Hakim Agung Pudjoharsoyo: Era Baru KUHAP Menuntut Kesiapan dan Perubahan Pola Pikir Aparatur Penegak Hukum

Pudjoharsoyo menjelaskan KUHAP baru yang disahkan pada 18 November 2025 membawa perubahan fundamental dalam hukum acara pidana.
Hakim Agung A.S Pudjoharsoyo menjadi narasumber dalam Diskusi Panel di Kejaksaan Tinggi Bali. Foto : dokumentasi Humas MA
Hakim Agung A.S Pudjoharsoyo menjadi narasumber dalam Diskusi Panel di Kejaksaan Tinggi Bali. Foto : dokumentasi Humas MA

MARINews, Denpasar - Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru menjadi tonggak penting transformasi sistem peradilan pidana Indonesia. 

Bersamaan dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional pada awal 2026, perubahan ini menuntut kesiapan menyeluruh aparatur penegak hukum, baik dari aspek pemahaman regulasi, teknis pelaksanaan, hingga perubahan pola pikir.

Hal tersebut disampaikan Pudjoharsoyo, Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung, dalam Diskusi Panel “Penanganan Perkara Korupsi dalam Era Pembaruan KUHP dan KUHAP” yang diselenggarakan Kejaksaan Tinggi Bali, Senin, 22 Desember 2025.

Kegiatan yang berlangsung di Auditorium St. Burhanuddin Kejaksaan Tinggi Bali bertujuan untuk mendesiminasi pemahaman KUHP dan KUHAP Baru. 

Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk menyeragamkan pemahaman khususnya bagi para jaksa di seluruh Indonesia.

Dalam paparannya, Pudjoharsoyo menjelaskan KUHAP baru yang disahkan pada 18 November 2025 membawa perubahan fundamental dalam hukum acara pidana. 

KUHAP baru tidak lagi semata menekankan pendekatan retributif, tetapi mendorong keseimbangan antara penegakan hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan pemulihan keadilan melalui pendekatan keadilan restoratif.

Mantan Ketua Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat itu menyebutkan, terdapat sedikitnya 14 substansi perubahan utama dalam KUHAP baru, di antaranya penguatan perlindungan hak tersangka dan terdakwa, pengakuan dan pengaturan keadilan restoratif, penguatan posisi korban dan saksi, pengakuan alat bukti elektronik, pengetatan prosedur penangkapan dan penahanan, hingga penguatan mekanisme praperadilan dengan batas waktu putusan tujuh hari kerja.

Dalam konteks penanganan tindak pidana korupsi, Mantan Sekretaris Mahkamah Agung tersebut menegaskan pembaruan KUHAP tidak mengurangi komitmen pemberantasan korupsi sebagai extraordinary crime.

Namun, penanganannya harus tetap berada dalam kerangka prinsip negara hukum dan perlindungan HAM. KUHAP baru, menurutnya, memberikan landasan prosedural yang lebih seimbang dan pasti dalam proses penegakan hukum.

Ia juga menjelaskan hubungan antara KUHP Nasional dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meski sejumlah pasal inti Tipikor telah diadopsi ke dalam KUHP Nasional, korupsi tetap ditempatkan sebagai tindak pidana khusus. 

Kodifikasi tersebut berfungsi sebagai bridging articles agar kekhususan penanganan korupsi tetap terjaga dan tidak kehilangan sifat luar biasanya.

Dari perspektif pengadilan, Pudjoharsoyo menekankan kesiapan aparatur penegak hukum mencakup empat dimensi utama, yakni kesiapan pemahaman substansi hukum, kesiapan teknis operasional, kesiapan infrastruktur pendukung, serta kesiapan perubahan mindset. Tanpa keseragaman persepsi antar aparat, potensi kesalahan penerapan hukum dinilai cukup besar di masa transisi.

Ia juga menyampaikan harapan pengadilan kepada jaksa dan penyidik agar memastikan kualitas berkas perkara, kepatuhan terhadap prosedur, serta penghormatan penuh terhadap hak-hak tersangka dan terdakwa. 

Menurutnya, di era KUHAP baru, setiap cacat prosedur dapat berdampak signifikan pada proses pembuktian di persidangan.

Menutup paparannya, Pudjoharsoyo menegaskan keberhasilan implementasi KUHAP baru sangat bergantung pada sinergi antar lembaga penegak hukum. 

Dengan waktu transisi yang relatif singkat menuju 2026, koordinasi dan kesamaan persepsi menjadi kunci agar sistem peradilan pidana Indonesia dapat berjalan lebih adil, manusiawi, dan efektif.

Selain Pudjoharsoyo, hadir juga sebagai narasumber yaitu Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Dr. Febrie Adrinasyah, Direktur Penuntutan Riono Budisantoso, S.H., M.A., dan Wakil Menteri Hukum Indoensia Prof. Eddy O.S Hiariej.

Kegiatan ini diikuti oleh ratusan peserta yang hadir secara luring maupun daring, di antaranya yaitu, Kepala Kejaksaan Tinggi se-Indonesia, Kepala Kejaksaan Negeri se-Indonesia, Kepala Cabang Kejasaan Negeri se-Indonesia, penyidik, Dekan Fakultas Hukum, akademisi dan lainnya.