Dunia investasi digital berkembang begitu cepat, dan salah satu yang paling menyita perhatian adalah aset kripto.
Dari Bitcoin hingga NFT, masyarakat Indonesia mulai melirik instrumen baru ini sebagai peluang finansial. Namun, seiring dengan maraknya transaksi kripto, muncul pula sengketa hukum: penipuan, kerugian investasi, hingga pencucian uang berbasis aset digital.
Lantas, bagaimana Mahkamah Agung (MA) menyikapi gelombang perkara ini?
Secara hukum, aset kripto belum sepenuhnya diatur dalam satu payung undang-undang khusus. Saat ini, regulasi utama datang dari Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) yang mengatur kripto sebagai komoditas, bukan alat pembayaran.
Di sisi lain, OJK dan Bank Indonesia masih bersikap hati-hati. Ketika terjadi perkara, maka pengadilan, termasuk MA, sering kali harus membuat tafsir sendiri terhadap konsep yang tergolong baru ini.
Di sinilah peran hakim menjadi sangat penting. Ketika regulasi belum lengkap, maka putusan hakim menjadi rujukan.
MA sebagai pengadilan tertinggi memiliki tanggung jawab untuk memberikan kepastian hukum melalui yurisprudensi. Ini bukan tugas ringan, karena hakim dituntut untuk memahami aspek teknologi, keuangan, sekaligus dampaknya bagi masyarakat.
Hakim tidak hanya berpegang pada aturan tertulis, tapi juga harus menafsirkan semangat hukum yang hidup di tengah masyarakat.
Dalam perkara aset digital, pendekatan kontekstual menjadi penting agar keadilan tidak hanya terlihat formal, tapi juga substantif.
Misalnya, bagaimana menilai kerugian dari investasi kripto yang fluktuatif? Atau bagaimana membuktikan niat jahat dalam transaksi blockchain yang anonim?
MA diharapkan bisa memberikan arahan yang jelas melalui putusan dan pedoman teknis. Ini penting agar seluruh pengadilan di Indonesia memiliki standar yang seragam dalam menangani kasus-kasus serupa.
Edukasi bagi hakim dan pembaruan regulasi juga perlu terus didorong agar sistem peradilan tidak tertinggal dari laju teknologi.
Ke depan, tantangan hukum di dunia digital akan terus meningkat.
Namun dengan kesiapan MA, pemahaman mendalam para hakim, serta dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, kita bisa menapaki era baru peradilan yang relevan, adaptif, dan tetap menjunjung tinggi keadilan.