kehakiman sudah selayaknya diperjuangkan oleh setiap negara demokrasi tak terkecuali Indonesia. Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan ciri yang utama dalam sistem demokrasi.
Melalui kekuasaan kehakiman yang merdeka, negara dapat memberikan keadilan kepada masyarakat melalui putusan-putusan hakim.
Dalam suatu sistem demokrasi, sudah selayaknya kekuasaan kehakiman tidak dapat dicampuri oleh kekuasaan yang lain.
Namun demikian, kemerdekaan kekuasaan kehakiman tidak terjadi selama suatu lembaga kekuasaan yudisial masih bergantung dengan kekuasaan lainnya.
Jimly Asshiddiqie mengatakan, kemerdekaan kekuasaan kehakiman idealnya mencakup kemandirian lembaga peradilan, kemandirian hakim, kemerdekaan dalam proses mengadili dan independensi dari kekuasaan lain.
Meskipun dalam konsep Montesquieu, tiga kekuasaan kehakiman, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif harus memiliki sifat checks and balances system atau saling mengawasi dan mengontrol, namun lembaga yudikatif tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan lain.
Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi sudah seharusnya memiliki kekuasaan kehakiman yang merdeka dari campur tangan lembaga lain.
Dalam menjalankan kekuasaan kehakiman, hakim memiliki peran sentral. Pasal 19 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman telah menjelaskan, hakim merupakan pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman.
Hal ini berarti, hakim juga wajib tunduk dan patuh terhadap konsep kemerdekaan kekuasaan kehakiman.
Dengan demikian, hakim harus mandiri dan netral dalam memberikan putusan. Pertimbangan maupun putusan hakim sudah seharusnya tidak dapat dibeli.
Pentingnya posisi hakim dalam suatu kekuasaan kehakiman harus menjadi perhatian bagi negara yang menganut sistem demokrasi. Hal ini merupakan upaya untuk melahirkan keadilan dalam suatu negara.
Kemandirian hakim sangat berpengaruh terhadap dirinya sebagai seorang manusia biasa.
Kemandirian hakim dapat diwujudkan manakala seorang hakim sudah berada dalam tingkatan tidak lagi berpikir semata-mata duniawi saat dirinya menyusun suatu putusan.
Hal ini menjadi kewajiban negara dalam memenuhi sisi kemanusiaan hakim agar hakim mampu memberikan keadilan secara objektif.
Selain itu, negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak seorang hakim agar dirinya tidak memiliki tekanan maupun pengaruh dari siapapun yang diadilinya.
Kewajiban negara tersebut tertuang dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Kewajiban tersebut adalah kewajiban negara untuk memenuhi jaminan keamanan maupun kesejahteraan hakim.
Jaminan keamanan hakim selama ini masih belum terpenuhi, seperti terlihat masih banyaknya kasus-kasus kekerasan maupun tindakan yang dilakukan terhadap hakim.
Selain itu, jaminan kesejahteraan hakim juga belum maksimal diberikan oleh negara.
Beban tanggung jawab hakim yang besar serta resiko yang ditanggungnya tentu harus menjadi pertimbangan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hakim.
Niat baik presiden untuk memberikan kenaikan gaji hakim 280% merupakan salah satu upaya mewujudkan kesejahteraan hakim, meskipun masih banyak hal-hal lain yang perlu diperhatikan.
Hakim merupakan pelaku utama kekuasaan kehakiman yang memegang peranan penting dalam mensukseskan kemerdekaan peradilan dan terwujudnya keadilan di masyarakat.
Apabila hakim sebagai tombak utama peradilan masih belum dapat jaminan rasa aman dan kesejahteraan tentu hal ini kontras dengan sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia.
Selain itu, konsep negara hukum yang diusung oleh Indonesia tentu pada dasarnya meletakkan hukum sebagai tombak utama suatu negara.
Apabila hukumnya hancur tentu negara akan hancur pula. Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi negara untuk tetap memuliakan hakim sebagai pelaku utama kekuasaan kehakiman.
Melalui upaya tersebut diharapkan kekuasaan kehakiman di Indonesia akan semakin baik.
Harapannya, hakim jangan dilihat sebagai seorang manusia yang memiliki nafsu saja, namun hakim harus dilihat secara fundamental sebagai sosok yang dapat membawa negara hukum menjadi negara hukum yang berkeadilan atau negara hukum yang sekedar memberikan putusan saja.




